"Kuncinya komunikasi. Saya juga belajar bahwa keterbatasan bukan penghalang, tapi kreativitas. Misal, saat webinar DPNSU, saya minta tolong Mama untuk screenshot jadwal dan dikirim ke Ustazah (wali kelas). Alhamdulillah, selalu ada jalan,"Â tambahnya, menegaskan bahwa pendekatan proaktif dan fleksibilitas menjadi kunci kesuksesannya mengelola berbagai komitmen.
Sebagai Duta Lingkungan, Nayla menjalani program berjenjang dengan semangat "Bumi Bukan Warisan, Tapi Amanah" yang diimplementasikan melalui berbagai inisiatif terstruktur. Pada tingkat harian, ia menggencarkan kampanye digital melalui Instagram @dpnsu_lingkungan dengan challenge SGSE (Sampah Gue, Sampah Elu) yang mengajak pengguna membagikan foto atau video aksi memungut sampah disertai caption "Sudah kutip sampah hari ini?", serta menyebarkan infografis edukatif tentang daur ulang, penghematan air, dan energi.
Sementara itu, program bulanannya diisi dengan kegiatan kolaboratif seperti live streaming bersama pakar lingkungan dan webinar spesial yang akan dipimpinnya pada 6 September 2025 dengan tema "Solusi Kreatif untuk Krisis Air Bersih". Untuk jangka panjang, Nayla merancang program pengabdian masyarakat inovatif bersama Kesatuan Santri Pengabdian Masyarakat (Kesasudi) yang fokus pada pengajaran teknik penyaringan air sungai keruh menggunakan bahan sederhana seperti arang, batu, dan pasir.
"Saya ingin mengajarkan teknik sederhana menyaring air sungai yang keruh menggunakan arang, batu, dan pasir. Ini solusi murah untuk masyarakat terdampak pencemaran," jelasnya. Inspirasi untuk program ini datang dari sang ayah yang bekerja di Kementerian Kehutanan. "Ayah sering bercerita tentang deforestasi dan polusi air. Saya jadi tergerak untuk terlibat," tambahnya, menunjukkan bagaimana pengaruh keluarga telah membentuk kepeduliannya terhadap isu lingkungan sejak dini.
Menjadi duta membuka wawasan Nayla tentang dinamika sosial di luar asrama. Pengalaman terbarunya ikut Work Clean Up Day (WCD) bersama Kementerian LHK di Medan: "Saya awalnya tidak tertarik Car Free Day, tapi saat ada program WCD, saya coba ikut. Di sana, saya bertemu runner-up Duta GenRe Kota Medan dan kami kolaborasi bersih-bersih sungai. Ini membuktikan bahwa kehidupan di luar asrama tidak selalu negatif," ungkapnya. Â
Bagi Nayla, pengalaman ini mengubah perspektif tentang kontras dua dunia: "Di asrama, kita belajar disiplin dan kemandirian. Di luar, kita belajar kolaborasi dan inovasi. Gen Z itu anti-diatur, tapi kadang lupa bahwa kebebasan harus diimbangi tanggung jawab. Di asrama, kita dapat struktur; di luar, kita dapat ruang ekspresi. Keduanya saling melengkapi." Â
Selama masa jabatan satu tahun sebagai Duta Lingkungan, Nayla Syakira Khalishah menetapkan tiga target utama yang saling terintegrasi untuk mewujudkan dampak nyata. Pertama, ia memprioritaskan kolaborasi lintas divisi dengan menggandeng Kesatuan Santri Pengabdian Masyarakat (Kesasudi) dan OSIS, khususnya OSIS Angkatan (OSSAA) yang pernah memiliki program serupa namun belum terealisasi.
"OSIS angkatan saya (OSSAA) punya program serupa yang belum terealisasi. Saya ingin DPNSU jadi wadah mewujudkannya," ujarnya, menegaskan pentingnya sinergi untuk menggerakkan kekuatan kolektif. Kedua, ia fokus pada edukasi praktis dengan mengajarkan teknik penyaringan air bersih sederhana menggunakan arang, batu, dan pasir kepada masyarakat pinggiran sungai.
"Saya ingin buktikan bahwa solusi lingkungan tidak selalu mahal dan teknologi tinggi," tambahnya, menyoroti pentingnya pendekatan berbasis kearifan lokal. Ketiga, Nayla berupaya meningkatkan kesadaran generasi muda melalui kampanye digital yang menggerakkan aksi riil, mengingat fenomena Gen Z yang kerap terjebak dalam protes virtual tanpa tindakan konkrit.