Mohon tunggu...
Munir Sara
Munir Sara Mohon Tunggu... Administrasi - Yakin Usaha Sampai

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian” --Pramoedya Ananta Toer-- (muniersara@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Antara Pilkada-nomic Vs Mudik-nomic

22 April 2021   11:56 Diperbarui: 23 April 2021   07:00 518
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi pemudik menggunakan angkutan umum. (Foto: Kompas.com/Garry Lotulung via gridoto.com)

Tahun lalu, Chief Economist PT Bank Permata (Tbk), Josua Pardede menghitung, potensi perputaran uang dari desa ke kota raib hingga Rp.120 triliun kala tahun 2020. 

Jika perkiraannya, dari 18 juta orang sekitar 12 juta keluarga yang mudik, masing-masing membawa uang Rp.7 juta -Rp.10 juta pulang kampung.

Jadi ada transfer uang dari kota ke desa sekitar Rp.90 triliun hingga Rp.120 triliun. Itu akan mengerek ekonomi dari sisi konsumsi RT dan berkontribusi terhadap PDB.

Ada multiplier effect disini. Konsumsi RT, akan mengerek sektor transportasi, pariwisata lokal, retail serta UMKM. Ditambah lagi stimulus pemerintah berupa BLT dana desa, PKH dll. jadi ada akumulasi sumber pertumbuhan ekonomi secara bottom-up disini.

Perputaran uang yang tinggi di desa, juga memompa daya beli masyarakatnya. Maka diperkirakan, secara kuartalan 2021, perlahan-lahan pertumbuhan konsumsi RT, akan keluar dari zona kontraksi. Akan terasa di kuartal berikutnya dan berkontribusi pada PDB.

Namun jika momentum ini di-rem, maka sesungguhnya, pemerintah kehilangan momentum pertumbuhan ekonomi. Dus, lagi-lagi, struktur pertumbuhan ekonomi RI, 56% disokong konsumsi RT.

Pergerakan pertumbuhan ekonomi untuk keluar dari zona kontraksi, menjadi amat lelet bagai undur-undur, jika momentum ini meluap percuma. Maka pemerintah harus punya cara untuk mengkapitalisasi momentum ini.

Berbagai upaya untuk menggenjot PDB dari sisi lapangan usaha/nilai tambah, sudah dilakukan. Namun faktor demand yang masih lamban, membuat tak semua sektor bisa tumbuh efektif. Investasi lebih cenderung ke padat modal/portofolio.

Maka momentum ramadhan dan mudik lebaran 2021 ini, membuat pemerintah mesti tancap gas. Menjaga efektivitas pertumbuhan ekonomi dari sisi konsumsi sesuai dengan momentumnya.

Tolong di cek ya, setiap kuartal II tiap tahun, pertumbuhan ekonomi pasti jauh lebih efektif ditopang konsumsi RT. Ini juga blessing and disguise. Ini karena ada momentumnya.

Mudik juga merupakan faktor redistribusi sumber daya ekonomi yang bertumpuk-tumpuk di kota ke desa secara tahunan. Berkah buat kawasan perdesaan ini terjadi setahun sekali. Jangan sampai menguap hanya karena pemerintah tak punya cara mengelolanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun