Mohon tunggu...
May Lee
May Lee Mohon Tunggu... Guru - Just an ordinary woman who loves to write

Just an ordinary woman who loves to write

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Novel | No Other, The Story [38/55]

15 Maret 2020   17:47 Diperbarui: 15 Maret 2020   17:55 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

MEIFEN'S DIARY

CHAPTER 38

YOUR EYES

Semua pekerjaan kami berantakan, kami jelas tidak berkonsentrasi pada apa saja yang kami kerjakan. Setiap hari, bahkan tiap beberapa jam sekali, pasti ada cowok-cowok yang keluar masuk apartemen kami untuk saling bertukar informasi. Jejak Yifang belum ditemukan. Xili, Shindong, Heechul, mereka sudah berkesimpulan Yifang diculik atau segala macamnya. Aku sih berharap tidak, tapi... kalau begitu, dia bisa kemana?

"Meifen..."

Aku merasakan Siwon membelai rambutku lembut. Aku baru tersadar sebenarnya sekarang sedang memasak, dan bisa-bisa masakanku gosong. Siwon sering ke apartemen kami juga, meski dia kerja, kalau dia merasa tak terlalu perlu mengerjakan sesuatu di kantornya, dia akan kesini, terutama kalau aku tak ke resto.

"Hehe... oppa..." kataku.

"Jangan khawatirkan Yifang. Aku yakin polisi akan menemukan jejaknya. Aku kenal salah satu inspektur, aku sudah minta dia sendiri untuk turun tangan. Dia sudah mengerahkan tim detektif juga, jadi kau jangan khawatir," ucap Siwon.

"Iya, aku berharap dia cepat ditemukan. Rasanya aneh sekali dia bisa menghilang begitu tiba-tiba. Ng... nih, oppa mau makan kan?"

"Ne, gomawo."

Siwon menerima sepiring kimchi serbuk kari dari tanganku dan mengecup keningku sebagai ucapan terima kasih. Jujur saja, aku merasa senang sekali bisa berhubungan dengannya. Selama kami berpacaran, kami tak pernah sekalipun bertengkar. Hubungan kami berbeda dengan Manshi dan Shindong yang setiap hari, sampai sekarang, masih juga sering ribut. Tapi entah kenapa, justru karena itu mereka sebenarnya makin saling mencintai. Aku Cuma agak prihatin pada keadaan YeWook, Yesung dan Ryeowook. Yesung terlihat sudah nyaris gila, dia menolak tampil di acara sebisa mungkin, kalau Ryeowook masih sering menghilang, meski dia kembali pada malam hari. Para staff di tempat Yifang syuting juga panic bukan kepalang, mereka kehilangan salah satu pemeran penting mereka, padahal Yifang sudah syuting belasan adegan, dan si produser ngotot tak mau menggantinya. Kenapa semua kerjaan bisa jadi begini? Ponsel tak bisa dihubungi, Twitter tanpa aktivitas, chat-pun tak menyala. Seperti menghilang tiba-tiba dari dunia ini. Aku bergidik. Tidak mungkin. Siapa yang ingin membunuhnya? Yifang tak pernah punya musuh... kecuali... kecuali... fans Yesung yang mengamuk? Tapi mereka tak mungkin melakukan hal yang ekstrim begitu, kan?

"Yoboseyo, Siwon oppa. Apa? Tidak bisa menjemput? Ah, gwaenchana, oppa, aku bisa pulang sendiri kok. Aku akan naik taksi saja kalau begitu. Em, kalau sudah sampai apartemen aku kabari. Bye," ujarku pada ponselku.

Sudah jam 12 malam sekarang, dan aku baru saja selesai bekerja di resto. Biasanya sih Siwon akan menjemputku, tapi dia harus lembur hari ini, ada rapat penting. Tidak apalah, aku tidak manja kok. Aku berdiri di tepian jalanan, menunggu taksi yang lewat. Dan pada saat itu, sebuah mobil Honda berwarna hitam mengkilat, berhenti di depanku. Setauku ini bukan mobil salah satu dari teman kami kan? Kecuali ada yang membeli mobil baru? Dan kaca jendela di depan terbuka, ada seorang pria yang memakai kacamata hitam, berpakaian jas rapi. Heh?

"Kau, Qian Meifen?" tanyanya, nada bicaranya aneh.

"Kalau iya memangnya kenapa?"

Tapi seketika dari pintu belakang keluar tiga orang pria yang berpenampilan sama dengannya, langsung memegangi kedua tanganku.

"A... apa-apaan kalian?"

Dan mereka membekap mulutku, menarikku masuk ke dalam mobil. Kami berdesakan di dalam mobil itu, berempat di kursi belakang. Aku memberontak sekuat tenaga dan berusaha berteriak, tapi mereka cukup pintar untuk memegangi kaki, tangan dan mulutku masih dibekap. Aku mau dibawa kemana?

"Tenanglah, nona, kalau kau bekerjasama dengan kami, kami tak akan menyakitimu."

Bekerjasama? Siapa yang ingin bekerjasama kalau aku diculik seperti ini? Air mata mulai menetes dari mataku. Aku takut... Siwon... Siwon aku takut... tolong... tolong aku... dan aku baru menyadari kalau mobil ini akhirnya berhenti, ke satu tempat yang kukenal. Hotel Beyond. Apa? Kenapa kesini? Mereka membuka pintu dan mendorongku keluar. Seketika, ada tambahan enam pria yang mengelilingiku. Mereka tak lagi membekapku dan segala macamnya, tapi mengurungku.

"Tolong!!!" teriakku kencang.

Tapi kutau usahaku pasti sia-sia. Halaman hotel terlihat kosong, dan petugas hotel tampak acuh tak acuh.

"Nona, di sebelah sini," ucap si supir, mengarahkan tangannya ke depan.

"Apa maunya kalian sih?"

"Ikutlah, maka Anda akan tau. Kami tak akan menyakiti Anda."

Aneh sekali, tapi aku tak boleh menangis sekarang. Mereka tak menyakitiku, ingin aku mengikuti mereka? Baiklah, mari kita lihat apa maunya mereka sebenarnya. Aku digiring masuk ke hotel, masuk lift menuju lantai empat, lalu memasuki sebuah ruangan yang sepertinya ballroom. Hotel ini terlalu besar, aku takut aku tak lagi ingat bagaimana caranya kembali ke lantai satu. Aku berjalan di dalam ballroom yang indah itu, dan melihat ada sosok pria yang duduk di satu-satunya meja bundar yang ada di ballroom itu. Aku mengenalinya. Dia Mr. Choi dewasa, appa-nya Siwon. Ada apa ini sebenarnya? Seorang pria yang berjalan bersamaku tadi mendekatinya dan membungkukkan badannya.

"Tuan, kami sudah membawanya."

"Aku sudah melihatnya. Kalian keluar saja," ujar Mr. Choi, suaranya terdengar dingin dan berwibawa.

Semua pria di sampingku pergi, hanya tersisa aku, Mr. Choi dan dua pria di belakangnya yang berdiri seperti patung. Apa dia punya organisasi hitam, si Mr. Choi ini? Seperti mafia? Aku jadi bergidik.

"Qian Meifen... aku tak ingin banyak berbasa-basi denganmu. Aku tau kau siapa. Kau adalah gadis yang nyaris mengorbankan nyawamu untuk anakku. Aku berterimakasih untuk semua itu."

"Oh, tidak. Anda tak perlu berterimakasih. Sudah kewajibanku menolongnya, karena kami semua bersahabat," ucapku, berusaha meningkatkan wibawa dalam suaraku.

"Tapi kudengar hubungan kalian sudah lebih dari sahabat. Kalau kau ingin Siwon membalas budimu, kau tidak perlu memaksanya untuk mencintaimu begitu."

"Apa? Memaksa Siwon untuk mencintaiku? Mianhamnida, tapi aku tidak memaksanya, dia sendiri yang jatuh cinta padaku."

"Siwon kami jatuh cinta padamu? Kau pikir kau siapa dan Siwon siapa? Dia tidak akan jatuh cinta pada gadis biasa sepertimu," ucap Mr. Choi, masih dengan nada bicaranya yang dingin.

"Tapi itu memang kenyataan. Kenapa Anda tidak bertanya saja padanya?"

"Siwon sudah kami jodohkan, dan kau pergilah menjauh darinya. Kalau kau menginginkan bentuk balas budi, aku akan memberikan yang lain untukmu."

Serasa ada petir yang menyambarku sekarang. Siwon, sudah dijodohkan? Bagaimana mungkin dia membohongiku? Dia bilang dia tidak punya pacar. Dia bilang dia hanya mencintaiku. Jadi dia hanya ingin mempermainkanku?

"Disini ada surat kepemilikan sebuah gedung apartemen, ini kunci mobil, dan uang dalam koper ini, semuanya untukmu. Pergilah dari hidup Siwon."

Aku mendekati mejanya. Benar, di meja itu, ada surat kepemilikan apartemen, lengkap dengan namaku, hanya kurang tandatanganku saja. Ada sebuah kunci mobil Ford, dan koper besar, yang aku yakini berisi penuh uang Won. Aku menyunggingkan senyumku, merasa miris. Aku membuka koper itu, dan uang Won itu, aku tak pernah melihat jumlah sebanyak itu dalam hidupku, bahkan uang RMB sekalipun.

"Kau menginginkan uang, kan? Jangan mengikat Siwon, tapi ambillah semua itu. Aku tau kalian kesulitan keuangan dan segala macamnya," ujar Mr. Choi, tepat sasaran.

Aku mengambil uang-uang itu dengan kedua tanganku, uang itu masih baru. Aku menggenggamnya erat.

"Mr. Choi, Anda benar, kami kesulitan uang. Tapi aku dan ketiga temanku tidak akan membiarkan kami selalu dalam keadaan begini. Kami semua tengah berusaha, dan sebentar lagi kami akan lolos dari kesulitan ini. Yang perlu Anda tau, kami bukan pengemis. Dan satu hal juga yang perlu Anda tau, aku bukan mendekati Siwon oppa karena menginginkan uangnya, tapi karena aku mencintainya apa adanya!"

"Kau pikir apa yang kau miliki hingga kau merasa pantas untuk seorang Choi Siwon? Bisakah kau membantunya mengurus perusahaan? Dia adalah harapan keluarga Choi, dan hanya dengan pernikahan yang tepatlah, perusahaan Choi akan terus maju!"

Aku merasa marah, sangat marah. Tapi dia benar... apa aku pantas untuk Siwon? Kenapa aku tak pernah memikirkan ini sebelumnya?

"Ambillah semua ini dan pergilah," kata Mr. Choi dengan tenangnya.

"ANDA SALAH, AKU TIDAK MEMBUTUHKAN SEMUA INI! AKU BUKAN PENGEMIS!"

Kulempar lembaran uang Won itu ke wajahnya, lalu kujatuhkan semua barang yang ada di meja itu. Aku berbalik pergi setelahnya.

"Tuan... apa perlu kami kejar..." kudengar bawahannya meminta instruksi sang tuan.

"Tidak perlu. Kalau dia pintar, dia tau apa yang harusnya dilakukan," kata Mr. Choi.

Sial!!! SIAL! Kenapa semuanya bisa jadi begini? Aku keluar dari hotel, mencari taksi dan pulang ke apartemen. Aku... hanya gadis biasa, mana bisa membantu Siwon mengurus perusahaan? Aku bahkan hanya kuliah di jurusan piano, aku tak mengerti apa-apa. Apartemen sudah sepi, dan aku langsung berlarian ke kamarku. Harapan keluarga Choi, seorang Choi Siwon... pernikahan yang tepat, perusahaan akan maju... aku membanting tubuhku ke ranjang. Aku... mengikat Siwon? Pergi dari hidup Siwon? Siwon sudah dijodohkan? Bayangannya saat berkeliaran di kamarku terbayang di benakku. Senyumnya, perhatiannya, kelembutan sekaligus kesombongannya, tapi dia peduli, tapi dia begitu penyayang, tapi dia begitu tampan... begitu sempurna... dan kehangatannya, sentuhannya... ciumannya... Choi Siwon dan... Qian Meifen... apa yang sebenarnya kupikirkan? Aku... tidak... aku tidak bisa. Siwon... apa yang harus kulakukan? Harusnya tadi kuambil saja semua yang ditawarkannya itu, sehingga Yifang tak akan membanting tulang begitu lagi? Yifang, andai kau disini... aku bisa bertanya padamu apa yang harus kulakukan... dan tanpa kusadari, aku tertidur. Dan aku bermimpi buruk... semuanya meninggalkanku, Yifang, Siwon... aku sendirian. Hanya sendirian.

Pagi harinya. Aku, Xili dan Manshi duduk di meja makan untuk sarapan, tapi nyawa kami sepertinya semua tidak disini. Aku masih memikirkan mimpiku, Manshi dan Xili juga sedang termenung. Suasana memang terasa berbeda tanpa Yifang. Bel pintu kami berbunyi, tapi tak ada di antara kami yang mau bergerak membuka pintu itu. Tapi orang di depan tampaknya menekan bel pintu dengan tak sabar.

Manshi akhirnya bangkit, "ya~ ya~ sabar... siapa?"

"Cepat buka pintunya kalian! Ini Kangin dan Hae!" teriak Kangin, aku tau suaranya.

Mendengar nama Donghae disebut, Xili sedikit tersentak, tapi dia tidak bergerak lagi setelah itu. Aku heran... pasti terjadi sesuatu pada Xili dan Donghae. Mereka belakangan jarang terlihat bersama. Atau karena Donghae sibuk?

"Mana yang lain?"

"Kami sedang sarapan di belakang."

Dan sosok Manshi, Donghae dan Kangin memasuki dapur.

"Jejak Yifang sudah ditemukan," lapor Donghae, "dia keluar dari bandara Incheon tanggal 30 Maret jam 6 pagi."

"APA?" Tanya kami kompak.

"Ya. pesawatnya menuju Guangzhou," ucap Kangin.

"Tunggu. Bagaimana mungkin Yifang pulang tiba-tiba tanpa mengabari kita?" tanyaku heran.

"CCTV di bandara menunjukkan dia pergi dengan sepasang orangtua. Data di airport juga menunjukkan nama mereka... mereka pasti orangtua Yifang."

"Kalau begitu mereka tidak akan ke Guangzhou. Mereka hanya mampir. Mereka akan pulang ke Foshan, ke kampung Yifang onnie," ujar Xili.

Donghae mengerutkan dahinya, "mungkin kita melupakan beberapa kemungkinan. Apakah mungkin... kedua orangtua Yifang memaksanya untuk pulang?"

Aku sibuk berpikir. Memaksanya untuk pulang? Tapi kenapa?

"Darimana orangtua Yifang tau dia di Seoul, atau dimana dia berada saat itu, padahal dia sedang di lokasi syuting?" Tanya Manshi heran.

"Tunggu!" kata Xili.

Xili pergi entah kemana, mungkin ke kamarnya.

"Kalau soal Yifang berada dimana, sepertinya tidak sulit bagi orangtuanya tau, Manshi. Yifang sekarang sudah punya segelintir fans, jadi orangtuanya bisa mencari tau posisinya di Seoul," jawab Kangin.

Xili kembali sejurus kemudian sambil memegang ponselnya.

"Ternyata begitu. Orangtua Yifang onnie rupanya datang dadakan ke Guangzhou untuk mengunjunginya di apartemen, tapi dia tak ada. Jadi mereka mengunjungi kedua orangtuaku, seingatku Yifang onnie pernah memberikan alamat dan nomor kontak orangtuaku," jelas Xili, "dan dengan lugasnya orangtuaku bercerita tentang Yifang onnie. Mereka juga bilang Yifang onnie bekerja sebagai artis, announcer, sampai berpacaran dengan Yesung oppa. Mungkin saja... setelah itu mereka kesini."

"Tapi kenapa memaksa Yifang pulang? Kesalahan apa yang dilakukan Yifang?" Tanya Manshi, menggaruk-garuk kepalanya.

"Ada beberapa kemungkinan. Pertama, mereka tak mau Yifang hidup di Seoul, yang kedua, mereka tak suka profesi Yifang, atau yang ketiga, mereka tak mau Yifang pacaran dengan Yesung hyung," prediksi Kangin.

"Tapi harusnya tidak masalah, kan? Apa salahnya Yifang hidup di Seoul selama dia berkecukupan? Apa salahnya Yifang begitu terkenal? Dan Yesung oppa! Dia salah satu menantu yang paling diinginkan oleh para orangtua di Korea!" protesku, "itu aneh sekali!"

"Sekarang tak ada gunanya kita memprediksi. Menurutku, satu-satunya cara adalah... Xili, apa kau tau dimana alamat rumah Yifang yang di Foshan?" Tanya Donghae.

"Tidak, oppa, aku tidak pernah ke kampungnya, dan Yifang onnie tidak pernah memberitauku secara detail," jawab Xili.

"Ah, Hae, kau benar. Hanya itu satu-satunya jalan. Kita jemput Yifang, begitu maksudmu?" Tanya Kangin.

"Ide brilian! Bukan menjemput, tapi menculiknya kembali!" ucap Manshi.

"Benar juga! Kalau dipikir-pikir... pasti ada unsur yang tidak menyenangkan dari ditariknya kembali Yifang. Kalau memang Yifang rela pulang, dia pasti memberitau kita, atau kalau tidak, dia pasti bisa online atau segala macamnya, tapi dia seolah menghilang. Yifang pasti tidak mau dia pulang seperti itu."

"Iya. kita culik kembali Yifang, baru kita tanyai dia disini."

"Kalau begitu hyung, pergi menjemput Yifang," putus Donghae.

"Lho, kenapa aku?" Tanya Kangin.

"Siapa lagi... coba lihat, jadwal KRYSD membengkak sampai aku tidak punya waktu tidur lebih dari 2 jam sehari belakangan ini. Hanya hyung yang cocok untuk misi ini."

Aku melihat Kangin tampaknya kurang setuju dengan usul ini.

"Bagaimana kalau aku yang pergi?" aku menawarkan diri.

"Tidak... bagaimana kalau orangtua Yifang membuatmu kesulitan, Meifen? Tak bisa. Kangin hyung sangat cocok."

"Baiklah... aku akan pergi secepatnya. Xili, beritau aku bagaimana mencapai Foshan dari Guangzhou," ujar Kangin setuju.

Akhirnya kami berdiskusi tentang perjalanan Kangin, soalnya Kangin tidak pernah ke China. Baguslah kalau memang Yifang sudah ditemukan, setidaknya... satu masalah sudah selesai. Tinggal aku sekarang... dan Siwon...

Oppa, apa kau sibuk? Bisakah kita bertemu saat jam makan siang nanti? Ada yang ingin kubicarakan.

Aku menunggu balasan dari Siwon. Aku tau apa yang harus kulakukan.

Bisa. Aku akan ke resto jam makan siang nanti. Sampai ketemu.

Aku berusaha berkonsentrasi penuh pada pekerjaanku hari itu. Tapi melihat Hangeng, otomatis aku tak bisa terlalu berkonsentrasi lagi. Hangeng masih begitu, sudah hampir sebulan murung seperti itu. Aku sudah mendengar cerita dari Yifang, katanya Hangeng benar-benar terlihat kecewa ketika tau Xili tak jadi menemuinya pada White Day kemarin, apalagi setelah itu berita Xili berpacaran dengan Donghae juga diketahuinya. Kasihan. Ketika resto agak sepi, aku menemuinya di dapur.

"Oppa, sudah ada kabar dari Yifang," laporku, menepuk bahunya.

"Oh ya? Dia dimana? Apa yang dia lakukan?" Tanya Hangeng padaku, kedengarannya dia peduli dan khawatir.

"Bukan kabar yang seperti itu sih. Ini hasil penyelidikan polisi. Dia dijemput pulang ke Guangzhou pada tanggal 30 Maret, keluar dari Incheon Airport jam 6 pagi. Lalu kata Xili, orangtua Yifang menemui mereka saat tak menemukan Yifang di Guangzhou. Mereka menceritakan apa yang dilakukan Yifang di Seoul."

Hangeng tampak memikirkan segala detail cerita yang kusampaikan.

"Hmm... benar juga kalau kita perlu mengambil Yifang kembali kesini. Sayang aku tak mungkin meninggalkan resto sekarang, setelah mama dan baba tak disini."

"Oppa tidak perlu khawatir, Donghae oppa sudah menyuruh Kangin oppa yang melakukannya. Yah, kalau dipikir-pikir Kangin oppa yang kuat tentu bisa melakukannya, kan?"

"Benar juga sih. Ayo kita berharap Yifang bisa kembali secepatnya."

"Hangeng hyung, annyeong," sapa Siwon.

Aku melihat sosoknya di ambang pintu dapur, tinggi, tegap dan sempurna. Dia tersenyum pada Hangeng dan padaku. Hangeng balas menyapanya dan aku tersenyum padanya.

"Yifang sudah ditemukan," kata Hangeng, langsung menyebarkan berita yang baru kusampaikan.

Kami duduk di salah satu meja di depan dan mendiskusikan semuanya. Siwon percaya pada teori Kangin tentang unsur penculikan oleh orangtua Yifang terhadap Yifang.

"Semuanya akan jelas kalau dia sudah kembali pada kita dan menceritakan segalanya."

"Ya, benar, oppa," ujarku setuju, "oh ya, Hangeng oppa, aku bisa keluar sebentar? Aku ingin bicara pada Siwon oppa."

Hangeng mengangguk, "boleh saja."

Siwon mengikutiku berjalan menuju taman tempat dia menghiburku pertama kalinya juga tempat kami mengungkapkan perasaan cinta. Aku menghela nafas. Rasanya... waktu itu sudah berlalu lama sekali. Aku duduk di bangku tamannya, dan Siwon duduk di sampingku. Dia menggenggam tanganku, tersenyum padaku, lalu dengan tangan yang lainnya dia menarik kepalaku untuk bersandar di dadanya yang bidang, lalu merangkulku. Aku bisa merasakan kehangatannya, bisa mencium bau parfumnya dan mendengar detak jantungnya. Siwon... Siwon-ku...

"Meifen, kenapa? Kenapa kau diam sekali hari ini? Apa hal penting yang mau kau bicarakan?" tanyanya tanpa henti.

Aku menghela nafas panjang.

"Oppa... aku ingin kita putus."

Dan aku merasakan dia mengejang. Dia mendorongku bangkit, tapi masih menggenggam tanganku.

"Apa katamu?"

"Aku ingin kita putus."

"Kenapa?"

"Karena... karena aku tidak mencintai oppa. Oppa... tidak berhasil membuatku jatuh cinta padamu. Masih ingat perjanjian kita tentang batas waktu untuk membuatku jatuh cinta pada oppa? Dan oppa tidak berhasil," jawabku, "sesuai perjanjian, oppa harus pergi dari hidupku."

"Tidak mungkin. Kau mencintaiku, aku bisa melihat itu. Kau lembut padaku, kau memperhatikanku, dan kau membalas ciumanku."

Sekarang dia melepas genggaman tangannya. Aku memejamkan mataku sejenak sebelum menundukkan kepalaku.

"Aku melakukan semua itu karena aku berusaha untuk mencintai oppa, tapi ternyata hasilnya berbeda. Oppa tidak berhasil, aku juga tidak berhasil. Aku... masih memikirkan Hangeng oppa."

"Tidak mungkin."

"Mungkin saja. Semua itu sudah terjadi, oppa."

Siwon menggelengkan kepalanya tak percaya. Aku ingin meraih tangannya, aku ingin memeluknya...

"Aku tidak mencintaimu, Choi Siwon," kataku sambil memandang lurus ke matanya, "kumohon jangan paksa aku lagi. Pergilah, temukan cintamu yang lain."

Dan aku bangkit dari kursi itu. Kepalaku pusing, jantungku berdebar keras. Hatiku menangis, dan akupun ingin menangis. Tapi aku tak boleh menangis, atau semuanya akan gagal...

"Meifen, jangan... kumohon jangan tinggalkan aku. Aku tak bisa hidup tanpamu, hanya kau yang benar-benar kucintai. Kalau memang aku berbuat kesalahan, aku akan berubah, tapi kumohon jangan tinggalkan aku. Aku akan melakukan apapun, aku akan memenuhi apa yang kau mau, aku akan berubah menjadi..."

"Tidak perlu, oppa. Oppa hanya perlu menjadi diri oppa sendiri, tapi aku tidak mencintai oppa. Tidak ada yang perlu oppa lakukan."

Aku berjalan meninggalkannya. Hatiku menjerit-jerit memakiku, memaki aku yang menyakiti Siwon, menyakiti orang yang benar-benar kucintai...

"YA~ QIAN MEIFEN! KALAU KAU BERANI BERJALAN SELANGKAH LAGI, JANGAN MOHON UNTUK KEMBALI KE SISIKU LAGI!"

Kalaupun aku mau, Siwon, aku tak akan bisa lagi... memohon untuk kembali kepadamu. Aku tak pantas, dan inilah akhir terbaik dari kisah cinta kita. Aku berlari menuju restoran, setetes air mata lolos, tak bisa lagi kutahan. Mianhae, Siwon...

 

Do you still remember? You're everything for me, you believe me right?

Can I stay right beside you till forever?
( )

In this wide world, there's only one person (I only want you), you know this right?

Dan kata-kata Mr. Choi terus terngiang di otakku, bagaikan rekaman yang diputar tanpa henti, tanpa ampun, sekalipun aku ingin menghentikannya.

"Jangan mengikat Siwon, tapi ambillah semua itu. Kau pikir apa yang kau miliki hingga kau merasa pantas untuk seorang Choi Siwon? Bisakah kau membantunya mengurus perusahaan? Dia adalah harapan keluarga Choi, dan hanya dengan pernikahan yang tepatlah, perusahaan Choi akan terus maju! Ambillah semua ini dan pergilah. Tidak perlu. Kalau dia pintar, dia tau apa yang harusnya dilakukan. Pergilah dari hidup Siwon. Pergilah dari hidup Siwon. Pergilah dari hidup Siwon..."

AUTHOR'S SPECIAL POV

                Kangin keluar dari sarangnya (dojo taekwondo) dan mondar-mandir di depan gedung jurusan Bahasa dan Sastra Korea. Banyak orang yang memandang dan menunjuk-nunjuknya. Sebagian bilang dia tampan, ada yang bilang dia kekar, macam-macam komentar. Tapi tak sedikit yang mengenalinya sebagai guru taekwondo di kampus dan murid-murid taekwondo-nya, menyapanya dengan ramah. Kangin membalas sapaan mereka sekadarnya, soalnya dia sedang resah. Bukannya dia tak mau menjemput Yifang sebenarnya, tapi masalahnya adalah, kalau dia menjemput Yifang, itu berarti dia harus bolos mengajar sekitar 5 kali, itu artinya beberapa ribu Won melayang begitu saja. Belum lagi ongkos ke Guangzhou dan Foshan, ongkos PP. memangnya murah?

"Oi, hyung!"

Kangin menoleh bersemangat ketika mendengar suaranya: suara si Henry. Dia nyaris berlari menyongsong Henry, yang tidak tau apa-apa, tentu saja.

"Henry, aku sudah menunggumu dari tadi," ujar Kangin lega.

Henry mengerutkan dahinya, "kenapa? Hyung kan bisa meneleponku, jadi aku bisa lebih cepat datang. Aku malah sempat mampir kantin tadi."

Henry menggigit potongan rotinya yang panjang. Kangin menepuk dahinya, lupa kalau ponsel zaman sekarang sangat berguna.

"Ah, sudah deh, pokoknya aku sudah bertemu denganmu. Tentunya kau sudah tau kabar tentang Yifang dari Xili dan Suxuan, atau Shindong?"

"Tentu!!! Kapan hyung mau pergi menjemput Yifang noona? Aku sudah kangen padanya."

"Itu masalahnya. Bagaimana kalau kau yang pergi menjemputnya?"

"Kenapa? Kenapa aku?"

"Soalnya kau lebih kenal China kan, babamu orang Hongkong kan? Dan lagipula kalau kau yang menjemput Yifang... Yifang pasti akan sangat berterimakasih padamu. Kau akan dapat hadiah darinya."

Henry tampak terdiam dan berpikir, sedangkan Kangin sedang berharap-harap cemas.

"Eh, benar juga yah hyung... kalau Yifang noona berterimakasih padaku, bisa-bisa aku dikasih sesuatu," kata Henry, tersenyum senang.

"Nah, benar kan... jadi kau mau menjemputnya?"

"Beres, serahkan padaku. Aku pernah lima-enam kali ke Guangzhou, dan aku tak takut ke Foshan, tak masalah."

"Baguslah! Kapan kau akan pergi?"

"Hmm... besok atau lusa paling lambat. Aku akan buat surat izin."

"Gomawo, Henry. Kau memang dongsaeng-ku yang paling baik!"

"Loh, kenapa berterimakasih, hyung? Menjemput Yifang noona adalah kewajibanku juga."

Kangin tersenyum licik. Henry yang malang, sudah sering jadi bulan-bulanan Kangin. Sekarang Kangin senang, tak perlu mengeluarkan uang yang banyak. Ckckck... Henry yang malang... apa kau tau kau sekarang sedang dikerjai hyungmu yang satu itu? Tapi Henry tak bodoh... mari kita lihat, betapa pintarnya Henry sebenarnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun