Mohon tunggu...
Yana Haudy
Yana Haudy Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Ghostwriter

Istri petani. Tukang ketik di emperbaca.com. Best in Opinion Kompasiana Awards 2022.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sanksi Berlebihan bagi Para Pelupa Masker

25 September 2020   15:07 Diperbarui: 25 September 2020   15:17 699
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
corona.jatengprov.go.id

Apa alasan seseorang tidak pakai masker saat keluar rumah? Karena lupa, susah napas, keluar rumah hanya sebentar, dan karena sedang buru-buru.

Orang-orang seperti itu itu wajar diberi sanksi sosial menyapu jalan atau bayar denda karena MEMANG SENGAJA tidak menggunakan masker. 

Tapi bagaimana dengan orang yang terpaksa melepas maskernya karena harus makan-minum, misalnya, atau karena sedang berkendara sendirian dalam mobilnya?

Pada 16 September 2020 di media sosial viral foto seorang (diduga) dokter yang baru pulang dinas sedang kena sanksi sosial menyapu jalanan di Jakarta. Dokter itu tidak pakai masker karena menyetir sendirian di dalam mobilnya, dan netizen mengecam tindakan polisi yang dinilai berlebihan. 

Kepolisian sendiri mengatakan bahwa petugasnya di lapangan hanya menjalankan Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 79 Tahun 2020 tentang Penerapan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan Sebagai Upaya dan Pengendalian Covid-19.

Meskipun logika kita berpikir, "Sendirian di dalam mobil pribadi sebetulnya tidak perlu pakai masker karena tidak ada yang menulari dan tertulari," tapi polisi tadi (juga Pergubnya) tidak keliru. 

Jika sebuah mobil yang kelihatannya mobil pribadi ternyata sewaan atau digunakan untuk taksi online, akan sangat berisiko terpapar coronavirus karena sudah ada banyak orang yang berada di mobil tersebut. 

Kan, tidak mungkin polisi dan Satpol PP memeriksa satu-persatu orang di dalam mobil apakah dia dokter, sopir yang membawa mobil bosnya, atau driver Grab dan GoCar. Jadi dibuatlah aturan orang di dalam kendaraan pun harus pakai masker.

Sanksi menyapu jalan seperti yang dilakukan dokter tadi masih masuk akal, tetapi bagaimana dengan sanksi aneh-aneh menjurus kebablasan seperti masuk ke dalam peti mati?

Sepupu saya bercerita bahwa dia sedang berada di atas motor di depan rukan (rumah kantor) miliknya. Dia bermaksud mengganti masker motornya dengan masker yang baru sebelum masuk rukan, tapi baru saja masker itu akan dipakai (sudah di tangannya) dia keburu kena semprit wanita berseragam Satpol PP DKI. Dia memilih bayar denda Rp100rb, tanpa tanda terima dan hanya dicatat namanya di buku yang dipegang petugas (padahal denda yang ditetapkan Pemprov DKI besarnya Rp250rb).

Bagi pelanggar yang tidak mampu bayar denda boleh pilih menyapu jalan. Tapi kalau jalanan sudah bersih semua? Ya memanjat pohon dan membaca surah Yasin seperti yang diterima pelupa masker di Cilegon. 

Sebenarnya tujuan manjat pohon ini apa ya? Mereka disuruh merenung atau apa? Kenapa yasinan harus diatas pohon? Bagaimana kalau di pohon itu ternyata ada sarang tawonnya?

Lain ladang lain belalang. Di kota pempek, Palembang, pelanggar masker di"karantina" 24 jam di asrama haji untuk diberikan pengarahan supaya mematuhi protokol kesehatan guna memutus rantai penularan Corona. 

Tapi bagaimana jika dalam waktu 24 jam tersebut orang yang dikarantina harus mencari uang atau membimbing anaknya belajar di rumah?

Sementara di Aceh hukumannya adalah
mengaji dan melafalkan adzan. Mungkin maksudnya bagus supaya orang itu ingat mati atau jadi takut Corona, atau mendoakan supaya Covid cepat musnah, entah. 

Tapi yang terjadi di Aceh itu tidak pada tempatnya meskipun disana berjulukan Serambi Mekah. Alquran adalah kitab suci dan adzan adalah panggilan salat. Tidak pas kalau Alquran dan adzan dijadikan alat menghukum karena Islam bukan agama untuk mengancam dan menakuti-nakuti orang.

Selain Gubernur Anies, Gubernur Ganjar juga mengeluarkan peraturan gubernur tentang pencegahan Covid-19, hanya saja menyasar Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan pemerintahan se-Jawa Tengah. Rakyat yang melihat ASN tanpa masker boleh memoto ASN itu dan mengirimnya langsung ke gubernur. 

Nantinya ASN yang bersangkutan akan kena teguran tertulis, denda maksimal Rp500rb, dan pemotongan tunjangan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) sebesar 10% selama tiga bulan.

Bagus sekali yang dilakukan Gubernur Ganjar itu, karena untuk apa rakyat dipaksa patuh sementara aparat pemerintahannya tidak diberi aturan yang sama tegasnya?

Mengenai sanksi untuk para pelanggar protokol kesehatan, semua daerah punya tujuan sama, yakni memberi efek jera supaya mata rantai Corona tidak tambah menyebar.

Tapi, hukuman untuk pelupa masker baiknya yang manusiawi dan tidak lebay. Toh mereka bukan kriminal, begal, apalagi koruptor. Dihukum push-up 100 kali pun cukup. Bagi wanita cukup diminta melakukan squat jump 20 kali. Kalau mengulangi lagi dilipatgandakan push up dan squat jumpnya.

Sanksi memang perlu tapi jangan sampai sanksi itu jadi alat untuk bertindak sewenang-wenang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun