Mohon tunggu...
Teguh Hariawan
Teguh Hariawan Mohon Tunggu... Guru - Traveller, Blusuker, Content Writer

Blusuker dan menulis yang di Blusuki. Content Writer. "Menyurat yang Silam, Menggurat yang Menjelang " : (Nancy K Florida)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pertarungan Dahsyat Garuda Lawan Naga untuk Membebaskan Ibunya (Cerita Fabel dari Relief Candi)

7 Januari 2021   21:40 Diperbarui: 7 Januari 2021   22:23 3865
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Garudeya dengan Air Suci Amerta, relief pada Candi Kidal, Malang (cagarbudayajatim.com)

Garuda menyerang Naga dengan ganasnya. Tak memberi kesempatan sedikitpun kepada para Naga untuk berkelit. Membalas. Apalagi melarikan diri. Semua disikatnya. Kesumat sudah sampai diubun-ubun mengingat  penderitaan ibunya Winata. Yang sudah dinistakan dan dijadikan budak oleh Kadru dan para Naga. Maka, dengan kekuatan puncaknya, Garuda mengamuk  untuk menghancurkan Naga. Inilah salah satu penggalan Cerita Fabel yang pertama dikenal di Pulau Jawa. 

Cerita Fabel selengkapnya :

Alkisah, Begawan  Kasyapa gundah gulana karena belum juga punya anak. Akhirnya, dia mendapat wangsit agar memberikan 100 butir telur kepada Kadru dan 3 butir telur kepada Winata, kedua selirnya. Keduanya dipesan agar merawat baik-baik telur-telurnya. Jika menetas diminta untuk  menjadikan apapun yang keluar sebagai anaknya.

"Terima kasih, paduka. Akan hamba rawat baik-baik telur-telur ini agar segera menetas,' ujar Kadru dan Winata hampir bersamaan,  sembari bersembah pada Begawan  Kasyapa.

Sepeninggal Begawan Ksayapa, kedua selir itupun  kembali ke  keputren masing-masing. Kedua permaisuri ini namapk rukun saat di depan Begawan Kasyapa. Tapi sepeninggalnya, keduanya bagai air dengan minyak! Kadru mempunyai sifat keras, ambisius, emosional, cemburu  dan selalu iri dengan Winata yang lembut, nriman (menerima apa adanya) dan keibuan.

Terbukti, saat Begawan Kasyapa memberinya dua butir telur, diapun nrimo ing pandum (menerima berapun yang diberikan). Tidak  iri dengam Kadru yang mendapat 100 butir telur. 

Para Ular dan Naga, relief Candi Sukuh (cagarbudayajatim.com)
Para Ular dan Naga, relief Candi Sukuh (cagarbudayajatim.com)

Kelahiran Sang Jabang Bayi

Setelah waktu berselang, telur yang dirawat Kadru pun menetas. Keluar 100 makhluk kecil melata dari telur-telur yang pecah.

"Hei Winata, mana anakmu?" seru Kadru sambil  memamerkan anak-anaknya yang baru menatas pada Winata. 

"Makanya, kalau merawat telur itu yang open (penuh kasih sayang)," ledek Kadru pada Winata.

Winata hanya terdiam.  Dalam hati dia merasa, telur yang jumlahnya hanya dua butir sudah dirawatnya dengan baik. Diberinya kehangatan dan kasih sayang agar segera menetas. Seperti pesan suaminya, diapun segera ingin mempunyai anak, berwujud apapun yang keluar dari telur yang dirawatnya.

Karena setiap saat selalu direcoki dan dihina oleh Kadru, Winata pun akhirnya hilang kesabarannya. Menurutnya, mungkin kulit telur yang dirawatnya terlalu tebal sehingga susah untuk menetas. Akhirnya diapun bertindak ceroboh. Salah satu telur dicungkil paksa dan dipecahkannya. Padahal belum waktunya menetas. Maka, muncullah bayi Garuda prematur dari serpihan telur yang pecah. Diberinya namanya Aruna. Winata pun menyesal akan kecerobohannya. 

Perseteruan Kadru dan Winata

Setelah sama-sama mempunyai momongan, Kadru tetap saja masih mempunyai sifat iri pada Winata. Dia ingin menyingkirkan Winata. Paling tidak membuat Winata menderita di Istana. 

"Winata, sebentar lagi Kuda Ucchaihcrawa akan keluar dari kolam. Mari kita bertaruh!" tantang Kadru pada Winata. Winata sebenarnya enggan untuk memenuhi tantangan Kadru yang penuh tipu muslihat. Namun  Kadru terus mendesaknya sampai akhirnya diapun menyanggupinya.

"Siapa yang kalah diantara kita, maka dia akan jadi budak dan melayani diantara kita dan anak-anak kita," lanjut Kadru penuh rasa tidak senang pada Winata. Dia sangat yakin akan memenangkan pertaruhan ini. Winata hanya terdiam. Tak bersuara sedikitpun.

"Aku menebak warna ekor Kuda Ucchaihcrawa adalah hitam," kata Kadri penuh keyakinan. 

"Baiklah kakanda. Aku memilih, warna putih untuk ekor Kuda Ucchaihcrawa," sahut Winata kalem.  

Akhirnya kedua selir Begawan Kasyapa pun menunggu di pinggir kolam. Namun, sebelum Kuda Ucchaihcrawa  keluar, para ular dan Naga putra Kadru tergopoh-gopoh keluar dari kolam dan segera berlari mendekati ibunya.

"Ibunda, batalkan pertaruhan ini. Jika tidak, kita semua akan menyesal karenanya," Naga tertua mengiba pada Kadru. 

"Memangnya kenapa?" tanya Kadru penuh selidik. Para ular dan Naga pun bercerita, saat di dalam kolam tadi  melihat bahwa warna ekor Kuda Ucchaihcrwara adalah Putih. Jadi Winata yang benar !

Kadru pun kaget bukan kepalang. Mukanya pucat seperti kehabisan darah. Maka, segera pikiran liciknya pun berkerja.

"Ayo kalian anak-anakku semua. Para ular dan Naga. Segera kembali masuk kolam. Segera....... !!!" Perintah Kadru

"Lumuri ekor Kuda Ucchaihcwara denga bisa kalian sebanyak-banyaknya agar warnanya menjadi hitam. Cepat laksanakan...!,' perintah licik Kadru pada semua putranya. Awalnya para ular dan Naga pun menolak. Tapi karena diancam oleh Kadru, mereka pun melaksanakan tipu muslihat ini untuk mengalahkan Winata. 

Akhirnya, Kuda Ucchaihcwara pun keluar kolam dengan ekor sudah berubah dari warna putih menjadi berwarna hitam akibat perilaku licik Kadru. 

Kadru tersenyum puas atas kemenangannya. Winata pun mengakui kekalahannya. Karena dia memang melihat ekor Kuda Ucchaihcwara berwana hitam. Maka sejak saat itu, Winata menghamba pada Kadru. Menjadi budak pelayan bagi Kadru dan para ular serta Naga. 

Winata dengan penuh kesabaran melaksanakan kewajibannya sebagai seorang yang kalah bertaruh. Dengan penuh kasih sayang dia juga nerawat Aruna, buah hatinya yang lahir prematur. Maka, di saat perbudakan itu, satu telur yang diberikan oleh Begawan Kasyapa pun menetas.

"Syukurlah anakku. Akhirnya engkau hadir juga di dunia menemani ibu dan suadaramu Aruna," ujar Winata lirih.      

Winata  memberi nama jabang bayi yang baru lahir dengan nama Garudeya. Bertubuh manusia. Berwajah burung Garuda.

Garudeya mirip seperti Aruna. Bedanya, Aruna lahir prematur. Garudeya lahir normal. Akibatnya, Aruna lahir membawa cacat yang menyebabkan dia sakit hati pada ibunya Winata.

"Ibu, akibat kecerobohanmu, akhirnya aku lahir ke  mayapada ini dalam keadaan cacat. Tidak seperti adikku Garudeya" ujar Aruna kepada ibunya. Winata  tak mampu berkata apa-apa. Dia hanya terdiam mengakui kesalahannya.  

Akhirnya, Aruna pun meninggalkan ibunya dan Garudeya menuju Kahyangan. Mengabdi pada para dewa.

Pertarungan Garuda melawan Naga

Singkat cerita,  Garudeya pun tumbuh dewasa dengan cepat. Dia sangat menyayangi Winata ibunya. Lambat laun, akhirnya, Garudeya pun sadar bahwa selama ini dia dan Winata ibunya, hidup dalam tekanan dan perbudakan Kadru dan anak-anaknya.  

Garudeya pun mencari tahu. Setiap saat selalu bertanya pada Winata. Mengapa ibunya sampai menajdi budak Kadru dan para ular. Garudeya sangat iba, meilhat guratan-guartan lelah pada wajah ibunya yang setiap hari harus melayani semua kebutuhan Kadru dan anak-anaknya.

Karena setiap saat selalu ditanya, Winata pun akhirnya tak mampu menyimpan rahasianya lebih lama. Dia bercerita semua yang terjadi sebelum kelahiran Aruna dan Garudeya. Sampai perbuatan tercela Kadru yang penuh kelicikan telah menipunya dan menjadikannya budak. Winata pun bercerita jika,  akhirnya tipu muslihat Kadru terbongkar saat bisa ular dan naga luntur,  warna ekor Kuda Ucchaihcwara kembali jadi putih.

Garudeya pun murka. Walau sudah dicegah ibunya, seorang diri dia melabrak Kadru dan para ular yang sedang berendam di lautan. Namun, para ular dan Naga pun tak tinggal diam. Walaupun Kadru telah berbuat curang tapi dia adalah ibunya. Maka, seburuk apapun itu,  mereka tetap membelanya.

"Hei para ular dan Naga, tahukah engkau jika kalian semua telah berlaku curang. Menghalalkan segala cara untuk memenangkan taruhan antara Ibuku Winata denga Kadru, ibumu," seru Garudeya di depan para ular dan Naga. 

"Hari ini, aku akan buat perhitungan dengan kalian semua atas apa yang telah kalian lakukan pada Winata, ibuku," Garudeya tak memberi kesempatan sedikitpun pada para ular dan Naga untuk membela diri. Akhirnya, Garudeya pun menerjang para ular dan Naga.

 Pertarungan sengit tak terhindarkan. Garudeya sendirian dikeroyok oleh para ular dan Naga yang berjumlah seratus. Mereka bertarung dengan hebatnya. Tak ada yang mau  kalah. saling memukul. Saling membanting. Melilit dan mencakar.  Akhirnya, pertarungan pun jadi berlarut-larut karena kedua pihak sama kuatnya.

Melihat pertarungan yang tak ada hentinya, akhirnya Kadru pun punya siasat lain untuk melenyapkan Garudeya dan Winata. Dia pura-pura menghentikan  pertarungan dan akan membebaskan Winata dari perbudakan dengan syarat. 

"Carilah Tirta Suci Amerta Sari. Bawa ke sini. Maka Engkau dan Winata, akan terbebas dari perbudakan, " janji Kadru dengan sorot mata penuh kelicikan pada Garudeya.

Dalam hatinya, Kadru sudah merancang skenario. Saat Garudeya menyerahkan Air Suci ke tangannya maka dia akan segera meminumnya,  yang membuat dia  dan anak-anaknya hidup abadi. Maka saat itulah Garudeya akan mudah dikalahkan, pikir Kadru. Lalu, Winata pun tak akan dibebaskannya dari perbudakan. Dia akan menjadikan Winata sebagai budak selamanya, kata Kadru dalam hati sambil menyungging senyum penuh kelicikan. 

Garudeya sebagai Tunggangan Wisnu

Sebagai anak  yang berbakti dan ingin segera membebaskan ibunya dari perbudakan, Garudeya pun segera mencari berangkat Tirta Suci Amerta Sari di seluruh penjuru Mayapada. Tapi tak kunjung ditemukannya.  Akhirnya, Garudeya mendapat petunjuk  dari Begawan Kasyapa, jika Air Suci Tirta Amerta disembunyikan oleh para dewa di Somalagiri (gunung Somala).

Tanpa  membuang waktu, Garudeya pun mencarinya. Semua rintangan dihadapinya dengan gagah perwira. Bahkan penjaga Tirta Suci Amerta Sari pun ditakhlukannya. Akhirnya, air suci pun bisa didapatkannya.   

Namun saat dalam perjalanan pulang, Garudeya bertemu Dewa Wisnu yang meminta agar air suci dikembalikan pada para dewa.

" Aku membutuhkan Tirta Suci Amerta Sari ini untuk membebaskan ibuku," kata Garudeya dengan  suara lantang menggelegar penuh amarah. Walau dia tahu yang di depannya adalah Dewa Wisnu. Tapi dia tak peduli. Siapapun  yang menghalangi akan dihadapinya. Apapun taruhannya.

Dewa Wisnu, sebagai dewa penegak keadilan menyadari keberadaan  Garudeya. 

"Baiklah, engkau boleh membawa air suci ini, Tapi ada satu syarat. Engkau menjadi tungganganku," kata Dewa Wisnu.

Tanpa berpikir panjang, Garudeya pun menyanggupinya. Pikiran warasnya juga berkata, belum tentu jika berperang melawan Wisnu dia bisa mengalahkannya. Daripada konyol, lebih baik syarat itu dilakoninya.

Maka, sejak saat itu, Garudeya pun menjadi tunggangan Dewa Wisnu. 

Akhir Cerita

Garudeya membawa Air Suci ke Kadru dan para ular serta Naga. Namun, pesan Dewa Wisnu selalu diingatnya, agar tak ceroboh akan tipu muslihat Kadru.

"Ini, air suci yang engkau inginkan wahai Kadru, para ular dan Naga. Sebelum kuberikan padamu, maka bebaskanlah ibuku Winata dari perbudakan!" pinta Garudeya.  Kadru tak berkutik, maka sejak itu Winata pun terbebas dari kutukan perbudakan. Nafsunya untuk segera mengambil dan meminum air suci demikian menggebu. Tapi niatnya sontak surut karena Garudeya mengingatkannya. 

"Sebelum kalian semua menyentuh dan minum air suci ini, maka  kalian  harus menyucikan diri dengan mandi di lautan,"  Garudeya mengingatkan seraya meletakkan Tirta Suci Amerta Sari di pinggir lautan.

Kadru, para ular dan Naga pun menuruti ucapan Garudeya. Segera mereka semua mencebur ke lautan. Saat itulah Dewa Wisnu datang dan mengambil kembali Tirta Suci Amerta Sari dan mengembalikannya ke Kahyangan tempat para dewa. Sepeninggal Dewa Wisnu, sesaat keluar dari lautan, Kadru beserta para ular serta Naga hanya bisa marah dan berteriak sumpah serapah karena merasa tertipu. Lantaran gagal mendapatkan air suci untuk keabadian. Tapi disana tak ada seorangpun yang dilihatnya 

Garudeya sudah pergi dengan menggendong ibunya, Winata menuju istana. Bertemu Begawan Ksayapa yang sudah tahu sifat buruk dari Kadru dan anak-anaknya. Garudeya sangat berbahagia telah membebaskan ibunya dari perbudakan Kadru yang penuh kelicikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun