Bowo merasakan kepalanya panas kena sengat sinar matahari dan wajahnya berpeluh. Letak Purworejo yang ada di pesisir pantai selatan menjadikan cuacanya lebih panas dibanding Magelang yang dikelilingi gunung, tempat tinggal Bowo.
"Dinten meniko bentar sanget raoisipun nggih, Lik. Rantos kulo raose gobyos-gobyos," ujar Bowo sambil menyeka keningnya dengan punggung tangan.
Lik Narti mengiyakan bahwa belakangan ini udara memang terasa sangat panas. Dia bercerita bahwa semalam sebelum wafat, Paklik Ibin mengeluh kepanasan, tapi tengkuk dan dadanya terasa dingin. Dipasangkan kipas angin kuatir demam, akhirnya jendela dibuka supaya Paklik Ibin merasa lebih sejuk.
Selepas Isya rumah Lik Narti kedatangan tamu yang diundang bertahlil. Lik Narti memintanya menginap maka Bowo ikut membantu para sinom membagikan piring-piring berisi nasi dan lauk serta teh panas ke para tamu.
Bowo merasakan ada nampan yang sangat ringan dan ada yang berat, padahal isinya sama. Tiap kali membawa nampan yang berat peluhnya langsung membanjiri kening dan punggungnya.
Disekanya berkali-kali dengan sapu tangan peluh di kening dan pelipisnya, tapi tak jua kering. Malahan punggungnya sekarang terasa basah seperti tertempeli embun subuh yang dingin dan lembab. Makin lama punggungnya terasa dingin terembus angin malam bercampur keringat.
Mungkin masuk angin, gumam Bowo merasakan rasa tidak enak di tubuhnya antara panas dan dingin yang silih berganti menerpa.
Shhyuuuuussss... Para tamu dikejutkan oleh angin yang berembus kencang. Tratak yang menaungi pelayat tadi siang bergemeretak kencang, membuat selusin orang di bawahnya menyingkir, kuatir tertimpa andai rubuh.
Wuusssshhh! Angin berembus makin kencang membuat ranting pohon lengkeng di samping rumah bergoyang dan menggemerisikkan suara gesekan daun. Hujan pun turun dan jadi lebat hanya dalam beberapa detik. Pak Kaum yang memimpin tahlil menghentikan doanya untuk memberi kesempatan masuk orang di luar.
Angin terus bergemuruh kencang menyertai hujan, menyebabkan beberapa genting rumah Lik Narti melorot dan menyebabkan bocor di ruang tamu tempat tahlilan berlangsung.
"Heh! Ojo podo peplayon bali kana akeh angin ndrawasi!" dari dapur Bowo menegur tiga anak kecil yang berlarian depan rumah di bawah tratak.