Mohon tunggu...
Aditya Anggara
Aditya Anggara Mohon Tunggu... Akuntan - Belajar lewat menulis...

Bio

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Menunggu Peruntungan Santiago Solari di Madrid

17 November 2018   18:03 Diperbarui: 17 November 2018   18:34 707
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Santiago Solari, sumber : Liputan6.com

Pelatih interim yang juga mantan pelatih Castilla (Real Madrid B) Santiago Solari akhirnya resmi ditunjuk menjadi pelatih tetap Real Madrid. Solari ditunjuk menggantikan Julen Lopetegui yang ditendang pasca kekalahan memalukan dari Barcelona dalam laga El Clasico kemarin itu. Dengan demikian Solari menjadi pelatih kedelapan dalam sepuluh tahun terakhir kepemimpinan Florentino Perez di Madrid.

Tak banyak yang tahu kalau Santiago Solari ini baru saja menorehkan rekor baru sebagai pelatih klub Real Madrid dalam masa kerjanya yang baru seumuran bayam itu. Empat kemenangan beruntun disemua ajang dengan memasukkan 15 gol dan hanya kemasukan 2 gol saja (surplus 13 gol) membuat rapor Solari melebihi pelatih-pelatih Madrid sebelumnya.

Namun statistik itu bukan merupakan jaminan bagi Solari, karena sebelumnya Manuel Pellegrini juga menorehkan rekor tujuh kemenangan beruntun dalam petualangan pertamanya melatih Madrid. Akan tetapi karena nihil trofi diakhir musim, Pellegrini kemudian ditendang Florentino Perez .

Solari digaji sebesar 4 juta Euro (Rp 66,8 miliar) per musim untuk 3 musim kedepan. Sebelumnya Zinedine Zidane menerima gaji sebesar 7,5 juta Euro. Bandingkan dengan Mourinho yang digaji MU sebesar 14 juta Euro (Rp 233 miliar) per musim walaupun miskin prestasi...

***

Menjadi pelatih Madrid itu memang gampang-gampang susah. Gampang karena semua pemain Madrid itu adalah pemain berkualitas. Di La Liga pesaing utama Madrid adalah Barcelona dan kuda hitam sekaligus tetangga, Atletico Madrid. Seandainya Barcelona mengalami musim yang buruk seperempat musim saja, dan performa Madrid bisa stabil (termasuk bisa mengalahkan tetangga) maka peluang Madrid untuk menjuarai La Liga akan terbuka lebar.


Bandingkan misalnya kalau Solari melatih di Inggris yang berisi klub top six dimana keenamnya mempunyai peluang yang sama kuat untuk menjadi juara EPL. Artinya persaingan diantara klub-klub top di Inggris itu jauh lebih ketat bila dibandingkan dengan di Spanyol.

Kalau ada gampangnya tentu saja ada susahnya. Florentino Perez bukanlah seorang penyabar nan rendah hati. Perez menginginkan Madrid menjadi tim terbaik di dunia. Kalau bisa, Perez ingin semua trofi yang tersedia di dunia ini menjadi milik Madrid. Gelar juara Champion bersanding juara Liga Spanyol adalah target minimal dari pelatih Madrid. Kurang dari situ maka pelatih akan langsung ditendang!

Sekalipun pemain Madrid itu berkualitas namun mereka ini susah diatur. Kalau di luar lapangan ada Florentino Perez, maka di dalam lapangan juga banyak "Florentino Perez-nya." Teranyar adalah sang superstar, Ronaldo, yang baru saja hijrah ke Juventus. Selama ini peran Ronaldo itu melebihi pelatih. Bahkan pelatih sekelas Zidane saja tidak berkutik menghadapi para pemain bintang Madrid ini.

Mungkin hanya Vicente del Bosque (1999-2003) saja yang sukses menanganinya. del Bosque adalah pelatih Los Galacticos yang berisi pemain bintang seperi Iker Casilas, Roberto Carlos, Luis Figo, Zidane, Steve Mc Manaman dan Raul Gonzales. del Bosque mampu mengatur ego para pemain bintang ini untuk bersinergi menghasilkan prestasi dan ketenaran bagi Madrid!

Kalau para pemain sangat menghormati del Bosque, maka sebaliknya dengan Florentino Perez! del Bosque dipecat bukan karena prestasi jeblok, melainkan karena Perez "bosen melihat tampang tua" del Bosque! Rupanya Perez kepincut dengan asisten Fergusson di MU, Carlos Queiroz. Namun Queiroz hanya mampu bertahan selama semusim. Queiroz kemudian dipecat karena prestasinya jeblok!

Solari tentu saja paham betul akan semua "romantisme" ala Madrid ini. Dulu Solari muda bermain sebagai pelapis Mc Manaman dan Figo. Ketika kedua pemain bintang ini pergi, Solari kemudian menjadi pemain inti dalam era Los Galacticos itu. Setelah pensiun sebagai pemain, Solari kemudian beralih profesi menjadi pelatih, dan kemudian melatih di tim Castilla (Real Madrid B)

Solari, Raul dan Zidane, sumber : BigData News
Solari, Raul dan Zidane, sumber : BigData News
Sekali lagi, menjadi pelatih Madrid itu gampang-gampang susah. Secara teknik tidak perlu lagi mengajari para pemain bintang ini, karena itu akan tampak seperti mengajari ikan berenang! Persoalan di Madrid memang lebih banyak ke faktor non teknis. Ketika mood para pemain lagi bagus maka mereka akan bermain menggila. Namun ketika mood-nya jelek, maka permainan Madrid akan berantakan.

Mungkin jalan pikiran pemain itu kira-kira seperti begini, kalau klub bermain buruk maka yang ditegur atau bahkan dipecat itu adalah pelatih. Kalau si-pemain bermain buruk, maka paling apes dia tidak akan diturunkan oleh pelatih. Tapi si-pemain tadi masih bisa menikmati privilege-nya, ketenaran dan setidaknya makan gaji buta! Di Madrid pelatih memang sering dipecat. Tapi kalau pemain rasanya belum pernah...

Jadi kira-kira apa yang akan dilakukan oleh Solari?

Pertama, Solari harus paham bahwa tidak ada jaminan baginya akan terus melatih Madrid ketika musim panas tahun depan tiba. Bahkan kalau serkiranya prestasi Madrid anjlok, maka pemecatannya pun bisa dipercepat. Antonio Conte dan Pochettino adalah nama yang sering dihubungkan dengan Madrid selama ini.

Jadi sebaiknya Solari fokus saja untuk menangani Madrid, dan menikmati keberuntungannya sebagai selebriti baru saat ini tanpa perlu harus repot-repot memikirkan masa depannya. Dengan demikian Solari bisa lebih tenang dalam meramu strategi permainan setiap pekan bagi timnya tanpa harus perlu cari muka kepada orang-orang tertentu sehingga mengganggu konsentrasi pekerjaannya.

Kedua, Solari tentu saja sudah paham situasi di tubuh Madrid. Ketika Lopetegui dipecat dan Madrid masih mencari pelatih tetap, sang kapten (Ramos) langsung mengancam bahwa tidak perlu ada tindakan displin di kamar ganti Madrid. Padahal semua juga tahu kalau masalah utama di Madrid itu adalah masalah indisplin!

Para pemain senior Madrid itu sering bermain seenak udelnya tanpa menghiraukan skema permainan yang sudah disusun oleh pelatih. Mereka ini memang pemain-pemain hebat sehingga merasa tidak perlu lagi untuk diarahkan pelatihnya. Akan tetapi mereka lupa kalau usia sudah mulai menggerogoti kemampuan dan intuisi mereka itu. Sebagian dari mereka ini justru sudah mulai expired!

Sementara itu para pemain muda Madrid mulai menunjukkan taringnya. Di sektor belakang, Solari menurunkan Sergio Reguilon menggantikan Marcelo. Alvaro Odirozola menggantikan Carvajal. Solari lalu menggeser Nacho ke tengah untuk menggantikan Varane. Percobaan Solari ini terbilang sukses. Madrid meraih empat kemenangan telak di semua ajang.

Pemain-pemain muda lainnya adalah Jesus Vallejo, Dani Ceballos, Federico Valverde, Javier Sanchez, Cristo Gonzalez dan calon bintang masa depan, Vinicius Junior. Mereka ini semakin berkembang ketika ditangani Solari di tim Castilla. Ketika Solari memasukkan mereka ke tim utama Madrid, pemain-pemain muda ini juga mampu menyatu dengan pemain senior dan bahkan bisa mencetak gol.

Mungkin masih terlalu dini, akan tetapi Solari bisa berharap kepada tim muda ini, selama mereka "tidak tercemar dengan pemain senior yang sudah tersesat" itu. Mengingat sebagian dari pemain senior itu sudah mulai expired (dan belagu pula) maka tidak ada salahnya kalau Solari meletakkan pemain-pemain muda eks Castilla ini sebagai kerangka utama tim Madrid.

Ketiga, Mengubah skema permainan yang lebih variatif.

Entah mengapa sejak era Ronaldo hadir, pola 4-3-3 itu menjadi skema keramat di Madrid! Dalam situasi bagaimanapun (termasuk ketika tertekan atau laga tandang) Madrid selalu memainkan skema 4-3-3 yang lebih menyerang. Sepertinya skema ini untuk mengakomodasi peran Ronaldo, dan trio BBC (Bale, Benzema dan Cristiano)

Terbukti memang skema ini melambungkan nama Ronaldo secara individu. Tetapi tidak selalu bagi tim! skema 4-3-3 ala Madrid terlalu bergantung kepada trio BBC untuk membongkar sekaligus menjebol pertahanan lawan. Skema ini sangat menguras stamina trio penyerang tadi. Ketika gawang lawan tidak bisa tembus, maka timbullah frustasi.

Keadaan akan semakin memburuk ketika pemain tengah dan belakang juga mulai frustasi dan ikutan memaksa untuk menyerang terus. Lalu Madrid masuk perangkap lawan yang sejak semula memang sengaja bermain defensif, untuk kemudian melakukan serangan balik cepat. Madrid kemudian dibantai seperti ayam sembelihan. El Clasico kemarin adalah salah satu contohnya.

Solari bisa belajar dari Los Galacticos era del Bosque dulu. Serangan Madrid bertumpu pada trio Mc Manaman, Zidane dan Figo, dibantu gelandang "pengangkut air," Claude Makalele. Trio ini memiliki "skill tingkat dewa," kecepatan dan juga visi permainan. Dan yang lebih penting, trio ini mampu mengontrol permainan dengan mengendalikan tempo terutama ketika dalam transisi menyerang ke bertahan dan sebaliknya.

Artinya ketika menyerang, semua tim memang sudah dalam posisi bersiap untuk menyerang! Kalau pelatih zaman now pasti akan menempatkan trio ini menjadi trio penyerang seperti BBC, MNS (Messi, Neymar dan Suarez di Barcelona dulu) atau Firmansah (Firmino, Mane dan Salah di Liverpool) Tetapi tidak dengan del Bosque yang selalu menginginkan kendali permainan lewat tengah!

Oleh del Bosque, tugas utama trio ini adalah untuk membongkar pertahanan lawan dan sekaligus untuk memanjakan duet penyerang Raul Gonzalez dan Fernando Morientes sebagai finisher! Ketika duo penyerang nir gol, barulah trio ini bertugas untuk menjebol gawang lawan baik lewat tendangan keras dari luar kotak penalti maupun lewat aksi penetrasi solo run ke kotak penalti.

Karena sudah menjadi pakem permainan, trio Santiago Solari, Guti dan Savio Bortolini juga dapat memerankan peran trio Mc Manaman, Zidane dan Figo tadi. Skema permainan del Bosque ini memang sangat efisien bagi stamina pemain. Jadi tak ada salahnya kalau Solari mencoba pendekatan ala del Bosque ini.

Jadi Solari itu punya tiga opsi,

Pertama, menegakkan disiplin dengan cara mencadangkan pemain yang tidak bisa ikut dengan skema pelatih. Sebagian dari pemai senior akan terdepak. Resikonya, Solari dipecat!

Kedua, mengikuti/kompromi dengan kemauan para pemain senior seperti yang telah dilakukan oleh Julen Lopetegui. Ketika rapor Madrid kemudian jelek, justru Solari lah orang pertama yang akan dipecat!

Ketiga, Solari bersikap masa bodoh saja, pura-pura bekerja dengan prinsip makan gaji buta. Ketika Solari kemudian dipecat, maka dia akan bisa menerimanya dengan tertawa (karena tidak melakukan apa-apa...)

Ketika kemudian prestasi Madrid menanjak (apalagi Barcelona ketiban sial terus) maka Solari akan tertawa terbahak-bahak karena dia kemudian mendapat segudang pujian (plus bonus tentunya) padahal tidak melakukan apa-apa...

Madrid oh Madrid... jangan-jangan Madrid itu sebenarnya tidak butuh seorang pelatih... Karena presiden juga merangkap pelatih, dan para pemain juga selalu merangkap sebagai pelatih...

Aditya Anggara

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun