Mohon tunggu...
Stevan Manihuruk
Stevan Manihuruk Mohon Tunggu... Penulis - ASN

Buruh negara yang suka ngomongin politik (dan) uang

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Menjaga Agama dan Budaya sebagai Fondasi "Rumah" Indonesia

2 Desember 2018   11:23 Diperbarui: 3 Desember 2018   02:46 1507
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (mediaindonesia.com)

Jika Indonesia diibaratkan sebagai sebuah rumah/bangunan, maka agama dan budaya bisa dikatakan sebagai fondasinya. Fakta-fakta sejarah menunjukkan, keduanya berperan penting dalam membangun rumah kebangsaan bernama Indonesia.

Sejak awal berdirinya, Indonesia merupakan negeri yang unik dan khas. Indonesia dikenal sebagai negara yang tidak hanya kaya oleh potensi sumber daya alam (SDA) yang melimpah, tetapi kaya akan keberagaman tradisi budaya dan agama.

"Indonesia tanah air beta...tiada bandingnya di dunia...," ujar salah satu syair lagu wajib nasional yang sering kita nyanyikan.  

Uniknya, keberagaman itu tak lantas membuat Indonesia menjadi terpecah-pecah. Semangat kebersamaan, nilai-nilai persatuan dan kesatuan di tengah fakta keberagaman (unity in diversity) sebagaimana terkandung di dalam Pancasila dan UUD 1945 membuat Indonesia masih tetap bertahan sebagai negara kesatuan.

Keberagaman budaya dan agama di Indonesia bahkan bisa dikatakan sebagai fondasi yang mengokohkan "rumah" Indonesia. Budaya dan agama mewariskan semangat, etika dan nilai-nilai luhur lainnya bagi setiap insan Indonesia yang cerdas dan sungguh-sungguh memaknai arti berbudaya dan beragama. 

Meskipun demikian, kita tetap harus mengakui  bahwa riak-riak permasalahan yang dilatar belakangi perbedaan agama dan budaya memang sempat dan mungkin masih terjadi di beberapa daerah di tanah air.


Di Ambon, sempat terjadi konflik antar pemeluk agama yang satu dengan yang lain. Di daerah lain, konflik melibatkan suku/etnis yang berbeda satu dengan yang lain. Atas itikad baik bersama, peran tokoh-tokoh, serta tentunya pemerintah, konflik tersebut bisa direduksi agar tidak meluas ke tempat-tempat yang lain. 

Baru-baru ini, pergesekan juga sempat terjadi ketika ada sekelompok orang yang sedang menjalankan ritual tradisi budaya namun dihadang oleh orang lain yang menganggap itu sesuatu hal yang bertentangan dengan nilai-nilai agama.

Pentingnya dialog 

Awal November lalu, Kementerian Agama menggelar Sarasehan tentang Reaktualisasi Relasi Agama dan Budaya di Bantul, Yogyakarta. Menag Lukman Hakim Saifuddin mengatakan,  sarasehan digelar karena Kemenag ingin menyerap pandangan para tokoh dalam menata hubungan yang lebih baik lagi antara agama dan budaya.

"Indonesia sangat khas. Indonesia sangat kaya dengan berbagai ragam budaya. Indonesia juga sangat agamis. Antara nilai agama dan budaya tidak bisa dipisahkan dalam konteks Indonesia," jelas Menag kepada pers, Jumat (02/11).

Namun, lanjut Menag, belakangan ada kasus "benturan" budaya dan agama; sesuatu yang tidak terjadi sebelumnya. Budaya yang mengandung nilai spiritualitas dan agama yang membutuhkan budaya sebagai ruang aktualisasi, tiba-tiba seperti berhadapan antara satu dengan yang lain. 

Sekali lagi, mengutip pernyataan Menag, kasus "benturan" budaya dan agama yang terjadi baru-baru ini merupakan sesuatu yang tidak terjadi sebelumnya. Apa penyebabnya, refleksinya dan bagaimana langkah-langkah antisipasinya? Itulah yang coba dirumuskan saat pertemuan bersama para agamawan dan budayawan.

Sarasehan Menag, Tokoh Agama dan Budayawan (Foto: tribunjogja.com/Ahmad Syarifudin)
Sarasehan Menag, Tokoh Agama dan Budayawan (Foto: tribunjogja.com/Ahmad Syarifudin)
Pertemuan itu sendiri telah menghasilkan enam permufakatan (dibaca DISINI) yang tentunya tak hanya dirumuskan bagi para agamawan dan budayawan, melainkan masyarakat umum dan global.

Tentu kita sependapat bahwa pertemuan dan dialog semacam ini memang perlu terus ditingkatkan. Setiap fenomena sosial yang terjadi di tengah masyarakat memang harus segera dibicarakan sebagai bahan refleksi bersama guna mencegah hal itu terulang kembali.

Tak bisa dimungkiri, setiap zaman memiliki tantangan dan potensi permasalahan yang berbeda. Di era kekinian dengan kemajuan teknologi informasi dan globalisasi, membincangkan isu seputar budaya dan agama tetap aktual bahkan masih terus menjadi sebuah kebutuhan.

Ruang-ruang dialog harus terus dibuka hingga ke tingkat paling rendah, agar seluruh masyarakat Indonesia mendapatkan pemahaman yang utuh dan menyeluruh bahwa antara agama dan budaya di Indonesia semestinya bisa saling menjaga sebagaimana sudah terjalin berpuluh tahun lamanya.

Ibarat dua sisi koin yang terpisahkan, kemajuan zaman saat ini bisa bermakna potensi dan peluang memajukan bangsa namun bisa juga bermakna potensi dan ancaman yang mungkin membahayakan bangsa. Bagaimana kita bisa bertahan?

Kita belajar dari sejarah. Bila berpuluh-puluh tahun lamanya, rumah kebangsaan kita tetap berdiri tegak, itu karena agama dan budaya sebagai fondasinya masih tetap berdiri kokoh sebagai penopang.

Dalam konteks berbangsa, semestinya agama dan budaya tak boleh dipertentangkan. Keduanya terbukti bisa berkembang secara harmonis di bumi Nusantara. Lagi-lagi bila kembali mengingat sejarah, kita tahu bahwa perkembangan penyebaran agama di Indonesia bahkan banyak dilakukan lewat strategi budaya lokal daerah yang sudah ada. Ini yang dilakukan Wali Songo, misalnya.   

Sekali lagi, dalam konteks kekinian dialog budaya dan agama memang penting untuk terus digalakkan. Peningkatan kesadaran, penyamaan pemahaman serta penemuan titik temu antara agama dan budaya di Indonesia merupakan kebutuhan yang takkan lekang oleh zaman.

Itu semua dilakukan semata-mata karena kita menyadari dan memahami bahwa agama dan budaya sejatinya merupakan fondasi "rumah" Indonesia yang tentu wajib kita jaga.      

***

Jambi, 26 November 2018

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun