Cari aman? Bisa jadi. Tak dipungkiri, aku pun ikut terbawa emosi dalam suasana panas 2019 dan tahun-tahun sebelumnya. Ya memaki juga, sebagaimana normalnya milenial yang fasih dengan dunia maya.
Tapi aku tau diri, karena emosian, jadi memilih tak aktif di media sosial. Dulu aku belum tau kalau status medsos bisa diduitin. Kalau tau, mending jadi buzzer sekalian, hehe.
Jauh dari medsos mudah, tapi lepas dari aplikasi chatting yang dipakai sehari-hari jelas bukan perkara gampang. Jadi selama masa kampanye, ketika berseliweran hoaks dari dua kubu, aku punya kesibukan sendiri. yakni meng-counter hoaks dari arah mana pun, mengajarkan pengguna HP agar lebih pintar dari HP mereka.
Begini loh cara mengetahui berita itu benar atau bohong, kubagi langkah-langkahnya dari menyalin kata kunci sampai memilih deretan berita yang mungkin berisi klarifikasi. Tapi kemudian itu membuatku tidak dianggap golongan sini maupun sana.
Yang penting di hari H aku tetap memilih. Ternyata dua-duanya sami mawon to! Untung aku gak ikut "cakar-cakaran".
Baca juga: Akuilah, Kita Memang Mengenaskan!
Buruh vs Pengusaha
Nah sekarang, ada omnibus law yang bikin aku tidak di sana maupun di sini lagi. Jelas begitu, sebab aku bukan buruh dan bukan pengusaha.
Tapi dalam bergaul, barangkali lebih banyak aku nongkrong dengan buruh ketimbang pengusaha. Termasuk "buruh" negara yang pasti tak terpengaruh dengan UU "kejar tayang" itu.
Ada pernyataan menarik yang dilontarkan suamiku saat heboh berita mikrofon yang dimatikan. Kami sepakat tindakan itu sangat tidak demokratis, tapi beliau punya pertanyaan.
"Waktu kita kerja dengan orang, memangnya Sabtu Ahad kita libur? Dapat jaminan? Gaji sesuai UMP?"
Aku mikir dong! Bukan mikir untuk mendebat, tapi mikir ide artikel. Ngapain debat kalau waktunya bisa dipakai untuk hal lain yang bermanfaat.