Mohon tunggu...
Syarifah Lestari
Syarifah Lestari Mohon Tunggu... Freelancer - www.iluvtari.com

iluvtari.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pak Guru, Jangan Jadwalkan Pelajaran Biologi di Jam Terakhir!

30 Mei 2020   20:28 Diperbarui: 30 Mei 2020   20:27 414
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi sekolah (tribunnews.com)

Mengenang masa sekolah ternyata asyik juga. Sebelumnya kutuliskan pengalaman SMP di sini, kali ini gantian pengalaman SMA.

Dari SMP yang tak populer sama sekali, aku berhasil lulus ke SMA favorit di Kota Jambi. Yang tadinya juara umum di sekolah, langsung terjun bebas ke ranking belakang. Untungnya kakak-kakak paham, yang mereka lihat nilai rata-rata, bukan ranking.

Mamak Bapak tak pernah melihat rankingku, mereka tak paham sama sekali. Yang penting pergi sekolah sehat, pulang sehat. Jajan cukup, tak ada tunggakan.

Waktu SD, aku bercita-cita ingin jadi guru. Karena melihat para guru di sekolah bisa memerintahkan sekian ratus anak. Suruh beli cabai di warung dekat sekolah, ambil buku di kantor, tutup pintu, dll.

Kalau prakaryamu dibawa pulang oleh guru, rasanya bangga sekali. Berarti bagus! Padahal jelas-jelas beli. Setelah dewasa baru sadar, guru juga tahu kalau itu beli. Dan mereka bawa pulang untuk dipakai/dipajang. Justru bagus kalau beli!

Di SMA aku lebih realistis, tapi gamang ketika memilih program studi di kelas 3. IPA, IPS, atau Bahasa? Aku tak pandai berhitung dan tak suka menghafal. Sekolah adalah jajan.

Sebenarnya aku tertarik dengan jurusan Bahasa, karena sejak kecil suka sastra dan tertarik belajar Bahasa Arab. Tapi stigma kelas Bahasa sangat buruk saat itu.

Kelas Bahasa diisi anak-anak yang nilainya tidak cukup untuk masuk ke IPA maupun IPS, dan atau siswa pindahan dari sekolah lain, yang mana mereka tidak naik kelas di sekolah asal. Ngenes kan.

Akhirnya oleh sekolah aku dimasukkan ke 3 IPA 1. Setidaknya aku selamat dari pelajaran Akuntansi, yang katanya bermain logika tapi banyak mengkhayalnya itu. Tak tahunya di dunia kerja, malah berkecimpung di akuntansi juga. Asal paham rumus Excel ya bisa-bisa aja sih.

Di kelas 3, ada satu hari yang menjadi hari terburuk bagi kami sekelas. Di hari itu, mata pelajaran Biologi dijadwalkan di akhir. Bayangkan, tengah hari di saat sedang ngantuk-ngantuknya, ada yang cerita tentang xylem dan phloem, cephalothorax, nematoda, ....

Seolah Pak Guru yang baik itu tengah meninabobokkan puluhan anak asuhnya. Guru Biologi yang sekaligus wali kelas kami itu sangat bersemangat. Beliau suka memotivasi, sekali-kali bercanda, tapi termasuk tipikal serius.

Sekali waktu, aku duduk di kursi paling depan tapi di ujung dekat pintu. Jika angin dari luar bertiup, akulah yang lebih dulu mendapat rezeki embusannya.

Jam terakhir, pelajaran Biologi, dengan angin sepoi-sepoi. Apa lagi yang dilakukan seorang siswa kalau bukan tidur? Dengan wajah menghadap ke meja, buku tulis terbuka, dan pena di tangan, aku tidur dengan nyaman.

Tak cukup itu saja, teman sebangku yang posisinya tepat di sebelah dinding, bernyanyi kecil sambil mencorat-coret meja. Lantunan lagunya, gerak berulangnya, membuatku semakin dalam menuju alam mimpi.

Sampai kemudian, tiba-tiba kelas ramai. Temanku yang tadi bernyanyi lirih ngomel-ngomel padaku. Aku terkesiap. Sampai pulang pun aku tak tahu apa yang terjadi. Pokoknya terbangun, ada yang tertawa, ada yang tegang. Lalu kelas ditutup dan kami pulang.

Besoknya, teman sebangku yang kemarin ngomel meneruskan omelannya. "Tau dak, gara-gara kau tedok ngadap aku, jadi dikiro Bapak tu aku ngajak kau ngobrol!"

"Salah kau, Vi, ngapo kau nyanyi-nyanyi. Kau yang ngadap dio, jadi dikiro Bapak kau tu lagi ngomong samo dio," kata teman di belakangku.

"Emang apo kata Bapak tu?" tanyaku masih bingung.

"Sudah Syarifah, jangan ladeni Evi tu! Saya lihat kalian ngobrol terus dari tadi."

Aku ngakak tak tertahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun