Namun ketika harga masih tinggi dari regulasi yang ditetapkan untuk minyak goreng curah, maka lagi-lagi yang dipersoalkan adalah akurasi data pemerintah. Dus, ekspor sawit sudah dibuka kembali, sembari memperketat DMO dan DPO sawit.
Meskipun secara nasional, mayoritas harga minyak goreng curah di masyarakat cenderung mendekati HET, sesuai data SP2KP-Kemendag, namun ada 32,4% wilayah dengan harga minyak goreng curah "masih jauh dari HET." Dikisaran Rp.16.100/liter-Rp.29.000/liter. Untuk itu, perlu extra effort, dalam rangka mendorong kelancaran pasokan di wilayah-wilayah yang masih mengalami bottleneck pasokan.
Pengetatan regulasi DMO dan DPO sawit, serta pengakurasian data terkaitnya sesuai kebutuhan produksi dalam negeri, penting dilakukan oleh pemerintah. Selain itu, ekstra regulasi serta law enforcement terhadap perusahaan-perusahaan bandel yang melanggar DMO dan DPO.
Kendati Mendag Zulkifli Hasan memasang strategi mempertebal pasokan dengan mengguyur 300 ribu ton Minyak goreng, terkaramnya harga Migor curah di atas HET di beberapa wilayah, bisa disebabkan oleh terganggunya jalur distribusi di level produsen, serta kerja pihak-pihak tak bertanggung jawab.
Terganggunya jalur distribusi akibat tingkat kesulitan geografis seperti daratan Papua Barat dan Papua. Bottleneck jalur distribusi, harus dituntaskan, baik akibat faktor alamiah maupun oleh pihak-pihak tak ingin mengeruk untuk di balik sumbatan distribusi.
Khusus untuk wilayah dengan masalah tingkat kesulitan geografis yang tinggi, perlu mendapat perhatian khusus pemerintah, misalnya memberikan subsidi atas selisih harga aktual dan HET, agar masyarakat tidak dibebani dengan harga minyak goreng yang terlampau tinggi seperti di Papua, Papua Barat dan Malut.
Dana BPDPKS selama ini, cenderung disiram untuk insentif biofuel energy berbahan baku sawit. Dari dana Rp.130-an triliun yang dikelola BPDPKS, hanya Rp.7 triliun yang dialokasi untuk subsidi minyak goreng untuk rakyat kecil. Selebihnya disiram ke cukong untuk biodisel berbahan baku sawit!
Dinamika aktual harga CPO
Menariknya, pasca pemerintah mencabut larangan ekspor sawit, aliran ekspor Indonesia ke pasokan global, mengekspor harga CPO. Hal tersebut terlihat dari data Market Insider pada 23/6, dimana harga harga palm oil MYR 4.875 /ton secara month to date. Harga CPO terkoreksi cukup dalam bila dibandingkan dengan periode yang sama di bulan Mei, dengan harga CPO MYR 6.800/ton.
Dari forecasting Trading Economics, palm oil diperkirakan akan diperdagangkan pada 5.639,44 MYR/MT pada akhir kuartal ini, menurut model makro global dan ekspektasi analis Trading Economics. Kedepan, diperkirakan palm oil diperdagangkan di MYR 6.234,47/MT hingga akhir 2022.
Bila mendapat katalis negatif, harga CPO berpotensi turun ke level support di kisaran MYR 3.500/MT---MYR 4000/MT. Proyeksi ini lebih rendah dari perkiraan sebelumnya yang melihat harga CPO hingga penghujung tahun ini bergerak di level support MYR 4.500/MT---MYR 5.500/MT, sedangkan di level resistance berkisar MYR 7.000/MT---MYR 8.000/MT.