Adakah yang dilahirkan malam selain rindu rindu yang likat? Yang sengaja menjelma menjadi pena,agar puisiku kembali bergema melalui gendang telingamu,
saat kata kata yang kau rapal menjadi doa penuntun tidur malammu,
ah ingin rasanya ku memelukmu,memeluk tiap kesedihan yang memuncaki puncak sedihmu,dendam yg kau lahap sendiri,serta kenangan yang kau bungkus dalam kain dukamu yang Serta merta meggeliat,
menyeret tubuhmu pada puisi yang paling perih,
“aku mungkin tenang dalam sini”,
“tidak” teriakku dalam debar
Ingin sekali kutunjukkan bagaimana merajut bahagia dengan pelukan,
tapi tubuhmu sudah terlanjur kusut,hatimu yang dibawa derasnya airmata,menghilang entah ke muara luka yang mana
mungkin sesekali kau kubawa melihat hujan yang berjatuhan di pohon teras rumahku.Agar kau tahu,betapa tabahnya daun digugurkan,lalu kau sembari menghapus perlahan-lahan letup airmatamu yang memuncak, “apakah mereka yang jatuh,yang diterpa hujan itu bahagia?” Katamu
“Iya” kataku sambil menghapus jejak airmatamu,