Mohon tunggu...
Stevan Manihuruk
Stevan Manihuruk Mohon Tunggu... Penulis - ASN

Buruh negara yang suka ngomongin politik (dan) uang

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Saatnya Mengevaluasi Program Listrik Pintar

21 April 2016   19:32 Diperbarui: 21 April 2016   19:39 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sudah beberapa tahun program listrik pintar alias prabayar yang dicanangkan PLNhttp:/www.pln.co.id/ berjalan. Menurut data situs Kementerian ESDM, pada tahun 2012, angka pengguna listrik prabayar di Indonesia sudah mencapai 5 juta orang di seluruh Indonesia. Jumlah tersebut menjadikan Indonesia menjadi negara dengan jumlah pelanggan listrik prabayar terbesar di dunia. Afrika Selatan, negara yang memimpin dalam penggunaan meter listrik prabayar sejak 1993 hanya memiliki pelanggan prabayar empat juta lebih.

Lima juta pelanggan listrik prabayar tersebut tersebar di 27 propinsi di seluruh Indonesia, mulai dari Aceh sampai Papua. Sebagian besar pelanggan berada di Pulau Jawa dan Bali. Pelanggan di Jawa Barat dan Banten menjadi pelanggan tertinggi se-Indonesia dengan 1.663.528 pelanggan, disusul oleh Jawa Timur 853.685 pelanggan, Jawa Tengah dan DIY 581.443 pelanggan, Jakarta dan Tangerang 486.599 pelanggan, dan Bali 216.259 pelanggan.

Sukses di Jawa Bali juga disusul dengan kesuksesan di wilayah lain di Indonesia seiring gencarnya PLN melakukan penetrasi layanan Listrik Pintar. Terbukti di Nusa Tenggara Barat sebanyak 206.505 merupakan pelanggan Listrik Pintar. Angka ini tertinggi untuk wilayah Indonesia Timur. Disusul oleh Nusa Tenggara Timur dengan 120.179 pelanggan. Sedangkan untuk Indonesia Barat, urutan tertinggi pelanggan Listrik Pintar ada di Lampung dengan 138.772 pelanggan. Tidak ketinggalan juga anak perusahaan PLN ikut aktif menjaring pelanggan menggunakan Listrik Pintar. Tercatat sebanyak 4.919 pelanggan PLN Batam menggunakan Listrik Pintar.

Data diatas hanya menggambarkan capaian pada tahun 2012. Saat ini hampir dapat dipastikan data dan angka tersebut sudah melonjak tajam. Dengan capaian-capaian tersebut, barangkali perlu dilakukan evaluasi atau refleksi guna mengetahui keberhasilan program ini. Secara ringkas mungkin dengan menjawab tiga pertanyaan besar sebagai berikut.    

Gaya hidup

Pertanyaan pertama, apakah program listrik pintar sudah berhasil mengedukasi sekaligus melatih masyarakat agar hemat menggunakan listrik?. Faktanya, bahwa masyarakat kita memang terbiasa kurang bijak alias boros menggunakan listrik. Contoh sehari-hari ada di sekitar kita atau jangan-jangan kita pun termasuk di dalamnya. Mari mengevaluasi gaya hidup kita sehari-hari menggunakan listrik baik saat ada di rumah, sekolah, kantor, atau dimana saja. Seberapa banyak daya listrik yang terbuang percuma akibat kelalaian kita. Tidak digunakan, namun listrik tetap mengalir. Seakan-akan karena sudah dibayar, kita berhak menggunakan sebebas-bebasnya. Kesadaran untuk menggunakan seperlunya dan tidak melakukan pemborosan, sepertinya masih sangat minim.

Program listrik pintar alias prabayar seharusnya melatih masyarakat agar lebih bijaksana saat menggunakan listrik. Layaknya pulsa ponsel, masyarakat bisa mengukur rata-rata pemakaian dalam satu periode tertentu misalnya. Selanjutnya, bisa melatih kebiasaan  untuk berhemat listrik. Apakah tujuan ini sudah tercapai?

Beban pemakaian

Masih berkaitan dengan pertanyaan pertama, menjadi pertanyaan kedua adalah: apakah program listrik pintar berkontribusi mengurangi beban pemakaian listrik nasional?. Mengutip tulisan Nengah Sudja di harian Kompas, 16 April lalu, statistik PLN menunjukkan bertahun-tahun sistem cadangan di banyak wilayah di Indonesia berada di bawah 30 % bahkan negatif. Contoh di pulau Nias pada 2015, beban puncak 28,4 megawatt, kapasitas 30 MW, cadangan 1,6 MW, artinya hanya 5,3 %. Cadangan rendah ini menjadi penyebab terjadinya pemadaman berkelanjutan.  

Sebagai perbandingan di beberapa negara; Singapura dengan beban puncak 8.000 MW, memiliki daya terpasang 18.000 MW. Jerman beban puncak 89.000 MW, daya terpasang 196.000 MW. Bahkan Jepang setelah kecelakaan Fukushima menghentikan semua PLTN (sekitar 50 satuan, 50.000 MW, memasok 30 persen produksi nasional) tetap dapat memenuhi beban tanpa pemadaman. Fakta dan kondisi ini yang membuat staf Kementerian ESDM, Bagas Pujilaksono sudah berani memprediksi terjadinya bahaya krisis energi listrik parah pada tahun 2018 mendatang.

Kepercayaan masyarakat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun