Mohon tunggu...
Munir Sara
Munir Sara Mohon Tunggu... Yakin Usaha Sampai

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian” --Pramoedya Ananta Toer-- (muniersara@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Tragedi Pati; Wajah Buram Otonomi Fiskal Daerah

15 Agustus 2025   06:25 Diperbarui: 15 Agustus 2025   09:57 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di beberapa daerah (Sumber : Kompas.id)

Tragedi Pati Adalah wajah sesungguhnya otonomi fiskal daerah setelah 27 tahun reformasi. Demokratisasi fiskal daerah yang ditandai dengan perimbangan keuangan puasat dan daerah

Atau sekarang HKPD (harmoniisasi keuangan pusat dan daerah). Arah dari "fiscal reform" Adalah, perlahan-lahan dependensi fiskal berkurang. Daerah-daerah mengalami otonomi secara fiskal.

Dan disinilah dilemanya, Ketika setelah 27 tahun (pasca reformasi), desentralisasi fiskal daerah yang diharapkan membuat daerah menjadi lebih otonom, jalan di tempat.

Bila kita lihat PMK 56 Terkait Indeks Kapasitas Fiskal (IKF) daerah 2024, ada 228 daerah dengan indeks kapasitas fiskal kategori rendah dan sangat rendah dari total 547 daerah, sehingga persentasenya sekitar 41,68%. Kalau ditambah IKF sedang-sedang saja, maka daerah yang belum benar-benar otonomi secara fiskal itu mencapai 65,81%  

Ini wajah sesungguhnya otonomitas fiskal daerah, yang masih mengalami stagnasi dan tingkat ketergantungannya sangat tinggi pada TKD-APBN. Jadi begitu Pemerintah pusat melakukan efisiensi TKD, daerah-daerah kelimpungan. 

Likuditas daerah (Kab/kota) menjadi sangat kering dan APBD-nya sangat gontai melakukan penyesuaian, akibat tak mememiliki bantalan PAD yang ample untuk menopang disrupsi fiskal yang demikian hebat akibat kebijakan efisiensi.

Saya ambil contoh Kabupaten Pati. Kabupaten Pati, Jawa Tengah, saat ini memiliki Indeks Kapasitas Fiskal (IKF) 1,020 yang menempatkannya pada kategori rendah.

Berdasarkan PMK 65/2024, ambang batas kategori tinggi adalah 1,378 dan sangat tinggi 1,615. Dengan PAD 2024 sekitar Rp483 miliar dan belanja pegawai sekitar Rp1,34 triliun, Pati memerlukan tambahan PAD signifikan agar lebih otonom secara fiskal.

Untuk naik ke kategori tinggi dibutuhkan tambahan Rp1,36 triliun, dan ke sangat tinggi Rp1,68 triliun. Kesenjangan ini menunjukkan ketergantungan Pati pada transfer pusat, serta perlunya strategi intensifikasi pajak daerah, pengembangan BUMD, dan optimalisasi sektor unggulan.

Jadi begitu pemerintah pusat mengetatkan efisiensi Transfer ke Daerah (TKD), kabupaten dengan IKF rendah seperti Pati langsung kelonjotan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun