Mohon tunggu...
Kristina Nurhayati
Kristina Nurhayati Mohon Tunggu... Penulis - opini

opini

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Waktu

3 Desember 2019   09:33 Diperbarui: 3 Desember 2019   09:45 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ketika berbicara soal waktu, ada banyak hal yang muncul dalam benak kita, mulai dari Jam, hari, bulan, tahun, tua, muda dan sebagainya. Berbicara soal pembagian waktu pun akan akan tidak sama, misalnya saat ini di Indonesia jam menunjukkan pukul 9 pagi, di Singapura saat ini jam 10 pagi dan akan berbeda dari negara satu dan yang lainnya. Kota Greenwich menjadi patokan dalam menentukan waktu dunia. Yang kemudian disebut Greenwich Mean Time (GMT). Perhitungan hari dilakukan dengan perjanjian dan batas tempat yang disebut Garis Batas Tanggal Internasional. Garis tsb merupakan garis Bujur 180itu terletak membujur dari Kutub Utara hingga Selatan persis ditengah Samudra Pasifik sehingga tidak banyak menggangu. Hari pertama dimulai pada sebelah barat garis terus bergeser ke barat, jadi bila disebelah barat garis dimulai hari Minggu, maka disebelah timur garis di mulai hari sabtu. Sekali bumi berputar 360selama 24 jam. Satu jam meliputi daerah waktu 360 : 24 = 150. Setiap 15 berbeda 1 jam yg kemudian disebut waktu setempat. 

Nah jika wilayah suatu daerah saja dapat membuat waktu yang berbeda, apalagi dengan manusia sebagai individu. Maka akan jauh lebih bijak jika tidak membandingkan apapun dari setiap individu. Ada seseorang yang bisa lulus S1 sebelum usia 22, ada juga yang baru kuliah pada usia 25, bukanlah suatu masalah dan tetap baik. Ada yang sudah menikah pada usia 21 ada yang mulai berkeluarga pada usia 35, bukanlah juga sebuah masalah. Pandangan masyarakat dan komentar sekitarlah yang kemudian menjadikan itu masalah dan membuat individu tersebut merasa tidak sama. Ada sebuah cerita tentang seorang wanita yang mengalami Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) sebulan setelah menikah, setelah ditelusuri pria yang dinikahinya sebulan yang lalu itu baru satu bulan dikenalnya, kemudian mereka setuju untuk menikah, alasan sang gadis mau menikahi pria yang baru saja dikenalnya hanyalah karena usianya sudah cukup untuk menikah dan teman - teman sebayanya sudah banyak yang menikah. contoh tersebut menyadarkan kita bahwa bagaimana ketakutan dianggap berbeda dari yang lain dapat menyengsarakan kehidupan seseorang. itu adalah salah satu contoh dari jutaan kasus yang serupa.

Selain waktu yang berbeda, cita - cita, harapan dan keinginan setiap orang juga berbeda. Standar rasa bahagia tiap orang juga berbeda. sama halnya seseorang mempunyai makanan favorit yang berbeda satu sama lain, begitu pula kebahagiaan. sering kali muncul pertanyaan dari lingkungan sekitar tentang hal yang harusnya masuk dalam ranah pribadi, misalnya untuk apa perempuan yang sudah menikah melanjutkan kuliah sampai S3, bukannya lebih baik mengurus rumah tangga di rumah, contoh lain, sudah tahu gaji pas-pasan masih aja maksain beli mobil, dan sebagainya. rasa kepedulian yang berlibihan dapat mengganggu kebahagian orang lain. seperti contoh diatas, sebelum memutuskan untuk lanjut kuliah S3 tentu wanita tersebut sudah berdiskusi dengan keluarga dan suamianya serta mempertimbangkan konsekwensi setelahnya, begitupun mereka yang kemudian memutuskan membeli mobil pasti sudah ada rencana dibalik itu. Jangan cepat berasumsi dan mudah menghakimi, kita tidak pernah tahu dan merasakan kebutuhan seseorang sebelum kita berada diposisi mereka. Saling menghormati adalah kunci bahagia dalam bermasyarakat...

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun