Mohon tunggu...
May Lee
May Lee Mohon Tunggu... Guru - Just an ordinary woman who loves to write

Just an ordinary woman who loves to write

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[Novel] I'm (Not) Allow to Love You [36]

2 Agustus 2020   13:52 Diperbarui: 2 Agustus 2020   13:47 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Siapkan pemutar musik kamu, cari lagunya dan dengarkan sementara kamu membaca bagian cerita dari novel ini.

Song list:

  • IOI -- Downpour
  • WANNA ONE -- Home
  • WANNA ONE -- I.P.U Confession Version
  • Henry -- It's You
  • NU'EST -- Love Without Love
  • YookSungjae -- Loving You Again
  • DGNA -- Lucky Man
  • Yoo Seonho -- Maybe Spring
  • STRAY KIDS -- Neverending Story
  • Eric Nam & CHEEZE -- Perhaps Love

"...ngunlah, Choeun."

Siapa itu yang menangis dan menggenggam tanganku? Kepalaku pusing, tubuhku lelah dan beberapa bagian tubuhku terasa sakit. Aku tak punya tenaga untuk bergerak, bahkan membuka matakupun sulit. Apa yang terjadi padaku?

"CHOEUN! CHOEUN KAU SUDAH BANGUN!"

Ternyata Eunyul eonni-lah yang sejak tadi menangis, wajahnya bersimbah air mata. Aku terbaring di ranjang dan ada selang infuse menancap di pergelangan tanganku. Dan langit-langit di atas berwarna putih. Aku pasti di rumah sakit.

"Eonni... Chungdae..."

Setidaknya aku masih bisa bicara. Aku teringat segalanya dan seketika bayangan Chungdae yang bersimbah darah memenuhi benakku. Tubuhku mulai gemetar lagi.

"Choeun. Tenanglah. Dengarkan aku."

"Dimana Chungdae? Aku ingin melihatnya."

"Chungdae..."

MIN DONGHYUN'S POV

"Selamat malam!"

Pintu kamarku menjeblak terbuka dan seketika Joonki hyong, Yeowoo noona, Hyeil hyong, Chinye dan Youngkyong masuk ke kamarku. Dongsun hyong menyusul paling belakang. Untuk sementara aku tidur di kamar yang dulunya ditempati Choeun noona. Joonki hyong dan Hyeil hyong tampak sehat, tapi ada luka bekas perkelahian di wajah Yeowoo noona (ada strip penyembuh luka tertempel di pipinya) dan bagian pelipis Dongsun hyong masih agak kebiruan. Sudah dua hari sejak terjadi kekacauan itu dan aku lega kami bisa berada disini sekarang.

"Kau sudah sehat belum?" tanya Youngkyong sambil duduk di ranjangku.

"Rusukku masih sakit jadi aku tak boleh banyak bergerak."

"Kau keren sekali malam itu, Donghyun," puji Yeowoo noona.

"Tidak sekeren noona."

"Oh ya mumpung semuanya berkumpul disini, aku mau menyampaikan suatu ide," ujar Dongsun hyong.

"Apa itu? Sesuatu yang seru?" tanya Joonki hyong bersemangat, "petualangan lagi?"

"Kalau kita mau berpetualang tinggalkan saja Joonki. Dia tidak berguna," cela Yeowoo noona.

"Kau tega sekali..."

"Bukan itu maksudku. Aku berpikir untuk membuat petisi," hardik Dongsun hyong.

"Petisi apa?" tanya Hyeil hyong.

"Peraturan sekolah tentang kita tak boleh berpacaran kuno sekali. Bagaimana kalau kita minta peraturannya diganti?"

"Kau mau pacaran? Dengan siapa hyong?" tanyaku bingung.

"Tidak, bukan aku! Aku hanya berpikir peraturan itu tidak relevan lagi di zaman sekarang."

"Bagaimana kalau kita tambahkan petisi murid dan guru boleh berpacaran?" usul Chinye.

"Itu agak sulit tapi kita boleh coba. Hyeil hyong bisa membantu?"

"Membuat petisinya dan menyebarkannya?" tanya Hyeil hyong, "pinjam laptopmu."

Hyeil hyong langsung menuju mejaku untuk mengambil laptopku.

"Kurasa petisi ini harus diberi dua tandatangan karena bisa jadi seseorang setuju peraturan dihapuskan tapi tak menyetujui hubungan guru dan murid."

"Padahal kita hanya ingin membantu Chungdae oppa dan miss Baek," gumam Youngkyong.

Youngkyong terlihat lebih bisa menerima situasi sekarang dan ini untuk pertama kalinya kami menyebut nama Chungdae hyong.

"Sudah kusebar ke semua email murid di sekolah," lapor Hyeil hyong.

"Oppa, sudah berpikir mau lanjut kemana setelah SMA? Oppa terlalu pintar," keluh Yeowoo noona.

"Aku sudah dapat beasiswa penuh di KAIST dua bulan yang lalu."

"WOW GILA!" seru Joonki hyong membahana, menjatuhkan bantal yang dipegangnya.

"Tapi masih ada beasiswa dari universitas lain juga, jadi aku punya banyak pilihan..."

***

Aku berlarian di sepanjang koridor rumah sakit. Ada banyak rasa perih di badanku tapi aku tak peduli apapun lagi. Bahkan kucabut infus di tanganku karena aku perlu bergerak cepat. Tenagaku sudah kembali, kata Eunyul eonni itu karena aku makan banyak dan lahap. Kudorong pintu terbuka dan merasa malu sedetik sesudahnya, karena orangtua Chungdae dan noonanya duduk di sekitar ranjangnya.

"Oh... maaf..."

"Oh tidak, kami sudah selesai," hardik Heo Junsuk-ssi, appa Chungdae sambil tersenyum kepadaku.

"Kami akan kembali lagi nanti," ujar Lee Juhee-ssi, eomma Chungdae sambil mengelus pelan kepala Chungdae.

"Miss sudah merasa baikan?" tanya Heo Yeri, noona Chungdae sambil mendekatiku.

"Ya, aku sudah bertenaga lagi," jawabku sambil tertawa gugup.

"Silakan berbicara sepuas kalian oke?" ujar Heo Junsuk-ssi.

Aku menunggu hingga mereka keluar kamar. Chungdae duduk di ranjangnya, selang infuse tertusuk di tangannya, banyak luka di wajah tampannya yang sedang diobati, tapi dia tersenyum lebar. Aku merindukan senyumnya.

"Noona."

Dan aku merindukan segalanya tentang dia. Aku berlari dan menjatuhkan diriku untuk memeluknya erat diiringi teriakan bahagiaku.

"Ouch noona, tolong perlakukan aku dengan lembut. Aku masih kesakitan."

"Uh maaf..." aku melepas pelukanku perlahan.

Dia mengelus pipiku lembut dengan punggung jarinya, "syukurlah noona. Aku berhasil melindungimu."

"Kau gila, kau membuatku khawatir."

"Dan aku akan melakukan apapun supaya tak ada yang menyentuhmu, noona."

Aku duduk di kursi di samping ranjangnya dan menggenggam tangannya erat.

"Tapi semuanya sudah berakhir kan?"

"Harusnya?" Chungdae tertawa, "aku tidak tau apa yang terjadi. Tolong ceritakan padaku."

"Sebenarnya aku juga pingsan selama lima jam, kalau menurut Eunyul eonni."

"Hitungan jam masih lebih baik daripada aku, noona. Aku merindukanmu bahkan pada saat aku koma."

"Enam hari. Berhenti bercanda," hardikku, "kukira kau tak akan bangun lagi setelah operasi dan segalanya itu..."

"Mana mungkin aku tak mau bangun, aku ingin melihatmu lagi."

Dia tersenyum lagi dan aku mengenyahkan keinginan kuat untuk menciumnya.

 "Eunyul eonni menceritakan segalanya padaku dan aku mengkombinasikannya dengan cerita Dongsun."

"Jadi beritau aku," pinta Chungdae sambil bersandar dengan santai di bantalnya, "sejenis dongeng tidurnya."

Aku tertawa sebelum mulai bercerita padanya.

"Eunyul eonni datang bersama rombongan polisi hanya 15 menit setelah Dongsun meneleponnya. Saat itu semua penjahat yang di luar gudang sudah dilumpuhkan Yeowoo dan Dongsun. Oh ya Hyeil dan Youngkyong juga bertarung."

"Itu mengejutkan!"

"Youngkyong memakai panci katanya. Hyeil juga bertarung cukup baik. Lalu mereka masuk dan menolong Donghyun. Dongsun mengamuk karena Donghyun terancam, saat itu Donghyun sudah terluka cukup parah. Kudengar dia sudah sembuh sekarang."

"Tolong beritau mereka kalau aku sudah bangun, noona."

"Sudah kuberitau. Mereka pasti akan datang sebentar lagi. Dan melanjutkan cerita tadi, lalu polisi masuk ke ruangan kita ketika aku pingsan. Hasu tidak mau menyerah jadi polisi menembak kakinya."

"Maafkan aku noona, karena aku tidak kuat, dia menyentuhmu."

"Bicara apa kau ini. Kau sudah nyaris mati," hardikku, "kau membuatku menangis selama tiga hari penuh."

Bayangan Chungdae yang bersimbah darah membuatku bergidik ngeri.

"Maafkan aku. Aku akan menjadi lebih kuat untuk noona dan aku tidak akan pernah membiarkan noona menangis karena aku lagi."

Kami saling bertatapan dan aku bersyukur lagi karena aku bisa melihatnya lagi.

"Jangan pergi dari sisiku lagi. Aku bisa gila kalau noona lakukan itu."

Aku mengangguk dan dia menarikku mendekat, memelukku lembut. Benar, aku tak akan berpisah darimu lagi Chungdae, apapun itu alasannya. Kurasakan kecupannya di puncak kepalaku.

"Saranghaeyo, Baek Choeun," bisik Chungdae lembut.

Aku menatap matanya dengan perasaan bahagia yang tidak terkatakan sebelum dia mencium bibirku lembut.

I remember the day we first met

The shy smiles and the spilling sunlight

I knew, just by looking into your eyes

That we are one, that we are one

You are me

Whenever you smile, whenever you struggle

I'll always protect you, for you

I can even jump across time to go to you

I believe I believe

Even if the world changes, I won't change

Will you promise me?

In this beautiful place

All of the memories of loving you

Will become a story that never ends and shine

Never say goodbye

Never say goodbye, because you and I are one

Because we will walk in the same dream

Please just smile next to me like you are now

Farther than tomorrow, longer than forever

I love you

The words I love you might be a bit typical

But I can't save those words

Because I love you more than anything in the world

I'm waiting for a tomorrow

That I will live for you

All day, making a story that won't ever end

The ending is like the title

Please just smile next to me like you are now

Farther than tomorrow, longer than forever
My love

(STRAY KIDS -- Neverending Story )

"KAMI DA... OOPS!"

"Joonki bodoh! Kan sudah kusuruh kau ketuk dulu pintunya!"

Aku menghentikan ciuman kami lalu berusaha menjauh tapi Chungdae merangkulku. Kami semua menatap ke arah pintu sekarang. Joonki-lah yang baru saja membuat pintu menjeblak terbuka dan Yeowoo mengomelinya, lalu berturut-turut muncullah Chinye, Youngkyong, Dongsun, Hyeil dan Donghyun. Mereka semua tersenyum, beberapa senyum tulus, beberapa senyum malu-malu.

"Sudah, tak apa. Kalian mau nonton live?" tanya Chungdae lalu menarikku mendekat lagi.

"HEO CHUNGDAE, KAU MAU MATI?"

"OUCH! NOONA, SAKIT!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun