Sosok Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa tak bisa dimungkiri telah berhasil memberi banyak warna di ruang publik belakangan ini. Padahal awalnya dia sempat diragukan bisa mengimbangi ketokohan dan kapabilitas seorang Sri Mulyani yang reputasinya memang sudah mendunia.
Awal Purbaya dilantik menjadi Menkeu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kita langsung turun cukup dalam dan itu dianggap sebagai salah satu bentuk respon nyata para pelaku pasar/investor.
Tapi siapa yang menyangka, Purbaya dengan cepat berhasil "mencuri" perhatian publik. Gaya bicaranya yang khas, "to the point", blak-blakan, namun tetap menebarkan nada-nada optimis membuatnya cepat menjadi pusat perhatian. Kebijakan yang diambilnya juga terlihat sangat bertolak belakang dari kebijakan yang diambil Menteri Keuangan sebelumnya.
Purbaya memulai dengan rencana besarnya menarik dana pemerintah yang tersimpan di Bank Indonesia (BI) sebesar Rp200 triliun dan menyalurkannya ke lima bank Himbara (BRI, Mandiri, BNI, BTN, dan BSI). Purbaya beralasan, tidak mau melihat uang menganggur dan lebih memilih untuk menyalurkannya ke pasar dan sistem ekonomi yang dianggapnya saat ini sedang kekeringan likuiditas.
Kebijakan besar berikutnya berkaitan dengan pajak. Purbaya mengatakan belum tertarik untuk berbicara soal itu karena sadar bahwa kebanyakan masyarakat saat ini masih sedang dalam kesulitan ekonomi. Rencana pengenaan pajak untuk e-commerce yang sempat heboh beberapa waktu lalu sepertinya belum akan diterapkan di era Purbaya, minimal dalam waktu dekat.
Purbaya juga sempat melontarkan kekesalannya karena merasa "dibodoh-bodohin" bawahannya berkaitan dengan aplikasi Coretax. Ya, aplikasi yang sempat menjadi sorotan publik karena dianggap tidak jelas manfaat dan fungsinya padahal sudah menghabiskan anggaran yang sangat besar. Purbaya berjanji akan melakukan pembenahan dalam waktu singkat.
Masih berkaitan dengan pajak, Purbaya juga mengambil jalan yang sangat berbeda berkaitan dengan cukai rokok. Purbaya mengatakan akan mengevalusi hal tersebut sembari menegaskan komitmennya yang tidak ingin industri rokok dalam negeri terus mengalami kerugian apalagi sampai bangkrut. Purbaya bahkan berjanji akan menindak tegas peredaran rokok-rokok ilegal yang menurutnya berpotensi membunuh industri rokok tanah air.Â
Pada sisi lain, Purbaya juga berkomitmen mengejar para penunggak pajak yang konon nama-namanya, sekitar 200 orang, sudah dimiliki pemerintah. Purbaya bahkan sudah menyebut angka Rp60 triliun yang berpotensi menjadi pendapatan negara bila berhasil mengejar para penunggak pajak tersebut. Sekali lagi, ini juga bertolak belakang dengan rezim sebelumnya yang menerapkan kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty) sampai berjilid-jilid.
Purbaya juga seperti berusaha keras ingin menghapus kesan peran Menteri Keuangan yang terkadang dimaknai layaknya sekadar kasir atau juru bayar. Beberapa waktu setelah mengucurkan dana Rp200 triliun, Purbaya langsung melakukan sidak guna memantau sekaligus memastikan dana tersebut memang benar-benar sudah disalurkan dengan baik. Bank Negara Indonesia (BNI) menjadi bank pertama yang sudah dikunjunginya kemudian disusul Bank Mandiri.
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang menjadi salah satu program andalan pemerintah saat ini, tak luput dari perhatian Purbaya. Tanpa basa-basi, Purbaya langsung mengeritik penyerapan anggaran yang dianggapnya terlalu lambat. Tak cukup sampai disitu, Purbaya bahkan mengancam akan menarik dana yang lambat diserap dan dialihkan ke program/sektor lain yang lebih produktif.
Saat rapat bersama DPR, Purbaya juga tanpa segan-segan melontarkan pendapat sekaligus kritiknya terhadap program dan kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan sektor energi.
Pernyataan-pernyataannya langsung menjadi "headline" di berbagai media. Misalnya saat menyebut Pertamina malas-malasan dan tidak pernah berhasil membangun kilang dan sebaliknya malah yang terjadi kilang sering terbakar.Â
Secara kebetulan, cuma sehari setelah pernyataannya tersebut, tiba-tiba terjadi kebakaran kilang minyak di Dumai, seakan-akan hendak mengonfirmasi pernyataan-pernyataan Purbaya sebelumnya.
Mulai "diserang"?
Tak perlu menunggu waktu yang terlalu lama, sikap, pernyataan, dan kebijakan Purbaya langsung memancing reaksi dari berbagai kalangan. Kebijakan Purbaya menggelontorkan dana pemerintah Rp200 triliun langsung dikritik ekonom senior Didik J Rachbini yang menuding itu sudah melanggar aturan.Â
Purbaya merespons hal tersebut dengan mengatakan itu sudah dikonsultasikan terlebih dahulu dengan ahli-ahli hukum dan yakin itu sesuai prosedur hukum dan tidak ada yang dilanggar.
Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia juga merespons sekurang-kurangnya dua pernyataan Purbaya saat rapat di DPR. Berkaitan dengan pernyataan Purbaya bahwa sejak krisis sampai saat ini Pertamina tak pernah membangun kilang baru, Bahlil meskipun tidak mau menanggapinya secara langsung namun mengatakan lebih memilih fokus mengawal pembangunan kilang Pertamina yang sedang berjalan.
Bahlil juga merespons hitung-hitungan data yang disampaikan Purbaya terkait subsidi LPG 3 Kg. Purbaya mengklaim, pemerintah harus menanggung beban subsidi sebesar Rp30.000 (70%) per tabung agar harga di masyarakat hanya Rp12.750. Bahlil hanya merespons bahwa kemungkinan Menkeu salah baca data.
Tidak kalah menarik tentu saja ketika baru-baru ini, ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Panjaitan merespons rencana Purbaya yang mengancam akan menarik dana program MBG bila penyerapannya dianggap lambat.
Luhut mengatakan hal itu tidak perlu dilakukan oleh Menkeu karena menurutnya penyerapan dana program MBG sudah cukup baik. Purbaya tak mau kalah, ia mengatakan akan tetap menarik dana tersebut jika ternyata dinilai penyerapannya tidak sesuai rencana.
Beberapa pihak yang secara terang-terangan ikut mengeritik Purbaya adalah politisi PartaI Golkar misalnya Idrus Marham dan Misbakhun yang seolah tak rela Purbaya terlalu mencampuri ranah kebijakan Kementerian ESDM yang dipimpin sang Ketua Umum.
Politisi lain yang ikut mengeritik adalah Ferdinand Hutahaean, Politisi PDI-P. Ferdinand menyindir Purbaya dengan mengatakan, "Sebaiknya kurang-kurangilah merasa paling jago dari semua orang, merasa paling rajin dari semua pejabat, merasa paling mampu dari semua pejabat dan menyepelekan persoalan bangsa yang ada"
Ekonom senior, Ferry Latuhihin pada salah satu podcast bahkan menyebut tindakan-tindakan yang diambil Purbaya bukanlah tindakan seorang ekonom melainkan tindakan politis.
Beri kesempatan
Pada akhirnya setiap kebijakan yang diambil seorang pejabat publik pasti akan selalu menimbulkan pro dan kontra. Pasti akan selalu ada yang mendukung, ada juga yang menentang. Kebijakan Sri Mulyani yang lebih mengedepankan stabilitas ekonomi bagi sebagian kalangan dianggap tepat apalagi di tengah situasi yang serba tidak pasti. Namun bagi sebagian lagi, kebijakan itu justru membuat situasi kian memburuk karena membuat ekonomi kian lemah.
Sekali lagi Purbaya saat ini seolah ingin mengambil jalan yang benar-benar berbeda dari sebelumnya. Itu bisa kita lihat dari beberapa pernyataan maupun kebijakan yang sudah diambilnya.
Semestinya Purbaya diberikan ruang dan kesempatan untuk menjalankan tugas dan amanahnya sebagai Menteri Keuangan. Kritik dan pengawasan tentu saja harus terus dilakukan sebagai penyeimbang agar kebijakan yang diambil tidak lari jalur dari koridor yang seharusnya.Â
Terus terang saya lebih senang mengikuti kritik yang substantif dan argumentatif dari para praktisi maupun ekonom dalam merespons kebijakan-kebijakan Purbaya. Salah satunya misalnya dari ekonom Yanuar Rizky di salah satu podcast. Itu menjadi pembelajaran sekaligus ilmu yang sangat mahal. Daripada sekadar kritik atau sindiran yang menyerang gaya bicara atau sisi personal Purbaya.
***
Jambi, 7 Oktober 2025
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI