2. Supaya anak punya nomor WhatsApp sendiri sehingga mudah menerima materi pembelajaran dan mengirim tugas ke guru tanpa bolak-balik memakai ponsel orang tua.
3. Mengajarkan anak mandiri dengan mengatur pemakaian kuota datanya sendiri, menerima dan menyimpan materi pembelajaran di ponselnya sendiri, termasuk mematuhi tenggat waktu mengirim tugas ke guru.
Melihat tiga hal diatas maka tidak heran kalau, mengutip kompascom, penjualan smartphone meningkat 19 persen secara year-over-year pada paruh kedua 2020. Sebabnya, selain untuk pembelajaran jarak jauh, kebutuhan orang pada smartphone juga meningkat untuk menunjang aktivitas di rumah saat PPKM diberlakukan.
Punya ponsel sendiri yang terpisah dari orang tua membuat anak-anak SD ini mahir memainkan gim, cepat mengerti fitur-fitur TikTok dan YouTube, bahkan tanpa diajari sudah membuat grup WhatsApp sendiri yang anggotanya teman sekelas, teman les, atau para bestie.
Kemahiran anak-anak SD ini didukung oleh bakat alamiah mereka sebagai Generasi Alpha atau Gen Alpha.
Lahir di masa manusia tidak bisa lepas dari teknologi, kemampuan kognitif Gen Alpha telah terstimulasi sejak mereka dalam kandungan. Mereka jadi lebih kreatif mengolah teknologi, termasuk teknologi informasi dan komunikasi seperti WhatsApp.
Maka orang tualah yang harus mengawasi dan memberi pengertian mengapa ada aplikasi atau konten tertentu yang hanya boleh dilihat dan digunakan anak usia 13 tahun keatas, walau mereka sudah tampak paham teknologi sedari dini.
Alasan Usia 13 Tahun ke Atas Diberlakukan
Daya nalar anak yang belum berusia 13 tahun belum terbentuk sempurna sehingga belum bisa mempertimbangkan mana yang baik dan tidak untuk dirinya sendiri. Setidaknya butuh usia minimum 12 tahun bagi anak untuk mengembangkan struktur kognitif yang memungkinkan mereka terlibat dalam pemikiran etis.
Maka anak-anak rentan jadi korban pelecehan online, dieksploitasi, dan mendapat intimidasi dari internet, terutama media sosial, sebelum mereka siap untuk merespons apa yang dialaminya dengan tepat.
Tanpa sadar mereka bahkan dapat menjadi pelaku perundungan, intimidasi, dan penyebar informasi serta gambar yang bisa mengganggu kesehatan mental anak-anak lain yang menerimanya.