Mohon tunggu...
Yan Baptista
Yan Baptista Mohon Tunggu... Ilustrator - pekerja dan penikmat seni, kartunis, ilustrator & desainer grafis, comedy story writer & teller, sepakbolamania, penyuka film semua genre. suka damai.

pekerja dan penikmat seni, kartunis, ilustrator & desainer grafis, comedy story writer & teller, sepakbolamania, penyuka film semua genre. suka damai.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

The Watcher

22 Januari 2018   11:03 Diperbarui: 7 Februari 2018   12:10 1051
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi oleh: Yan B teguh

Fiksi mini oleh: Yan Baptista Teguh

Dulu sekali aku adalah seorang dokter umum di sebuah rumah sakit di Jakarta. Aku mengenal Liliana pertama kali saat ia memperkenalkan dirinya sebagai perawat baru di rumah sakit itu. Wajahnya memang manis tapi perasaanku biasa saja kala itu.

Ketika aku dan Liliana sering bertemu, lambat laun kamipun menjadi akrab. Walau usia kami berjarak cukup jauh ternyata obrolan kami bisa nyambung. Aku dan Liliana kerap memanfaatkan waktu luang dalam kebersamaan. Entah sekedar keluar makan siang atau nonton film di bioskop.

Liliana tahu aku sudah beristri. Kupikir selama ini ia menganggap kebersamaanku dengannya hanya sebagai selingan untuk mencari kesenangan semata. Ternyata Liliana bermain hati. Tak kukira ia menyatakan perasaan cintanya kepadaku ketika kami tengah berteduh di sebuah restoran sambil makan malam sepulang nonton bioskop.

Entah mengapa saat itu aku seperti tak sanggup banyak berkata-kata. Kupandangi wajah manisnya yang penuh senyum. Kugandeng erat tangannya dan kami berjalan menuju sebuah hotel. Malam itu Liliana menyerahkan miliknya yang paling berharga sebagai perempuan kepadaku. Aku dan Liliana serasa terbang ke langit ke tujuh.

Seminggu setelah kejadian di malam itu, tanpa ragu kusampaikan niatku untuk melakukan poligami kepada Lidya istriku. Sungguh aku serius ingin menikahi Liliana dan meminta ijin pada Lidya. Lidya menatapku hampa. Matanya seolah ingin berbicara.

"Aku sudah tahu hubunganmu dengan  suster muda itu..." katanya datar.

"...aku tidak setuju kamu poligami..." lanjut Lidya.

Tak satupun kata keluar dari mulutku. Tak ada argumen, tak juga ada penjelasan. Aku sama sekali tidak berniat menceraikan Lidya. Kurebahkan tubuhku di kasur dengan lunglai.

********

Hari-hari berikutnya kepalaku terasa kosong. Bermacam penyakit mulai muncul dan hinggap di tubuhku dengan gejala beragam. Mulai dari tekanan darahku meningkat sampai gula darahku yang meninggi. Tubuhkupun mulai terasa ringkih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun