Penghargaan terhadap pandangan dan sikap yang sama juga wajib diberikan kepada masyarakat yang pro terhadap capaian-capaian pemerintahan Jokowi-Ma'ruf.Â
Termasuk ketika mereka, dengan berbagai cara dan strategi berusaha membela habis-habisan. Inilah demokrasi, inilah cara sebuah bangsa berdialektika untuk menghadirkan masa depan yang lebih baik bagi sesama.
Dalam forum debat Capres-Cawapres sebagian bagian dari rangkaian kontestasi untuk merebut kepercayaan dan mandat rakyat, standing position masing-masing pihak kandidat itu perlu ditunjukkan secara terbuka, elegan dan berkeadaban.
Bagaimana cara pikiran dan sikap itu diperdebatkan?
Bagaimana cara dari ragam pikiran dan sikap yang saling berhadapan secara diametral itu diperdebatkan, diadu dan dikonfrontir, tentu urusan KPU sebagai penyelenggara.Â
Tetapi satu hal yang perlu diingatkan bahwa aspek teknis jangan sampai kemudian mengurangi makna dan substansi debat sebagai ajang pertukaran (dialektis) dan pembahasan (kritis) berbagai isu kebangsaan dan kenegaraan.
Poin ini perlu dikemukakan karena banyak pihak yang nampaknya berusaha mereduksi metode debat, misalnya dengan cukup penyampaian visi misi serta gagasan-gagasan programatik para kandidat.Â
Atau, silakan saling sanggah tetapi dengan pembatasan-pembatasan tertentu baik terkait aspek-aspek sensitif dari isu debat maupun pilihan cara artikulasi.Â
Dalam kaitan ini, yang harus disepakati untuk dijaga dan ditegakkan oleh masing-masing kubu cukuplah soal etik dan keadaban (kepatuhan pada regulasi). Etik, bukan "ndasmu etik!"
Jika model demikian digunakan, debat akan kehilangan makna sebagai forum untuk mengeksplorasi sedalam-dalamnya melalui pola dialektis agenda-agenda strategis kebangsaan dan kenegaraan antar kandidat.
Cara demikian juga cenderung akan menyelubungi ragam problematika, kekeliruan pengambilan kebijakan, kesalahan-kesalahan fatal tatakelola pemerintahan, serta pekerjaan-pekerjaan rumah berat yang harus diselesaikan ke depan, yang rakyat harus mengetahui dan faham seutuh mungkin.