Mohon tunggu...
Aditya Anggara
Aditya Anggara Mohon Tunggu... Akuntan - Belajar lewat menulis...

Bio

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Polemik TKA (Tenaga Kerja Asing) Tiongkok

29 April 2018   16:16 Diperbarui: 29 April 2018   16:24 1490
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Tribunnews.com

Polemik masalah TKA (Tenaga Kerja Asing) Tiongkok yang bekerja di Indonesia bukanlah cerita baru lagi. Maraknya investasi Tiongkok dalam bentuk proyek infrastruktur diseluruh Indonesia menjadi pemicu utamanya. Awalnya TKA ini hadir dalam beberapa proyek pembangkit listrik swasta zaman pak SBY-JK dulu.

Sebelumnya pembangkit listrik di Indonesia dikuasai oleh trio Siemens-ABB-Alstom (dulunya GEC-Alsthom). Masuknya Tiongkok dengan konsep "separuh harga" tersebut langsung membuat trio yang disebut tadi tersingkir! Akan tetapi uniknya, perusahaan Tiongkok tersebut datang dengan membawa seluruh personel, mulai dari top manajer hingga tukang masak dan tukang bersih-bersih...

Demikian juga dengan peralatan. Mereka mengusung segala peralatan dari Tiongkok, mulai dari crane canggih hingga linggis, pacul bahkan kemoceng... Sebenarnya bukan hanya perusahaan Tiongkok saja yang begitu. Dulu perusahaan raksasa Korea Selatan dalam satu proyek PLTA di Indonesia mengusung Excavator dan Bulldozer jadul yang perusahaan lokal saja ogah untuk memakainya...

Akan tetapi, mungkin disitulah letak filosofi perusahaan Asia Timur ini (Korea Selatan dan Tiongkok) sehingga mereka bisa mendepak Jepang dari proyek-proyek besar di Asia. Produk Korea dan Tiongkok lebih murah karena mereka bisa memaksimalkan sumber daya yang ada (material, peralatan dan pekerja) untuk dikolaborasikan dengan etos kerja keras khas Asia Timur.

***

Mengapa jumlah TKA-Tiongkok yang datang semakin banyak? Tentu saja banyak sebab proyek infrastruktur di Indonesia lebih banyak investornya dari Tiongkok. Investasi itu meliputi pendanaan proyek, konsultan dan kontraktor. Perusahaan Amerika, Eropa maupun Jepang kini susah untuk mengungguli Tiongkok, terkait harga murah yang ditawarkan oleh Tiongkok.

Pertanyaan serius adalah, mengapa kontraktor Tiongkok membawa "Unskill/Low skill labour" padahal tenaga kerja di Indonesia sangat berlimpah dengan upah yang lebih murah?

Ilustrasinya dapat kita lihat pada sebuah proyek nasional di dalam negeri sendiri.

Suatu kali ada kontraktor dari Jakarta memenangkan tender pekerjaan membangun sebuah PKS (Pabrik Kelapa Sawit) berikut bangunan kantor dan perumahan karyawan di Sumatera. Ini adalah kontrak pekerjaan yang ketiga kalinya di Sumatera. Di Sumatera sendiri banyak PKS dan banyak pekerja (sebagian besar malah Pujakesuma, Putra Jawa kelahiran Sumatera)

Sebelumnya, perusahaan memakai jasa pekerja lokal. Namun kini perusahaan malah memboyong seluruh pekerja berikut tukang masak dari Subang, Jawa Barat, yang jumlahnya mencapai ratusan orang! Tentu saja perusahaan harus mengeluarkan biaya ekstra untuk tiket pesawat, pemondokan dan pinjaman pekerja bagi keluarga yang mereka tinggalkan di Subang.

Padahal kalau memakai pekerja lokal, perusahaan tidak perlu harus menyediakan biaya transportasi dan akomodasi. Artinya perusahaan justru mengeluarkan cost lebih banyak dengan membawa pekerja dari Jawa. Lalu dimana letak benefitnya?

Pertama, sistim dan cara kerja.

Karena jarak proyek cukup jauh dari pemukiman, pekerja lokal baru tiba jam 9.00 pagi. Jam 4.00 sore mereka sudah berhenti bekerja, dan bersiap-siap untuk pulang. Alhasil jam kerja hanya 7 jam saja. Kalau ada hujan, tentu saja jam kerja tersebut berkurang. Pekerja lokal juga tidak mau bekerja lembur karena takut pulang kemalaman.

Pekerja lokal khas Sumatera bekerja lebih cepat tetapi suka terburu-buru dan kurang teliti. Etos kerjanya cenderung malas, tidak perduli dengan lingkungan kerja, dan pekerja lainnya. Pekerja lokal lebih fokus kepada haknya tetapi mengabaikan kewajibannya. Faktor budaya dan bahasa setempat juga mempengaruhi kecepatan kerja.

"Pekerja impor" dari Subang ini adalah teman sekampung dan mungkin saja dari satu RT yang sama! Mereka saling kenal satu sama lain. Satu bahasa, satu budaya, sehingga merasa "feel at home" di negeri orang. Mereka selalu "bekerja sama dan sama-sama bekerja" satu sama lainnya, walaupun bidang pekerjaan mereka berbeda. Artinya mereka mau saling membantu satu sama lain tanpa memperdulikan jasa tenaganya. Akhirnya pekerjaan lebih cepat selesai.

Pekerja impor, jam 7 pagi setelah sarapan langsung beres-beres untuk memulai pekerjaan. "Karena tak kemana-mana," jam 6 sore barulah mereka berhenti bekerja. Tak jarang juga mereka bekerja lembur tanpa biaya lembur. Rata-rata jam bekerja mereka adalah 10 jam/hari.

Kalau pekerja lokal gajian setiap minggu, maka pekerja impor ini gajian sekali 3 bulan, yaitu ketika mereka izin pulang ke kampung selama 1 minggu.

Kedua, konflik sosial.

Dulu perusahaan punya pengalaman tidak enak. Ada beberapa pekerja lokal yang dipecat karena terbukti menjadi maling di proyek. Setelah dipecat, pekerja lokal ini kemudian memprovokasi pekerja lainnya dan warga setempat sehingga menimbulkan konflik sosial. Hal seperti ini jarang terjadi pada pekerja impor. Sekali berbuat curang, maka pekerja tersebut dan keluarganya di kampung akan menanggung malu.

Dari ilustrasi diatas kini kita mengerti kenapa pekerja impor pada akhirnya memiliki keunggulan komparatif daripada pekerja lokal.

***

Bisnis adalah bisnis, dan bisnis tidak mengenal ras! Investor Tiongkok itu kalau boleh memilih, pasti akan mendatangkan Engineer dan pekerja dari Bangladesh karena gajinya lebih murah. Akan tetapi saat ini, business overseas tanpa bantuan pemerintah sendiri adalah mustahil. Demikian juga halnya dengan kontraktor Tiongkok itu. Tanpa bantuan Pemerintah Tiongkok mustahil mereka bisa mendapat proyek di Indonesia!

Dua dekade terahir ini pertumbuhan ekonomi Tiongkok sangat mencengangkan, terutama pada bidang infrastruktur. Pembangunan jalan tol, jembatan, pembangkit listrik dan waduk raksasa membuat ekonomi Tiongkok bertumbuh dengan pesat. Pembangunan di Tiongkok bahkan membuat harga material bangunan diseluruh dunia melonjak naik!

Tetapi itu adalah cerita dulu! Lima tahun terakhir pertumbuhan ekonomi Tiongkok sudah melambat dan kini mulai stagnan. Kini kontraktor, industri peralatan, industri baja dan pabrik semen Tiongkok terancam gulung tikar karena tidak ada lagi orderan proyek dari dalam negeri. Hal ini nantinya akan membuat efek domino, krisis berantai yang akan menyeret dunia perbankan juga.

Lewat BUMN/perusahaan swasta, Pemerintah Tiongkok kemudian berinvestasi ke luar negeri terutama lewat kebijakan bilatreral atau "G to G." Investasi tersebut tentu saja akan membawa kontraktor yang kini "berkewajiban" juga untuk membawa pekerja, peralatan dan material dari Tiongkok. Dengan demikian stabilitas ekonomi Tiongkok tetap terjaga.

Tentu saja investor akan memasukkan "kewajiban" itu sebagai biaya yang akan dikompensasikan kepada Pemerintah Tiongkok kelak. Selain itu investor juga bisa berlindung kepada pemerintah Tiongkok apabila terjadi sesuatu dengan investasi mereka di Indonesia. Jadi dalam hal ini investor memang diuntungkan, karena tanpa dukungan pemerintah, mustahil investorTiongkok mampu bersaing di Indonesia.

Bagi penulis, masalah ini sederhana saja. Apakah masuknya TKA Tiongkok itu sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku? Kalau ya, berarti tidak ada masalah. TKA legal adalah lumrah diseluruh dunia ini. Kita harus menghormatinya, sama halnya seperti harapan kita agar dunia juga mau menghormati jutaan TKI legal kita yang bekerja di seluruh dunia ini.

Kalu TKA Tiongkok itu ilegal, maka sudah menjadi kewajiban aparat yang berwenang (Imigrasi) untuk memulangkan mereka. Sama halnya juga dengan negara lain yang pasti akan memulangkan TKI ilegal kita yang bekerja di negeri mereka.

Jadi melihatnya harus sesederhana itu saja, legal atau tidak. Bukan ganti atau lanjut presiden 2019...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun