Mohon tunggu...
Munir Sara
Munir Sara Mohon Tunggu... Administrasi - Yakin Usaha Sampai

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian” --Pramoedya Ananta Toer-- (muniersara@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Tak Ada Pesta yang Abadi

30 Juli 2022   10:15 Diperbarui: 30 Juli 2022   11:44 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (foto : istimewa)

Pepatah lawas mengatakan "No Party That Never Ends." Tak ada pesta yang abadi. Selama 23 bulan beruntun, neraca dagang RI alami surplus. Namun, euphoria windfall commodity akan melandai. Pesta akan usai. Konsolidasi fiskal akan menuai tantangan.

Berbagai lembaga internasional merilis, tren penurunan harga komoditas. Baik energy, metals, agriculture dan industrial. Pesta akan berkakhir ! Sektor inilah menjadi sumber berkah penerimaan negara.

APBN berjalan surplus Rp.73,6 triliun. Ini semacam blessing in disguise di tengah-tengah situasi global uncertainty. Surplus APBN itu diperoleh dari selisi pendapatan agregat dan belanja negara agregat.

Kenapa saya sebut uncertain? Karena ancaman  resesi global, inflasi yang masih tinggi, fluktuasi harga energi dan pangan serta pengetatan moneter negara maju. Fluktuasi atau volatilitas pasar, tidak selamanya buruk bagi sebuah entitas. Seumpama negara, bila dalam kondisi fundamental yang kokoh.

Namun negara dengan fiscal vulnerability, akan berisiko bila terjadi volatilitas pasar. Karena akan menggeser asumsi makro ekonomi yang telah ditetapkan. Indonesia misalnya, kala terjadi fluktuasi crude price, kuota BBM subsidi jebol, beban APBN meningkat, utang bertambah. Sehingga volatilitas pasar, berisiko terhadap stabilitas ekonomi. Namun bisa juga memetik berkah, bila fundamental kokoh, sehingga pasar spekulasi sebagai medium menyerap dana publik bisa mempertebal likuiditas nasional.

Kembali ke soal surplus APBN semester I 2022. Berkah terselubung ini, ditopang dua hal. Pertama, commodity boom dan kedua, tahun baseline penerimaan (pajak) yang lebih redah (pengakuan Menkeu). Perlu diingat, commodity boom ini sifatnya cyclical. Harga komoditas akan alami normalisasi, seiring dinamika permintaan global.

Pada sesi penurunan harga komoditas, APBN akan menghadapi tantangan konsolidasi fiskal.  Karena windfall tax perlahan akan melandai. Artinya, penerimaan negara tak semuncer sebelumnya. Oleh sebab itu, euphoria windfall commodity, harus dibarengi dengan langkah-langkah fiscal sustainability.

Saya baca disalah satu media nasional papan atas, sesumbar dia menyebutkan, bahwa nilai moneter PDB bisa mencapai Rp.17.000 T - Rp.18.000 T. Puji Tuhan ! Masya Allah !

So, dengan PDB yang tambun ini, apa iya tax ratio hanya mangkrak di single digit? Kue ekonomi yang besar, tapi sumber utama dompet negara tak begitu membahagiakan. OECD baru-baru ini pun merilis, tax ratio RI, berada paling buntut, diantara negara maju dan  peer countries.

Ada sektor PDB yang gemuk, tapi sayang menjadi hard to tax sectors alias sektor yang sulit dipajaki. Seumpa sektor pertanian dan UMKM. Dua sektor ini mendominasi struktur ekonomi.

Toh DPR sudah memberikan cangkul dan sabit pada pemerintah (UU HPP dan UU HKPD). Harapannya ini menjadi instrumen untuk melakukan reformasi fiskal yang sustain. PESTA AKAN BERAKHIR, tantangan dan risiko masih mengamuk. Kerja, kerja kerja !

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun