Mohon tunggu...
Binoto Hutabalian
Binoto Hutabalian Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis

Penulis di www.sastragorga.org

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Timnas Indonesia dan Segudang Mimpi Buruk

16 Oktober 2019   10:10 Diperbarui: 16 Oktober 2019   10:15 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bola. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dari berbagai cabang yang paling diminati, di dunia ini sepak bola masih merupakan cabang utama yang tampil sebagai barometer kemajuan olah raga suatu negara. Demi bisa tetap menjaga nama besar persepakbolaannya, setiap negara berlomba-lomba membentuk federasi sepak bola nasionalnya yang tangguh dengan berbagai keseriusan baik dibidang organisasi dan pembinaan para pemainnya.

Bahkan bagi berbagai negara, yang semenjak parhelatan kejuaraan sepak bola sejak awal yang namanya olimpiade, piala dunia maupun turnamen antar negara sebenua mulai digulirkan, mereka yang sering langganan kontestan hingga semifinalis telah memutuskan perkuatan sistem perekrutan pelatih, pembinaan dan pemilihan pemain Tim Nasional dan keorganisasian sepak bola mereka secara efektif, objektif dan tegas. Sebab bagi mereka Sepak Bola adalah wajah dan harga diri bangsanya.

Bagi setiap negara peminat sepak bola, turnamen paling bergengsi selain Olimpiade ada Piala Dunia yang berlomba-lomba ingin bisa diikuti. Mereka bertarung sejak babak penyisihan. Saling mengalahkan dan saling adu strategi demi meraih satu tiket yang namanya Tim Kontestan Piala Dunia yang dilaksanakan sekali Empat Tahun.

Indonesia sebagai salah satu negara Asia yang juga pecandu sepak bola, yang mendaftarkan dirinya di FIFA sebagai PSSI juga tak pernah ketinggalan selalu bermimpi dan berangan-angan ingin merebut satu dari puluhan tiket yang tersedia itu.

Dengan selalu mengirimkan Tim Nasional yang biasa dijuluki Timnas Indonesia Senior, Indonesia selalu berharap bisa lolos pada pertarungan melawan pesaing-pesaingnya di grup yang ditetapkan. Setiap episode kwalifikasi pra Piala Dunia, berbagai pencapaian akhir bervariasipun terlalui.

Ada perjuangan yang hasilnya lumayan mulus pernah beberapa kali menang, ada yang biasa-biasa saja pernah seri sesekali, dan ada yang sering kalah. Dan itu memang lumrah dalam sepak bola. Menang atau kalah itu hanya sebuah rapor. Catatan yang juga dijadikan sejarah dan evaluasi

Kekuatan sepak bola sebuah negara, biasanya terlihat ketika tampil di kandang sendiri. Itu sepertinya sudah menjadi rumus mutlak dalam hal sistem pendulangan poin. 

Sekali kalah di kandang sendiri merupakan aib paling memalukan bagi sebuah tim sepak bola. Terlebih jika sempat dikalahkan berkali-kali di markas sendiri. Bukankah itu disebut pelecehan atau sebentuk kutukan? Yang pasti itu sangat memalukan.

Sangat disayangkan, pada babak penyisihan kualifikasi Piala Dunia 2020 kali ini Timnas Indonesia Senior terkabar sedang dilanda mimpi buruk. Mimpi paling memalukan setelah dikalahkan beruntun empat kali. Dan Tiga kali adalah di kandang sendiri. Yang berbuntut jutaan penggemar sepak bola Indonesia melampiaskan kekesalan dengan berbagai hujatan dan ejekan.

Bentuk kemarahan kepada PSSI, Pelatih dan kepada pemain. Seluruhnya marah. Sebab PSSI melalui Timnas Indonesia Senior tidak berhasil menyuguhkan pertandingan yang bisa bersaing dengan tim lain. Timnas Senior seperti ketinggalan zaman gaya permainannya.

Kekalahan sekali dua kali masih dimaklumi. Tapi Empat kali kalah beruntun itu apa mesti harus dipertahankan?

Banyak pihak berpendapat bahwa Timnas Indonesia dulu tak terlalu begitu. Tak terlalu selemah itu. Dan banyak pihak juga yang bertanya kenapa? Mengapa, disaat negara-negara maju berlomba-lomba menampilkan pemain muda di Timnas Piala Dunianya sebaliknya kenapa di Indonesia PSSI berlomba menumpuk banyak pemain tua dan naturalisasi?

Bukankah setelah sekian kali kekalahan belum juga dievaluasi penyeb kekalahan itu hanya semata-mata karena satu hal saja? Stamina yang lemah. Nafas yang ngos-ngosan di babak kedua.

Kelemahan itu harus diakui, harus disadari dan harus mendesak dievaluasi. Stamina adalah syarat utama dalam pertandingan sepak bola. Sebab setiap pemain harus kuat berlari, bekerja sama dan berkonsentrasi selama 2 x 45 Menit.

Evaluasi sangat perlu usai setiap pertandingan. Tak harus menunggu sampai kalah Empat kali pertandingan baru diambil keputusan. Itu namanya nasi terlanjur jadi bubur. Sepak bola Indonesia hanya butuh ketegasan. Dan keseriusan.

Seperti kita ketahui bersama, ada Timnas kelompok umur U16, U19 dan U23  yang saat ini juga sedang dipersiapkan di turnamen antar negara dunia. Timnas yang dihuni para pemain muda berbakat yang gigih dan sangat berstamina.

Dari belasan kali penampilan persiapan dan penyisihan dari masing-masing kelompok umur, terbukti mereka lebih bisa menyuguhkan gaya permainan sepak bola modern yang didukung kwalitas, skill, kerjasama dan stamina individu yang mendukung strategi pelatih setiap kali pertandingan. Permainan para pemain muda tampak ngotot dan pantang menyerah hingga detik-detik akhir pertandingan.

Hal seperti itulah yang sama sekali belum terlihat pada skuad Timnas Indonesia Senior asuhan Simon Mc Menemy yang dituding gagal total oleh para pecinta sepak bola negeri yang terlanjur kecewa.

Dari segi pemanggilan pemain, menurut banyak pihak Simon dan PSSI cenderung mempercayakan Timnas Indonesia Senior diisi kebanyakan pemain naturalisasi dan pemain-pemain di atas 25 Tahun yang nota bene terbukti tak kuat bermain konsentrasi diatas 60 Menit.

Timnas Indonesia telah terseok-seok di dasar grup. Telah kehilangan asa. Telah semalu-malunya. Sementara perdebatan sedang saling mencari kambing hita. Ada jutaan suporter yang kecewa, ada pengamat yang merasa jengkel, ada mantan pemain yang komen, ada PSSI yang berkuasa, ada pelatih yang merasa benar ada pemain yang hanya bermain dan ada Pemerintah yang belum berbicara.

Ada segudang kekecewaan di jutaan pecinta sepak bola negeri. Ada apa Timnas Senior dan PSSI negeriku? Mari kita kubur mimpi-mimpi buruk ini.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun