Mohon tunggu...
sang Pemimpi(n)
sang Pemimpi(n) Mohon Tunggu... -

sang pemimpi..dan hanya akan ada didalam mimpi.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

meluruskan sejarah HMI menurut Dahlan Ranuwiharjo.

30 April 2011   20:07 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:13 1810
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa tokoh yang sempat mengenal Dahlan secara pribadi punya kenangan tersendiri terhadap sosok Dahlan. ''Mungkin baginya saya ini nomor dua,'' ujar sang isteri, Ny A Dahlan Ranuwiharjo.

Kecintaan aktivis yang akrab disapa 'Pak De' Dahlan ini terhadap HMI memang tak bisa dipungkiri. ''Dahlan ialah seorang muslim nasionalis,'' ungkap Roeslan Abdulgani. Pendapat senada juga dilontarkan Wakil Presiden Hamzah Haz. Dalam pandangannya Dahlan ialah tokoh yang penuh dengan dedikasi. ''Hingga di usia senja ia tetap bersemangat berbagi ilmu. Ia patut menjadi teladan,'' ungkap Hamzah Haz ketika memberi sambutan dalam peluncuran dua buku karya Dahlan Ranuwiharjo di Jakarta.

Meski kini Dahlan telah tiada sejumlah sahabat memprakarsai terbitnya buku-buku karya terakhir Dahlan. Melalui buku 'Bung Karno dan HMI Dalam Pergulatan Sejarah' pembaca bisa mencermati pertanggungjawaban politik Dahlan ketika menjabat sebagai Ketua Dewan Pertimbangan dan Penasehat Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (DPP PB HMI).

Berbagai pemikiran Dahlam lainnya juga terungkap di buku 'Revolusi, Anti-Imperialisme, dan Pancasila'. Kedua buku tersebut untuk kali pertamanya dicetak Februari 2002 oleh Institute for Transformations Studies (Intrans) Jakarta. ''Kami berharap lewat buku ini masyarakat tetap bisa mencermati ide dan pemikiran almarhum Dahlan semasa hidupnya,'' ungkap Direktur Intrans, Harry Azhar Aziz.

Buku 'Bung Karno dan HMI Dalam Pergulatan Sejarah' sebenarnya merupakan pelurusan sejarah, khususnya mengenai HMI, versi Dahlan. Awal hingga akhir buku ini menceritakan tentang pembentukan HMI, masa-masa kritis -- ketika PKI menuntut pembubaran HMI -- dan sikap HMI setelah masa kritis tersebut berakhir. Maklum saja, Dahlan, menurut Roeslan Abdulgani, memang tokoh yang sangat berjasa dalam menghadapi upaya pemberangusan HMI yang kerap dilancarkan PKI sekitar 37 tahun lalu.

Jalan cerita tersusun rapih bak buku sejarah dengan bahasa yang cukup dapat dimengerti. Roeslan menyebut buku ini sebagai historiografi, karena penulisannya tidak sepenuhnya objektif dan memperlihatkan karakteristik serta impresi si penulis. Di bagian ''Gejolak Hati Nurani Saya'', Dahlan mengungkapkan pergelutan pemikirannya menghadapi kasus Utrecht.

Ia menjabarkan kekhawatirannya akan berulangnya kegagalannya ketika mempertahankan eksistensi GPII (Gerakan Pemuda Islam Indonesia). Dahlan khawatir pola pikir HMI yang menganut 'breed-front' ala Zulkifli Lubis akan menghambat rencananya untuk meminta 'back up' dari Presiden Soekarno agar mengeluarkan pernyataan tidak akan membubarkan HMI.

Di samping itu, buku ini juga mencoba 'meluruskan' pandangan tentang berbagai hal yang dianggapnya penting. Pengertian 'revolusi' dan 'revolusioner' misalnya. Kedua kata tersebut dijabarkan secara rinci dan disertai contoh kasus yang relevan dengan kondisi tahun 1960-an. Buku ini ditutup dengan rentetan kisah tentang Penutupan Kongres CGMI (Consentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia) di mana Bung Karno mengeluarkan 'statement'-nya tentang eksistensi HMI.

Sebenarnya, menurut editor Viva Yoga Mauladi, Dahlan dan dirinya berencana untuk meneruskan penulisan sisa topik yang tak kalah penting, yaitu tentang bagaimana sikap HMI selanjutnya. Namun, Dahlan dihadapkan pada kewajibannya untuk memimpin kepanitiaan perayaan 100 Tahun Bung Karno di saat kondisi fisiknya mulai menurun. Akhirnya melalui penelusuran panjang, teman-teman Dahlan bekerja secara kolektif merampungkan buku ini.

Buku setebal 157 halaman ini 100 halaman di antaranya memuat cerita-cerita Dahlan. Sedangkan sisanya diisi dengan sejumlah lampiran berbagai salinan dokumen penting tentang HMI dan kliping berita HMI, serta foto-foto kenangan Dahlan bersama kader HMI lainnya.

Semangat religius dan nasionalisme Dahlan juga tampak di bukulainnya. Dalam buku 'Revolusi, Anti Imperialisme, dan Pancasila' terungkap bagaimana seorang Dahlan menggunakan pemahamannya terhadap agama Islam sebagai pedoman dalam melihat persoalan ideologi, ekonomi, sosial, politik, maupun budaya. Di samping itu, Dahlan terlihat banyak menggunakan pemikiran-pemikiran Bung Karno sebagai referensinya, terutama ketika menyangkut pembahasan tentang nasionalisme. Dahlan banyak membahas kondisi Pancasila dari masa ke masa serta mengkaitkan pemikiran antara Islam dengan berbagai aspek bernegara.

Presid en Megawati Soekarnoputri sebagai putri mendiang Bung Karno dalam kata pengantarnya menyebut Dahlan sebagai seorang Islam yang nasionalis. ''Ia tahu benar posisinya bagi seorang Muslim yang mayoritas di dalam berbagi dengan saudara-saudaranya yang berlainan keyakinan dalam sebuah Indonesia Raya.''

Mega merasa pemikiran Dahlan sejalan dengan keyakinan dan cita-cita Bung Karno. Apalagi ketika ia membaca judul buku ini yang menggambarkan perjalanan kelahiran dan keberadaan Indonesia sebagai sebuah negara, serta peranan Pancasila sebagai alat perekat pemersatu bangsa.

Sedangkan Ketua DPR Akbar Tanjung yang turut memberi kata sambutan untuk buku setebal 182 halaman ini memandang Dahlan sebagai pribadi yang sangat menarik. Sebagai seorang tokoh nasional, Dahlan dianggap masih bisa mempertahakankan kesederhanaan dan kebersahajaannya. ''Dahlan juga dinyatakannya sebagai tokoh yang konsisten dengan keyakinan dan pandangannya tentang berbagai hal, terutama tentang wacana Islam dan nasionalisme.''

S alah seorang putri Dahlan, Dhanny Dahlan, mengatakan bahwa penerbitan kedua buku itu merupakan amanah yang pernah disampaikan sang ayah padanya. ''Seminggu sebelum wafat, bapak pernah memperlihatkan hasil editing buku-buku tersebut. Dengan diterbitkannya kedua buku ini kami bisa merealisasikan cita-cita bapak,'' ujar Dhanny terharu.

Peluncur an buku tokoh penting HMI ini dihadiri sejumlah 'orang penting' yang juga pernah menjadi aktivis HMI -- seperti Beddu Amang, Rochmin Dahuri, Adi Sasono, dan Malik Fajar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun