Mohon tunggu...
Y. Airy
Y. Airy Mohon Tunggu... Freelance Writer -

Hanya seseorang yang mencintai kata, Meraciknya.... Facebook ; Yalie Airy Twitter ; @itsmejustairy, Blog : duniafiksiyairy.wordpess.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Rahasia Kakek: Di Balik Seragam Orange Kakek

19 Agustus 2016   18:47 Diperbarui: 19 Agustus 2016   18:57 416
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Panas yang terik, matahari seakan membakar kulitku. Tapi ini sudah biasa, setiap hari tubuhku memang terpanggang terik matahari yang semakin membara di setiap tahunnya. Membuat kulitku kian gelap saja.

Ku lirik tubuh renta di sisiku, masih dengan semangat yang dimilikinya. Meski peluh membanjiri sekujur tubuhnya, tapi ia tak pernah mengeluh.

Aduh cape.

Aduh kakiku letih.

Pantang baginya mengeluh pada hidup yang selama ini dijalaninya. Wajah keriputnya selalu memajang senyum. Senyum yang membuatku perih. Awalnya, aku benci dengan apa yang dilakukannya. Karena hal itu membuatku selalu di caci dan olok teman-teman di sekolah. Mereka selalu bilang kalau aku itu bau.

"Semua ini karena kakek, karena pekerjaan kakek. Aku selalu di hina teman-teman kalau aku ini bau sampah!"

Aku hampir tidak memiliki teman, selain beberapa anak yang bernasib sama denganku. Mereka pun tidak bersekolah. Karena penghasilan setiap bulan tidak mencukupi, bahkan kurang untuk sehari-hari. Setidaknya, sebenarnya aku beruntung karena kakek tak membiarkanku sampai putus sekolah. Ia ingin aku bisa bersekolah. Tapi entah sampai kapan?

Aku hanya memiliki kakek di dunia ini, tubuhnya sudah renta. Aku tidak tahu sampai kapan ia bisa terus di sampingku! Membiayaiku sekolah, jika suatu saat kakek tiada, aku pasti akan terlunta. Di usir dari rumah reot kami, menjadi gelandangan. Dan tentu, juga terusir dari bangku sekolah. Terkadang, aku justru menginginkannya. Aku ingin berpisah dari kakek, mungkin aku akan masuk panti asuhan dan berharap di adopsi oleh orang kaya yang akan membuatku tak di caci lagi. Hal itu sering muncul di benakku.

Orangtuaku meninggal 10 tahun yang lalu, saat itu usiaku baru 4 tahun. Ayah bekerja di sebuah perusahaan swasta walaupun hanya sebagai staf biasa, ibu membantu keuangan dengan berjualan kue di pasar. Suatu hari mereka hendak pergi kondangan ke pernikahan teman kerja ayah. Dan mereka tak pernah kembali dengan utuh, mereka pulang dengan di gotong beberapa orang. Terbujur kaku. Sejak itu, kakek harus berjuang sendiri membiayai hidup kami. Dan inilah pekerjaan yang bisa kakek lalukan di usianya yang mulai senja. Menjadi tukang sampah, mengangkat setiap sampah yang menggunung di tong-tong sampah rumah penduduk.

Aku benci itu. Kenapa kakek hanya bisa menjadi tukang sampah? Meski kakek selalu berkata, bahwa mengangkat sampah dari rumah-rumah penduduk itu pekerjaan mulia.

Mulia apanya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun