Mohon tunggu...
Wylie Andrean
Wylie Andrean Mohon Tunggu... pelajar

membaca

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tahapan Alur Cerpen Penyesalan Dalam Hidupku

1 September 2025   14:00 Diperbarui: 1 September 2025   14:00 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Adzan maghrib berkumandang dari pengeras suara masjid yang tak jauh dari rumahku. Suara itu biasanya menenangkan, seperti irama yang menyejukkan hati, tapi kali ini justru membakar keinginanku untuk bebas, meski hanya sebentar saja.

Aku, Wylie, berusia dua belas tahun, duduk di teras rumah sambil menatap langit yang mulai gelap. Warna jingga senja perlahan menghilang dan digantikan oleh semburat biru malam yang dalam. Angin sepoi-sepoi menerpa wajahku, membawa aroma tanah basah setelah hujan sore tadi.

Mamaku memanggil dari dalam rumah, suaranya lembut tapi tegas,
 "Wylie, jangan lupa shalat maghrib dan isya berjamaah di masjid, ya! Nanti kamu pulang cepat."

Aku mengangguk sambil tersenyum kecil. Aku memang berencana ikut berjamaah di masjid. Paling tidak, itu yang akan kukatakan pada Mama agar ia tidak khawatir.

Setelah mengambil wudhu seadanya, aku mengusap wajah dengan tangan basah, meski belum merasa benar-benar siap. Aku berpamitan pada Mama dengan penuh semangat, meskipun di dalam hatiku ada keraguan kecil yang mulai tumbuh.

"Iya, Ma. Aku ikut shalat berjamaah di masjid sama teman-teman," kataku penuh keyakinan.

Mama tersenyum, tapi di matanya ada sedikit tanda kekhawatiran.
 "Hati-hati, Nak. Jangan terlalu lama bermain, ya. Ingat, shalat itu penting."
 Aku mengangguk, mencoba meyakinkan diri dan Mamaku.

Di jalan menuju masjid, aku bertemu teman-teman sebaya yang sudah menunggu. Mereka tersenyum dan langsung mengajakku bermain bola di lapangan kosong dekat tabek. Suasana gelap mulai menyelimuti, tapi angin malam yang dingin terasa segar dan membangkitkan semangat petualanganku.

Awalnya aku ingin menolak, tapi tawaran itu terasa begitu menggoda. Suara tawa mereka, bola yang menggelinding di tanah, dan aroma rumput basah membuatku lupa waktu.

Saat itu aku sudah mulai ragu. Ada suara kecil di dalam hatiku yang mengingatkan, "Wylie, kamu harus shalat dulu." Tapi godaan untuk bermain lebih lama membuatku menepis suara hati itu.

Kami bermain bola hingga waktu shalat isya hampir habis. Aku benar-benar terhanyut dalam permainan, tertawa dan berlari tanpa memikirkan waktu yang terus berjalan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun