Mohon tunggu...
yakub adi krisanto
yakub adi krisanto Mohon Tunggu... -

hanya seorang yang menjelajahi belantara intelektualitas, dan terjebak pada ekstase untuk selalu mendalami pengetahuan dan mencari jawab atas pergumulan kognisi yang menggelegar dalam benak pemikiran.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Hukum Tegak, Tetapi Mandul

23 September 2011   09:03 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:41 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hukum ditegakkan, tetapi tidak memberikan keadilan. Penegakan hukum baik di ranah pidana, perdata atau administrasi berlangsung dengan mengacu pada hukum yang mengatur di masing-masing ranah. Hukum material dan formil dilaksanakan, itu artinya bahwa (proses) penegakan hukum berjalan dan dilaksanakan berdasarkan kaedah hukum yang mengaturnya. Namun dalam proses penegakan hukum, kompromi hukum mengemuka dan diindera oleh rasa keadilan masyarakat.

Rasa keadilan yang belum terkontaminasi dengan ‘limbah’ transaksional hukum. Rasa keadilan yang hanya ditemukan di ‘restauran’ hukum seperti fakultas-fakultas hukum di berbagai perguruan tinggi. ‘Restauran’ hukum tersebut menampilkan atau mempromosikan aneka menu hukum di berbagai kesempatan seperti ruang kuliah, seminar, kolom opini di media cetak, jurnal atau publikasi ilmiah lain. Rasa keadilan di ‘restauran’ hukum tersebut memuat teori dan konsep tentang hukum dan cara berhukum. Apakah dengan demikian rasa keadilan tidak tersedia dalam aneka ‘masakan’ penegakan hukum? Apakah dalam ‘limbah’ traksaksional hukum tidak dapat ditemukan keadilan?

Keadilan dalam penegakan hukum yang transaksional tidak dapat disebut keadilan. Karena hukum (proses hukum) sudah terkontaminasi dengan kompromi yang mentransaksional hukum, baik untuk kepentingan penegak hukum maupun pihak yang membutuhkan hukum yang dikompromikan. Meski bagi pihak yang berkompromi dapat mengklaim bahwa yang didapat dari proses berhukum adalah keadilan, namun sejatinya itu bukan keadilan. Tepatnya adalah kecurangan.

Kecurangan berasal kata curang yang berarti tidak jujur, tidak lurus hati, tidak adil (http://www.artikata.com/arti-324136-curang.html). Kecurangan berarti perbuatan yang curang, tidak jujur atau culas. Hukum yang dikompromikan menghasilkan keadilan yang curang. Apakah keadilan yang curang merupakan keadilan? Keadilan yang curang diperoleh dengan tidak lurus atau tidak jujur, pencari ‘keadilan’ melakukan kompromi dengan mentransaksikan kepentingan (hukum) mereka dan memperoleh kontraprestasi. Penegakan hukum yang transaksional tetap menggunakan hukum (legal substance dan legal procedure), namun pertama, menggunakan hukum dengan melakukan penafsiran yang disesuaikan dengan kepentingan pihak yang bertransaksi.

Kedua, hukum yang dipilih adalah hukum yang menguntungkan atau memberikan manfaat yang lebih besar dari pihak yang bertransaksi. Ketiga, menggunakan prosedur (hukum) namun mengurangi untuk mempercepat atau memudahkan proses hukum yang sedang dijalani. Keempat, dengan mencari dasar hukum yang tersedia, penegak hukum baik atas inisiatif sendiri atau ‘bisikan’ pihak lain membuat hukum (diskresi) untuk memudahkan melakukan transaksi hukum. Keempat bentuk penegakan hukum yang transaksional menggunakan hukum dengan tidak jujur dan lurus. Hukum dibelokkan untuk memuaskan kepentingan para pihak yang melakukan transaksi.

Mengacu pada keempat bentuk diatas maka kecurangan tidak menghasilkan keadilan. Keuntungan yang diperoleh dari dari kompromi bukan merupakan keadilan. Hukum sendiri dicurangi, digunakan untuk kepentingan segelintir orang. Hukum dibengkokkan (tidak lurus) agar pihak yang curang dapat mendapatkan keuntungan. Dilain pihak keadilan memberikan jaminan perlakuan yang sama bagi setiap subyek hukum. Keadilan meniscayakan subyek hukum memperoleh hak dan melakukan kewajiban yang sama sama, dan tidak ada subyek hukum yang mendapatkan keistimewaan dalam melakukan hak dan kewajiban.

Kecurangan yang dilakukan dalam berhukum atau penegakan hukum yang transaksional melahirkan ketidakadilan, baik terhadap hukum an sich maupun subyek hukum (lain). Ketidakadilan terhadap hukum terjadi ketika hukum dibelokkan, disalah-tafsirkan untuk melayani kepentingan pihak yang melakukan transaksi. Hukum hanya dimanfaatkan sebagai sarana untuk mengesahkan sebuah pelanggaran hukum. Pelanggaran hukum sendiri tidak dapat terjadi tanpa keberadaan hukum yang dilanggar. Hukum menjadi komoditas dan bagian utama untuk melakukan transaksi. Penegakan hukum menjadi bentuk kompromi dalam transaksi yang dilakukan, sekaligus hukum menjadi pijakan untuk melakukan kompromi.

Ketidakadilan terhadap subyek hukum terjadi ketika (hanya) pihak yang melakukan transaksi mendapat keistimewaan dibandingkan dengan pihak lain. Secara berkebalikan, pihak lain yang ingin menikmati keistimewaan harus melakukan transaksi (dan kompromi) dengan penegak hukum. Keistimewaan yang diperoleh menjadi pengejawantahan dari ketidakadilan (hukum). Hukum yang seharusnya berlaku sama untuk semua subyek hukum, mengalami pendistorsian baik ditataran penafsiran substansinya maupun prosedur yang sudah ditetapkan dalam hukum.

Penegakan hukum sebagaimana dikemukakan diatas, tidak berarti tidak ada penegakan hukum. Ada penegakan hukum, namun penegakan hukum yang mengalami distorsi.Distorsi dari muatan preskriptif dari hukum seperti keadilan, ketertiban, kepastian atau kemanfaatan. Keadilan tidak tercapai karena terdapat subyek hukum mendapatkan keistimewaan dari keberlakuan hukum yang seharusnya berlaku untuk semua. Kompromi hukum dalam transaksi yang dilakukan seolah tidak menghasilkan ketidaktertiban (chaos), namun sebenarnya pada saat kompromi dilakukan ketidakteraturan sedang terjadi. Hukum dengan nilai preskriptinya memuat ketertiban (order) atau meniscayakan ketertiban, dan mengalami situasi yang berkebalikan ketika hukum ditafsirkan tidak sebagaimana mestinya. Demikian pula prosedur hukum yang disimpangi melahirkan ketidaktertiban terhadap prosedur (hukum) yang sudah ditentukan.

Penegakan hukum yang tidak mampu berlaku sama bagi setiap subyek hukum, ketidakteraturan karena ditafsirkan secara sewenang-wenang akhirnya melahirkan ketidakpastian (dalam masyarakat). Masyarakat atau pencari keadilan mengalami kebingungan karena ukuran ganda yang digunakan dalam penegakan hukum. Kebingungan yang terjadi karena ketidakpastian dalam cara berhukum atau penegakan dapat mendorong ketidakpastian pada seluruh system hukum yang berlaku. Ketidakpastian yang terjadi pada system hukum akan melahirkan pertanyaan atas kemanfaatan hukum yang diberlakukan.

Hukum ditegakkan oleh para pengemban hukum, namun hukum mandul karena tidak mengejawantahkan nilai-nilai preskriptif dari hukum. Ketakterejawantahkan nilai preskriptif dari hukum menunjukkan bahwa hukum mandul untuk memberikan kepada masyarakat nilai-nilai tersebut. Hukum kehilangan jatidirinya sebagai hukum, selain hanya sekedar kata-kata (black letter) dan prosedur yang terkandung didalamnya. Penegakan hukum terjadi dan dilakukan tetapi di dalamnya sama sekali tidak termuat nilai preskriptifnya. Hukum menjadi seperti zombie, berjalan dan seolah hidup tetapi tanpa jiwa. Hukum ditegakkan tetapi tanpa nilai preskriptif, tidak lebih hanya melayani syahwat pihak yang ingin terpuaskan dengan hukum (dan prosedurnya).

Bangkit Indonesia!!!

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun