Mohon tunggu...
Yandra Susanto
Yandra Susanto Mohon Tunggu... Guru - Guru terbaik adalah yang mampu merubah iblis jadi malaikat, merubah maling jadi ustad

Impian tertinggi, berkumpul bersama orang tercinta di JannahNya nanti

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Prahara Gunung Singgang (Bag. 9)

18 Februari 2023   07:24 Diperbarui: 18 Februari 2023   08:00 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Rohim memejamkan matanya. Tangannya terkepal erat sampai kukunya hampir melukai telapak tangannya sendiri. Sementara itu, Surya masih terus bercerita.

"Waktu itu, Datuk Panji mengumpulkan semua anggota keluarganya. Aku bermaksud menemani Datuk, tetapi sebelum pertemuan dimulai, aku di usir keluar oleh Randu, Datuk Panji Sekarang! Bagaimana situasi dan apa bahasannya aku tidak tahu. Tapi setelah beberapa lama, aku mendengar teriakan kemarahan dan beberapa kai suara tembakan. Tak lama pintu terbuka, Randu minta semua alat komunikasi para pelayan termasuk punya aku. Saat semua orang keluar, aku bergegas masuk. Kulihat Datuk Panji terkapar di kursi utama, tubuhnya bersimbah darah. Aku berteriak panik. Tapi tak ada satupun anggota keluarga yang peduli. Dengan susah payah aku angkat mayat sang Datuk ke kamarnya. Aku sangat sedih dengan orang tua itu. Susah payah dia membangun klan Panji, tetapi dibunuh dan mayatnya di abaikan. Aku berlutut didepan tempat tidurnya, saat itulah aku melihat ada sesuatu yang menempel di bawah tepat tidurnya. Awalnya aku mengira itu sampah biasa..."

Surya terdiam sebentar. Berdiri dan membuka sesuatu dari bawah meja. Dia mengeluarkan sebuah kotak lain daneletakkan di atas meja didepan Rohim.

"Kamar Datuk aku yang selalu mengurus kebersihannya. Jadi aku heran kenapa ada kertas disana. Aku menjangkaunya, lihatlah! Inilah yang aku temukan!"

Rohim membuka kotak kayu itu. Ada secarik kertas didalamnya. Dia mengambilnya dengan tangan gemetar. "Jika aku mati, berikan surat wasiat dan pengalihan aset kepada Rohim, kemenakan ku! Kau harus berusaha menjaga dirinya dan keluarganya hingga dia kembali. Sebagai kompensasi, kau berhak lima belas persen dari wasiat itu...."

Surya kemudian berlutut. "Saudaraku. Aku tak berdaya menjaga keluargamu! Istrimu dibantai dengan sadis, anakmu.... Yang tadi kamu bunuh adalah anakmu yang sudah bertahun tahun tak bertemu denganmu, huhuhu...! Maafkan aku!"

"Ahhh!!"

"Bruk!"

Rohim memekik keras. Lalu tubuhnya jatuh dari kursi dalam keadaan tidak sadarkan diri. Surya mengangkat saudaranya itu dengan air mata terus mengalir dipipinya. Membawanya keruangan lain. Ada satu tempat tidur besar disana.  Baik perabotan maupun dekorasi kamar itu tak kalah dari fasilitas hotel berbintang.

Tetapi sebelum Surya meninggalkan ruangan, Rohim sudah sadar kembali dan segera melpat duduk" Dimana! Dimana jalan keluarnya?" Aku tidak membunuhnya, aku akan menjemputnya..."

"Apa katamu? Maksudmu, Alif belum mati? Bagus! Dimana dia? Ayo ikuti aku..." Ucap Surya bersemangat. Setidaknya satu beban terasa terangkat dari bahunya. Tak ada yang lebih penting sekarang, selain keselamatan anak itu!

Melalui sebuah jalan rahasia lainnya, keduanya muncul sekitar satu kilometer didalam hutan lindung dari posisi bocah itu sebelumnya. Dengan bantuan cahaya bulan, kedua orang itu bergerak cepat didalam hutan. Tapi ketika mereka sampai di posisi mana tadi Alif dibaringkan, tak ada seorangpun disana, Rohim dan Surya saling pandang? 

"Apakah anakku sudah sadar dan dia menyelamatkan diri, kemana dia?" Gumam Rohim.

"Anakmu sangat cerdas. Dia takkan pulang keluarga Panji. Aku khawatir....!"

"Katakanlah, jangan menggantung urusan!" Bentak Rohim panik.

"Yang pertama, dia dibawa oleh orang lain, kalau begitu anak kita itu kemungkinan bisa selamat sekarang. Kemungkinan kedua, dia ditemukan oleh pasukan keluarga Panji, dan yang ketiga oleh binatang buas! Tetapi saya lebih percaya kemungkinan pertama!"

Tubuh Rohim tergetar hebat! Kepalanya menatap langit bersedia "Kalian akan membayar mahal! Keluarga Panji, tunggulah, suatu hari nanti aku ingin melihat kalian hancur berkeping-keping!"

"Rohim tenanglah. Mari kita kembali ke ruang rahasia. Untuk saat ini anakmu aku rasa aman. Tidak terlambat untuk membalas dendam!" 

Rohim mengangguk. Tiba-tiba saja tubuhnya limbung dan dia kembali tak sadarkan diri. Dengan susah payah , Rohim membawa sahabatnya menjauh dari tempat itu.

Bersambung....

"3 Jendral Terbaik"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun