Mohon tunggu...
Yansean Sianturi
Yansean Sianturi Mohon Tunggu... Lainnya - learn to share with others

be joyfull in hope

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menguji Koalisi Parpol

13 Agustus 2022   17:44 Diperbarui: 14 Agustus 2022   18:54 789
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: tangselpos.id

Hari Jumat tanggal 12 Agustus 2022, Ketua Umum Partai Gerindra yaitu Prabowo Subianto menyatakan bakal maju sebagai capres 2024. Hal ini dikatakan beliau saat Rapimnas Gerindra bertempat di Sentul. Bersamaan dengan pernyataan tersebut, Gerindra dan PKB secara resmi juga mendeklarasikan koalisinya. 

Menariknya, kerjasama kedua partai ini belum menyebutkan nama capres dan cawapres yang akan diusung. Jika melihat pernyataan Prabowo Subianto bersedia dicalonkan oleh kader Gerindra sebagai capres tahun 2024, nanti. 

Maka, tebakan selanjutnya yang akan muncul di publik adalah Muhaimin Iskandar akan menerima sebagai cawapresnya. Jika prediksi ini meleset dan ada cawapres lainnya selain Cak Imin, misalnya Sandiaga Uno. Padahal Muktamar PKB telah memutuskan dan memberikan dukungan supaya Muhaimin Iskandar (Cak Imin) maju mencalonkan diri sebagai capres dari partainya. Apakah koalisi ini akan terus berlanjut atau berpisah ditengah jalan? Waktu juga nanti yang akan membuktikannya.

Menariknya, koalisi kubu sebelahnya yaitu Koalisi Indonesia Bersatu belum menentukan siapa capres maupun cawapresnya. Jika boleh menerka, apakah Koalisi Indonesia Bersatu ingin terus menjaga kerjasama partainya dan tidak ingin retak hingga pilpres tahun 2024. 

Harus diakui bahwa strategi menentukan capres dan cawapres saat "last minute" memiliki kelebihan yaitu dapat menjaga soliditas kerjasama. Keunggulan lainnya adalah dapat mengukur elektabilitas para pasangan pesaingnya dan bisa menampilkan calon yang diperkirakan mampu mengalahkannya. 

Kelemahannya adalah waktu untuk mempersiapkan calon lebih singkat sementara pasangan pesaing yang memiliki persiapan lama bisa saja telah dikenal dan mendapat  dukungan rakyat yang akan memilih. Kelemahan lainnya karena waktu lebih singkat, maka konsolidasi mesin partai yang berkoalisi perlu kerja lebih cepat dan ini tidak mudah.

Pertanyaan berikutnya adalah Partai Nasdem, PKS dan Demokrat mau kemana arah koalisinya. Apakah akan bergabung dan membentuk satu koalisi baru atau berpisah dan memilih masuk bergabung menjadi anggota pada salah satu dari dua koalisi yang sudah terbentuk. 

Jika ingin membentuk koalisi baru, maka ketiga partai tersebut tentunya akan bernegosiasi dalam menentukan siapa capres dan cawapres yang akan diusungnya. Bila tidak ada titik temu mengenai siapa capres dan cawapres, maka koalisi ini sepertinya akan sulit terbentuk. Mengusung capres dan cawapres dari luar anggota partai merupakan jalan tengah atau solusi agar koalisi ini dapat diwujudkan. Partai Nasdem, PKS dan Demokrat bisa sama-sama menang dan tidak ada yang merasa ditinggalkan.

Jika ingin bergabung masuk koalisi Gerindra dan PKB, maka harus siap menerima Prabowo sebagai Capresnya. Kemungkinan lain bisa saja untuk menarik partai lain bergabung pada koalisi Gerindra dan PKB, Prabowo Subianto menurunkan standarnya dari Capres menjadi Cawapres. Segala sesuatunya memang masih cair dan bisa saja berubah-ubah. 

Pendeklarasian Prabowo kemaren sebagai Capres sebenarnya mengandung resiko, namun publik patut mengacungi jempol atas keberanian tersebut.  Resikonya adalah jika Partai PKB berbalik arah dan partai lain yang memiliki suara di DPR tidak ada yang mau mendukung dan bergabung dalam satu koalisi dengan Gerindra.

Melihat arah koalisi yang ada, kemungkinan Gubernur yang menjabat saat ini menjadi capres maupun cawapres akan sulit sekali. Partai Golkar juga telah mengirimkan sinyal-sinyal yaitu Airlangga Hartarto akan diusung oleh partainya menjadi capres, sama seperti Prabowo. Harapan dan peluang masih ada, asalkan Partai Nasdem, Demokrat dan PKS mampu menurunkan ego para ketua umumnya dan melahirkan calon dari kepala daerah.

Partai  politik bergabung dan membentuk koalisi ujungnya adalah ingin mengusung kader terbaiknya menjadi capres atau cawapres. Mustahil bila tujuan parpol berkoalisi hanya ingin mengusung kadernya menang di pemilu legislatif saja.

Koalisi yang terbentuk saat ini sebenarnya menyimpan potensi bahaya yaitu "api dalam sekam". Koalisi ini setiap saat bisa saja bubar ditengah jalan. Titik temu siapa capres dan siapa cawapres belum ada diantara anggota koalisi. Walaupun Partai Golkar dengan kendaraan politik Koalisi Indonesia Bersatu berkeinginan agar ketumnya Airlangga Hartarto bisa diusung sebagai Capres, hal ini tidaklah mudah. Partai Golkar perlu mempengaruhi supaya PAN dan PPP tidak menolaknya.  Seandainya diterima, pertanyaan berikutnya adalah siapa pendamping Airlangga Hartarto yang bisa diterima dan memuaskan keinginan PAN dan PPP. Tentunya masing-masing partai juga berkeinginan calonnya dapat diterima sebagai pendamping. Perbedaan kepentingan setiap saat dapat mengintai dan menjadi pemicu munculnya potensi konflik diantara anggota koalisi.

Melihat situasi ini, PDIP sebenarnya lebih diuntungkan karena lebih aman dari tarik-menarik kepentingan capres dan dapat membaca situasi. PDIP lebih mudah berkomunikasi dengan semua partai tanpa memandang sekat-sekat koalisi yang ada. Apalagi disinyalir bahwa beberapa partai membentuk koalisi bertujuan untuk membendung dominasi PDIP di tahun 2024, nanti.  Beberapa pengamat memprediksi PDIP akan mendapat peningkatan suara sebagai "Efek Ekor Jas (coat-tail effect)", keberhasilan pemerintahan Jokowi. Saat ini, pemerintah telah berhasil mencapai pertumbuhan ekonomi 5,44% yoy pada kuartal II-2022, padahal beberapa negara lain masih berjuang untuk lepas dari minus growth akibat dampak pandemi covid 19. 

Strategi memilih fokus mengawal pemerintah yang ada hingga berakhir masa jabatan presiden bisa saja mendapat berkah dari anggota koalisi yang retak. Wajar saja, jika PDIP memiliki ketenangan dalam menentukan capres atau cawapresnya dan siapa teman untuk berkoaliasi pada tahun 2024.

Salam Demokrasi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun