Mohon tunggu...
Agus Sutisna
Agus Sutisna Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer I Researcher IInstagram : @kiagussutisna

Dosen | Pegiat Sosial | Menulis berharap ridho Allah dan manfaat bagi sesama.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Titik Rawan Kecurangan Pemilu: Pahami, Awasi, dan Koreksi

12 Februari 2024   05:47 Diperbarui: 14 Februari 2024   04:09 796
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi petugas KPPS sedang menjelaskan mengenai kertas suara pada pemilu serentak 2024. Sumber: ANTARA FOTO/Fransisco Carolio

Tiba waktunya untuk gunakan hak pilih kita
Salurkan aspirasi bersama demi bangsa
Teguh percaya suara kita sangat berharga
Menentukan arah masa depan Indonesia

Langsung umum bebas rahasia
Jujur dan adil
Sebagai sarana integrasi bangsa

Ayo rakyat Indonesia
Bersatu langkahkan kaki
Menuju bilik suara
Rabu 14 Februari

Ayo rakyat Indonesia
Beri kontribusi nyata
Raih asa bersama
Kita memilih untuk Indonesia

Ya, tinggal dua hari lagi terhitung sejak sekarang kita akan menggunakan hak pilih, hak konstitusional sebagai warga negara berdaulat. Dan seperti diingatkan lirik lagu Jingel Pemilu 2024 diatas, memilih pada dasarnya merupakan salah satu wujud penyaluran aspirasi bersama untuk kepentingan keberlanjutan dan masa depan bangsa. Setiap suara sangat berharga, dan karena itulah maka ia harus dijaga.


Mengapa harus dijaga? Karena berdasarkan pengalaman dan pastinya juga berdasarkan potensi yang sering terjadi dalam setiap kontestasi elektoral, suara-suara pemilih bisa hilang dan tidak bermakna, bisa terdistorsi dan jatuh pada kandidat yang tidak dikehendaki.

Atau bisa juga terjadi, "suara-suara siluman" tiba-tiba masuk ke dalam kotak suara,  dihitung dan diadministrasikan sebagai suara yang sah. Ini yang lazim disebut sebagai penggelembungan suara.

Lantas, dimana gejala-gejala kecurangan serupa itu dan/atau varian-varian kejahatan elekoktal lainnya biasa terjadi dalam perhelatan Pemilu?  Saya mencatat ada pada empat titik rawan seperti yang akan diuraikan berikut ini. Mari kita fahami untuk kewaspadaan dan pengawasan bersama demi Pemilu yang fair, berintegritas dan terhormat.

Pemungutan Suara

Titik rawan pertama dimana kecurangan-kecurangan Pemilu potensial dan sering terjadi adalah pada hari dan tanggal pencoblosan atau pemungutan suara. Beberapa modus kecurangan yang banyak ditemukan pada tahapan ini dan penting untuk diawasi bersama antara lain sebagai berikut.

Pertama, penyalahgunaan surat pemberitahuan pemungutan suara untuk pemilih yang pada Pemilu-pemilu sebelumnya lazim dikenal dengan Formulir Model C6 oleh pemilih yang tidak berhak. Sekarang surat pemberitahuan ini tandai sebagai Formulir MODEL C.PEMBERITAHUAN-KPU.

Terhadap potensi kasus kecurangan diatas, petugas KPPS harus cermat betul memeriksa dan mencocokan identitas yang tertera di dalam formulir tersebut dengan identitas di dalam KTP pemilih yang bersangkutan.

www.antaranews.com
www.antaranews.com

Kedua, adanya surat suara yang sudah dicoblos (entah oleh siapa) sebelum digunakan oleh pemilih. Tehadap kasus serupa ini (termasuk surat rusak) pemilih harus memberitahukan kepada petugas KPPS untuk minta diganti dengan surat suara yang masih utuh dan dalam kondisi baik.

Ketiga, terdapat pemilih yang memberikan suara lebih dari 1 kali, bisa di TPS yang sama, bisa juga di TPS yang berbeda dalam satu Desa/Kelurahan. Terhadap kasus ini, petugas KPPS perlu memastikan pemilih yang datang adalah pemilih yang belum menggunakan suaranya, yakni dengan memeriksa apakah jari tangannya masih bersih dari tinta berwarna ungu yang disediakan di setiap TPS.

Keempat, terdapat warga yang tidak terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) maupun Daftar Pemilih Tambahan (DPTb) yang dibuktikan oleh surat pindah memilih dan juga tidak memilik dokumen administrasi kependudukan seperti KTP tetapi ikut mencoblos.

Kelima, adanya pihak-pihak yang melakukan perbuatan atau tindakan menyalahi peraturan perundangan seperti mobilisasi, pengarahan atau permintaan kepada pemilih untuk mencoblos peserta Pemilu atau kandidat tertentu sebelum pemilih memasuki Tempat Pemungutan Suara (TPS).

Penghitungan Suara 

Titik rawan kecurangan yang kedua adalah pada saat penghitungan suara. Pada tahap ini modus kecurangan yang kerap ditemukan antara lain terjadinya penggeseran atau pengalihan suara dari satu atau lebih peserta Pemilu (Partai Politik, para Caleg maupun Paslon Presiden-Wapres) ke peserta Pemilu lainnya.

Modus lainnya adalah memanipulasi pencatatan perolehan suara oleh petugas KPPS. Suara yang diperoleh Caleg atau Paslon tertentu misalnya 125, tetapi kemudian dengan sengaja dicatat dalam formulir hasil perolehan suara menjadi 152, 155, atau 225 dan seterusnya sehingga terjadi penggelembungan suara untuk Caleg atau Paslon tertentu. Atau sebaliknya, angka yang dicatat sengaja dikurangi dari perolehan suara yang sebenarnya, dari 155 menjadi 153, atau 135 dan seterusnya.

Terhadap potensi kasus kecurangan yang demikian, Pengawas TPS, Saksi, Pemantau dan juga masyarakat perlu dengan cermat mengawasi jalannya proses penghitungan suara, dari awal hingga akhir.

Rekapitulasi Suara

Titik rawan ketiga dimana kecurangan juga bisa terjadi adalah pada tahapan rekapitulasi penghitungan suara. Baik di tingkat Kecamatan oleh Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) maupun di tingkat Kabupaten/Kota oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Modus yang digunakan kurang lebih sama dengan kecurangan yang sering terjadi pada tahapan penghitungan suara. Yakni bisa berupa pengalihan atau penggeseran suara yang mengakibatkan penambahan atau pengurangan suara Caleg atau Paslon maupun dalam bentuk manipulasi pencatatan atau pengadministrasian rekapitulasi suara.

Dari sisi besaran potensi kecurangannya memang sudah berkurang, karena dokumen hasil perolehan suara yang dihitung secara berjenjang dari bawah sudah tersebar dan dimiliki oleh para saksi dan diketahui oleh masyarakat. Namun potensi kecurangan ini tetap saja penting dikawal dan diawasi, bukan hanya oleh Pengawas Pemilu yang jumlah personilnya sangat terbatas, tetapi juga oleh Saksi, Pemantau dan masyarakat.

Jeda antara Rekapitulasi Suara dan Pleno Penetapan Hasil Pemilu

Titik rawan terakhir dimana potensi kecurangan Pemilu bisa terjadi adalah pada jeda waktu antara rekapitulasi di tingkat  bawah pelaksana dengan pleno penetapan hasil di tingkat atasnya.

Waktu jeda yang dimaksud itu adalah setelah rekapitulasi perolehan hasil suara di PPK sebelum direkapitulasi dan ditetapkan hasilnya dalam Rapat Pleno KPU Kabupaten/Kota. Kemudian pasca penetapan hasil oleh KPU Kabupaten/Kota sebelum direkapitulasi dan ditetapkan dalam Rapat Pleno KPU Provinsi. Dan paling ujung pasca penetapan hasil oleh KPU Provinsi sebelum direkapitulasi dan ditetapkan dalalm Rapat Pleno Nasional oleh KPU RI.

Dari sisi besaran potensi kecurangannya, pada tahap jeda ini juga sudah jauh lebih berkurang lagi karena dokumen-dokumen hasil suara di setiap jenjang penghitungan dan rekapitulasi sudah tersebar dan dimiliki para saksi, masyarakat, bahkan juga sudah tersebar di berbagai media pemberitaan.

Namun sekali lagi, sekecil apapun potensi kecurangan baik berupa penggeseran atau pengalihan suara, penambahan atau pengurangan suara peserta Pemilu serta berbagai tindakan manipulasi hasil suara lainnya tetap penting untuk dikawal dan diawasi. Karena diantara orang-orang baik yang menjadi penyelenggara Pemilu di semua jenjang, selalu saja ada oknum-oknum nakal bahkan jahat yang dengan sengaja melakukan kecurangan.  

 Siapa yang Mengawasi?

Lantas siapa yang harus mengawasi semua potensi kecurangan itu? Secara organik Pemilu kita diselenggarakan oleh tiba lembaga sebagai satu kesatuan fungsi sebagai penyelenggara Pemilu. Yakni KPU dan seluruh jajarannya sebagai pelaksana, Bawaslu dan seluruh jajarannya sebagai pengawas, dan DKPP sebagai penjaga etik dan perilaku penyelenggara.  

Tetapi kita tahu, personil ketiga lembaga tersebut sangat terbatas jumlahnya, terutama Bawaslu yang diamanahi undang-undang sebagai pengawas seluruh tahapan Pemilu. Terbatas jika dibandingkan dengan kompleksitas tahapan dan kegiatan yang harus diawasi. Terbatas pula jika dibandingkan dengan jumlah pemilih dan peserta Pemilu. Bahkan juga terbatas jika dihadapkan dengan sistem pemilu kita yang relatif rumit dan kompleks secara teknis.

Oleh sebab itu, keterlibatan dan peran serta masyarakat menjadi penting dan strategis. Penting untuk memastikan tahapan-tahapan puncak Pemilu nanti berlangsung dengan luber, jurdil dan berintegritas. Strategis untuk memastikan proses dan hasil Pemilu ini kredibel dan akuntabel, dapat dipercaya dan diterima oleh para pihak, siapapun kelak yang terpilih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun