politik.Â
Pilpres tahun 2024 sudah semakin dekat. Beberapa parpol bahkan sudah melakukan pendaftaran sebagai calon peserta pemilu ke KPU. Penjajakan untuk membentuk koalisi oleh parpol juga sudah dilakukan. Â Golkar, PAN dan PPP sudah tergabung dalam Koalisi Indonesia Bersatu. Gerindra dan PKB sudah melakukan pendekatan bahkan rencananya besok akan mendaftar bareng ke KPU. Nasdem, Demokrat dan PKS juga semakin sering bertemu untuk menselaraskan komunikasiMenariknya PDIP tetap pada pendiriannya belum mau bicara pilpres 2024, alasannya ingin fokus mengawal suksesnya pemerintahan ini hingga selesai. Namun, Ketum PDIP juga tidak ingin ketinggalan kereta dan memberi tugas kepada Puan Maharani untuk melakukan komunikasi dengan partai lainnya.
Jika melihat hitung-hitungan peta koalisi politik saat ini dan seandainya tidak berubah hingga tahun 2024. Kemungkinan ada empat (4) pasangan capres yang akan berkontestasi pada pilpres 2024. Rinciannya adalah KIB satu pasang calon, Gerindra dan PKB satu pasang calon, Nasdem, PKS dan Demokrat satu pasang calon dan PDIP juga satu pasang calon.Â
Jika PDIP bergabung dan masuk dalam blok koalisi yang ada, maka akan mengurangi kontestasi pasangan menjadi tiga (3) pasang capres. Demikian seterusnya, jika blok koalisi yang ada saat ini bergabung dengan blok koalisi lain, maka pasangan calon yang berkontestasi juga semakin berkurang dan mungkin saja tersisa menjadi dua (2) kandidat saja.
Segala kemungkinan masih bisa terjadi dan dalam politik tidak ada yang tidak mungkin. Politik adalah suatu seni untuk mengelola segala kemungkinan yang ada. Situasi ini yang sering dikhawatirkan oleh berbagai pihak. Kepentingan kekuasan untuk mengendalikan pemerintahan dan pemilik uang tidak dapat dipisahkan.Â
Tarik-menarik dari berbagai kepentingan yang ada ini sering melahirkan oligarki politik. Kepentingan elit politik yang haus akan kekuasaan berbaur dan menjadi satu dengan kepentingan bisnis para cukong yang telah menanamkan modalnya di Indonesia. Alangkah baiknya parpol dan capres yang akan berkontestasi membuka ke publik dana yang telah terhimpun secara transparan. Hal ini untuk menepis kecurigaan di masyarakat adanya oligarki politik yang bermain dibelakang layar. Tentunya para cukong lokal maupun internasional tidak ingin bisnis rentenya terganggu oleh calon pemenang yang bukan pilihannya pada tahun 2024, nanti. Koalisi sebenarnya harus menghapus kesan negatif dimasyarakat yaitu hanya untuk membagi-bagi kue yang ada berupa jabatan. Ujung-ujungnya setelah pemilu dan pilpres usai, rakyat merasa ditinggalkan oleh calon yang telah dipilihnya.
Sejatinya, pemilu legislatif dan pilpres adalah ajang untuk mengevaluasi kinerja partai dan pemerintah yang berkuasa. Sanksi tidak dipilih sebagai bentuk penalti diberikan oleh rakyat jika partai dan pemerintah yang berkuasa dianggap tidak berhasil mensejahterakannya. Sedangkan rewardnya adalah dipilih kembali jika rakyat merasa puas atas kinerja mereka selama berkuasa.Â
Selayaknya partai yang sudah mendaftar sebagai peserta pemilu melakukan sosialisasi program-program yang akan dilakukan. Hal ini untuk menepis anggapan dari berbagai pihak terkait oligarki. Sekaligus meningkatkan animo masyarakat untuk berpartisipasi memilih dan menekan angka golput. Sudah waktunya parpol dan para capres menghadirkan pesta demokrasi sebagai pesta yang sebenar-benarnya. Rakyat dengan hati gembira tanpa merasa diiming-imingi dapat datang berbondong-bondong ke TPS untuk memilih capres atau parpol yang dikehendakinya.
Rakyat sekarang sudah mulai cerdas dan bisa menilai parpol mana yang memperjuangkan kesejahteraannya serta mana yang tidak. Apalagi setelah pengumuman dari BPS bahwa angka pertumbuhan ekonomi pada kuartal II-2022 berada di atas 5%  tumbuh positif dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Kondisi ini sebenarnya dapat dijadikan momentum oleh pemerintah untuk mendorong pembukaan lapangan pekerjaan seluas-luasnya. Hal ini diperlukan  demi menekan angka pengangguran sebagai dampak pandemi covid 19 dan kiranya program ini dapat dijadikan prioritas utama.Â
Pertumbuhan ekonomi yang positif menjadi sia-sia jika tidak diiringi meningkatnya pendapatan rakyat kecil. Apalagi rakyat kecil adalah pemilih terbanyak jika dibandingkan dengan jumlah golongan atau kelompok oligarki. Parpol pendukung pemerintah masih memiliki kesempatan untuk memperbaiki kinerja eksekutifnya.Â
Ciri lain dari oligarki adalah lemahnya ikatan emosional dari para anggotanya. Ketika kepentingan sudah tidak sama atau sejalan, maka anggota oligarki akan mudah keluar dari kelompok oligarkinya. Padahal oligarki membutuhkan komitmen dari para anggota agar kelompoknya dapat bertahan lama dalam mempertahankan kekuasaannya. Hal ini wajar, karena oligarki terbentuk hanya berdasarkan kepentingan sesaat saja. Namun anggota oligarki yang merasa ditinggalkan tentunya akan memiliki catatan tersendiri bagi anggotanya yang tidak komitmen tersebut.