Mohon tunggu...
Syarifah Lestari
Syarifah Lestari Mohon Tunggu... Freelancer - www.iluvtari.com

iluvtari.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Pengalaman Jadi "Debt Collector" di Usia Dini

9 Juni 2020   07:02 Diperbarui: 10 Juni 2020   05:27 2284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi warung kelontong (Shutterstock/Rembolle via kompas.com)

Kalau kakakku yang sedang di warung, mereka berani adu mulut menolak diutangi. Kalau Mamak, beliau mengalah saja. Tapi aku menolak menagih, sudah kubilang jangan kasih. Masih diberi, ya tagih sendiri!

Kupikir dulu PNS itu pasti mapan. Jadi meski jagoan utang, ada dua orang tetangga yang kubolehkan Mamak memberi utangan. Karena mereka PNS.

PNS pertama, rumahnya agak jauh. Turunan dan tanjakan kulalui dengan sepeda untuk mencapai rumahnya yang bagus berkali-kali dari rumah kami.

Setiap menagih, jawabnya besok. Datang besok, katanya lusa. Datang lusa, dia sembunyi. Anaknya bilang mama nggak di rumah.

PNS kedua, tepat di sebelah masjid. Kutagih, dia bilang sudah bayar. Oh, Mak, ini lebih parah lagi! Tapi aku sudah SMA, sudah bisa marah. Jadi kujemput buku bon di warung Mamak, kuperlihatkan padanya tanggal ia utang tanpa ada catatan bayar.

Ia berkeras sudah bayar, padahal kami sekeluarga pantang tak menulis jika orang bayar utang.

"Jadi Ayuk nak bayar apo idak? Kalo dak sudahlah, aku dak ke sini lagi. Cuma duo puluh ribu beribut kito di sebelah masjid!" naik darah aku dibuatnya.

"Kageklah aku ke rumah kau," jawabnya. Dan memang dia datang, bayar utang. Sambil nambah utang lagi.

Kudapat satu pelajaran, kalau menagih, harus galak duluan sebelum digalakin pengutang. Lalu kucari cara juga, yang tak perlu bersitegang tapi efektif.

Setelah puluhan kali menagih, aku mulai mengerti. Orang-orang di kampung sudah paham, jika aku mendatangi suatu rumah, berarti orang di rumah itu punya "sangkutan" di warung Mamak. Dan itu membuat malu mereka.

Maka setiap aku menagih, kemudian yang berutang berjanji besok, maka besoknya aku pasti datang. Dia sebutkan hari apa pun, kudatangi hari itu. Sengaja suara salam kukeraskan, biar tetangga sebelahnya mendengar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun