Mohon tunggu...
Syarifah Lestari
Syarifah Lestari Mohon Tunggu... Freelancer - www.iluvtari.com

iluvtari.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Catatan Emosional Seorang Mantan Karyawan

26 Agustus 2020   14:34 Diperbarui: 26 Agustus 2020   14:31 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kerja (kompas.com)

Gara-gara komentar salah seorang kompasianer di artikelku sebelumnya, jadi teringat sebuah pengalaman yang entah lucu entah ngeselin.

Sebelum memutuskan jadi freelancer, aku adalah kuli yang kerja dengan sepenuh hati (tadinya) dengan job description dan fakta lapangan berbeda jauh.

Di awal perjanjian sampai update SK tiap semester tertulis: jam kerja pukul 7:45-12:00 WIB hari Senin-Jumat. Nyatanya, pekerjaan sudah dimulai sejak tiba di kantor bahkan sampai malam.

Karena kerjaan sering jadi oleh-oleh di rumah. Sabtu dan Ahad pun sering dipakai kerja jika ada kegiatan. Kadang dibonus, kadang dapat ucapan terima kasih saja.

Semua kunikmati, karena banyak ilmunya. Setidaknya ada 6 tugas yang kuhandle dengan gaji hanya dari dua pos. Teman seruangan yang baru bergabung beberapa bulan sampai geleng-geleng, "Gaji kamu harusnya tiga kali lebih dari yang sekarang! Dan itu minimal."

Aku ketawa saja. Namanya hidup, kadang harapan dan kenyataan memang jauh. Teori dan praktik sudah biasa tak sejalan. Asal hatiku senang, aku tidak tertekan, ya nikmati saja. Toh rezeki tak melulu berupa duit.

Bertemu banyak orang baik, interaksi dan silaturahmi dengan orang-orang positif. Ada efek sehat, ada efek gembira, dan macam-macam manfaat kudapat. Jadi begitulah, nikmati saja terus.

Tapi nikmat itu tiba-tiba dirampas oleh seseorang yang "unik" sekali cara kerjanya.

Ia diterima sebagai office boy dengan jam kerja pukul 6:30-12:00 WIB hari Senin-Sabtu. Sejak awal, cara kerja si bapak memang rada nyeleneh.

Ia datang pukul 8 lewat, seringnya dijemput dulu oleh karyawan lain. Kebetulan rumahnya dekat dengan kantor. Maka sejak ia jadi office boy, karyawan dengan inisiatif sendiri bergantian menjemputnya.

Dari pertama aku sudah tak setuju, karena hal tersebut hanya akan memanjakannya. Tapi semua teman tak keberatan, malah aku diminta maklum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun