Mohon tunggu...
Syarifah Lestari
Syarifah Lestari Mohon Tunggu... Freelancer - www.iluvtari.com

iluvtari.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Kita Semua Memelihara Maling

1 September 2020   15:20 Diperbarui: 4 September 2020   05:57 1189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Panas terik di siang hari, terdengar suara mangkuk beradu dengan sendok di jalan depan rumah. Tahulah kami, penjual kembang tahu tengah melintas.

Sering kali tanpa ada yang meminta, aku atau suami membelinya untuk anak-anak. Tujuannya untuk menyemangati para pedagang. Mereka adalah pekerja keras yang memilih terus berusaha di bawah terik Kota Jambi yang panasnya bikin perih kulit (coba sendiri kalau tak percaya!).

Pada salah satu momen sebelum pandemi itu, mbahnya anak-anak kemudian memberi tahu. "Jangan beli ke mamang yang itu! Dio suko ngolokin budak."

Maksudnya, penjual kembang tahu yang itu suka ngerjain orang yang membeli dagangannya. Menurut Mbah, sedikitnya dua kali ia mendapati penjual kembang tahu yang ditandainya itu menipu. Cucunya hanya memesan satu mangkuk ditagihnya dua.

Bocah-bocah hanya membeli 2000, dia bilang 4000. Yang awalnya membeli karena kasihan, pada akhirnya Mbah justru jengkel pada pedagang itu. Bukan tanpa bukti, Mbah melihat di balik jendela yang kacanya dari luar terlihat gelap.

Sama seperti yang kurasakan ketika artikelku dicolong orang. Nilai kerugiannya terbilang kecil, tapi bukan itu yang mengganjal di hati. Lagi pula, hanya dua ribu perak, jadi kebiasaan buruk yang bisa-bisa dibawa seumur hidup.   

Korupsi Jam Hadir


Yang ini terjadi dulu sekali, waktu aku masih jadi orang kantoran. Absen manual ada di mejaku. Setiap karyawan yang datang menuliskan jam hadir di kolom yang tersedia, sesuai angka pada jam dinding di ruangan tersebut.

Aku tak pernah memperhatikan siapa yang masuk dan angka berapa yang mereka tulis. Tapi beberapa karyawan lain ternyata melakukan sebaliknya.

Mungkin karena sudah tak tahan, seseorang kemudian pagi-pagi menyempatkan diri ngobrol denganku. "Tahu kan kalau si X sering datang belakangan?" Aku mengangguk. "Coba lihat absennya!"

Kubuka daftar hadir. "Mungkin belakangan, tapi dak telat," jawabku. Karena pada nama X rata-rata yang tertulis adalah "7.45", batas akhir jam datang agar gaji tidak dikenakan potongan.

"Nah, kita tengok nanti ya! Kami semua sudah menandai," balasnya dilanjut menyebutkan nama-nama yang ia sebut "kami".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun