Laman HuffPost juga mengungkap hanya karena anak-anak tampak paham teknologi pada usia dini, tidak berarti otak mereka berkembang dengan kecepatan yang sama dengan kecerdasan digitalnya.Â
Artinya, mereka tahu dan bisa menggunakan fitur yang ada di media sosial atau di platform berbagi video, tapi tidak paham apa dampak dan konsekuensi kalau fitur itu digunakan, termasuk yang ada di WhatsApp.
Itu yang jadi alasan pengelola media sosial memberlakukan syarat minimal 13 tahun bagi seseorang untuk bisa punya akun, selain syarat yang diterapkan suatu negara tentang batasan minimun usia anak menggunakan aplikasi dan layanan berbasis internet lainnya.
Dampak Negatif Anak SD Punya Grup WhatsApp Tanpa Orang Tua atau Guru
Walaupun termasuk layanan pesan instan yang berbeda dari media sosial, WhatsApp terhubung dengan internet. Keterhubungan ini membuat orang bisa membagi apa yang mereka lihat di media sosial ke WhatsApp.
Dengan begitu, anak-anak SD yang ada dalam grup WhatsApp juga dapat saling membagikan konten tanpa paham yang mereka bagikan itu baik atau buruk.
Berikut ini juga dampak negatif dari anak yang gabung di grup WhatsApp tanpa adanya orang tua atau guru.
1. Screen time berlebihan
Screen time adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan waktu yang digunakan untuk menatap layar elektronik, baik itu televisi, komputer, ponsel, tablet, dan permainan video.
WHO merekomendasikan anak usia 12-17 untuk banyak bergerak ketimbang menghabiskan waktu menatap layar. Menatap layar boleh dilakukan asalkan untuk tujuan rekreasi terbatas.
Anak yang tergabung dengan grup WhatsApp bakal terus-terusan terpaku pada ponselnya lalu membuatnya jadi malas gerak. Walau tidak kelihatan gemuk, malas gerak bisa menyebabkan masalah kesehatan di kemudian hari. Mata anak juga bisa cepat rusak karena retina dipaksa menatap sinar layar terus-menerus.
2. Fokus belajar di kelas berkurang