Mohon tunggu...
Muhammad Burniat
Muhammad Burniat Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswa filsafat dengan hobi menulis, jalan-jalan dan aktivitas sosial. Menulis adalah cara saya untuk hidup dan berbagi. E-mail: muhammadburniat@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Bonus Demografi: Mari Asah Skill Dan Jiwa Enterpreneurship Sejak Dini

20 September 2016   22:12 Diperbarui: 20 September 2016   22:19 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. http://www.sjsu.edu/svce/pics/Entrepreneurship%20word%20cloud%20web.jpg

Salah satu kunci terpenting untuk sukses adalah kepercayaan diri. Dan kunci dari kepercayaan diri yang sempurna adalah persiapan__

Perbincangan mengenai bonus demografi memang sedang hangat diperbincangkan.  Kita dihadapkan dengan berbagai pilihan; ada yang melihat dari sisi positif, ada yang melihat dari sisi negatif, dan ada pula yang mencoba membandingkan keduanya. Ketiga posisi tersebut sah-sah saja dikarenakan kita tidak bisa memastikan itu akan berjalan sesuai target. Walaupun demikian, bukan berarti kita tidak bisa mencapai hasil yang diinginkan, asalkan persiapan dan agenda yang diprogramkan tepat sasaran dan tersistematis.

Meningkatkannya angka usia produktif adalah salah satu bentuk keberhasilan Pemerintah dalam mencanangkan perekonomian bangsa. Program KB misalnya dilakukan atas dasar logika developmentalisme dengan asumsi bahwa ketika populasi penduduk mengalami kelebihan kapasitas (overload), maka itu akan berimplikasi meningkatnya angka kemiskinan. Itu mengapa program KB selama beberapa tahun terakhir ini menjadi titik fokus Pemerintah guna mengatasi masalah kesenjangan ekonomi yang akan terjadi nantinya. Maka dari itu, lumrah saja apabila bonus demografi pada kenyataanya manakalah dianggap sebagai jendela peluang (windows of opportunity) ataukah jendela bencana (windows of disasters).

Dok. http://www.statuswhatsapp.co.in/wp-content/uploads/2016/04/entrepreneur.jpg
Dok. http://www.statuswhatsapp.co.in/wp-content/uploads/2016/04/entrepreneur.jpg

Melihat sisi-sisi yang dihadirkan oleh berbagai sudut pandang masyarakat tersebut, sebetulnya kita tidak perlu takut. Bonus demografi akan benar-benar menjadi masa keemasan apabila kita persiapkan sejak dini. Persaingan antar individu memang akan sangat kompetitif, dimana orang-orang akan bersaing menemukan berbagai cara mendapatkan penghidupan. Satu tahun terakhir ini misalkan, banyak anak-anak muda Indonesia yang mulai membangun start up. Ditambah lagi, bisnis-bisnis start up pun juga kerap kali menjadi ajang kompetisi untuk membangun kesadaran enterpreneurship mereka yang usia produktif. Bentuk aksi semacam ini merupakan langkah awal yang baik bagaimana kita, terutama usia-usia produktif harus membangun ekonomi kreatif berdasarkan keterampilan yang dimiliki. Dan keterampilan itu kadang tidak didapatkan dalam jenjang keilmuan, melainkan kesadaran diri membentuknya dari aktivitas sehari-hari.

Dalam dunia kerja, setiap jenis pekerjaan sudah pasti memerlukan keterampilan sebagai penunjang kapasitas seorang pekerja guna mencapai keberhasilan yang diharapkan. Keilmuwan yang kita miliki saja belum cukup untuk membantu. Kalau kita melihat fenomena sekarang, banyak sekali para lulusan sarjana yang ketika dihadapkan pada dunia kerja tidak memenuhi kriteria. Dan tak jarang pula mereka yang seharusnya bekerja di bidang terkait keilmuannya, malah beralih pada bidang yang lain. Bukan sesuatu yang tidak mungkin, sebab kadang di dunia kerja orang tidak sepenuhnya membaca keilmuan kita ketika melihat keterampilan yang dimiliki. Tak hayal apabila dalam surat lamaran kerja, kerap kali keterampilan menjadi acuan. Beragam keterampilan itu bisa berupa soft skills dan hard skills, keduanya saling melengkapi untuk menggapai prestasi dan kinerja gemilang.


Soft skills contohnya, berkaitan dengan sikap dan kebiasaan kita dalam berinteraksi dengan orang lain.  Soft skills bukan sesuatu yang konkret seperti kemampuan teknis, dan untuk memperolehnya kita tidak harus mengikuti sebuah kelas pelatihan. Cara memperoleh soft skill ini hanya melalui pengalaman di sekolah, pengalaman hidup dan masa lalu, atau jam terbang yang sudah dilalui. Pengalaman tersebut merupakan modal pembelajaran yang sangat berharga sehingga kita dapat menjalani peran sebagai seorang professional yang tidak hanya handal dalam urusan teknis, namun sangat lihai berhubungan dengan realitas di lapangan.  Berbincang mengenai soft skill, maka tidak akan jauh dari pembahasan mengenai Communication Skills, Interpersonal Skills, Problem Solving dan Critical Thinking, Active Listening, Active Learning, Organizational Skills, Time Management Skills, Team Player, Professionalism dan Flexibility dan Adaptability.

Sementara kalau kita membicarakan mengenai hard skills, kita menyoroti masalah teknis. Kita ambil contoh seorang fotografer, tentunya perlu paham berbagai jenis lensa kamera, jenis lampu, tata cahaya dan lainnya. Atau seorang guru perlu tahu cara membaca sebuah formula matematika dan mengerti cara mempraktekkanya. Untuk memperolehnya kita perlu belajar dan berlatih dalam program pendidikan khusus.

Dari penjelasan di atas, saya ingin menyimpulkan bahwasannya skills (keterampilan) sekarang menjadi keharusan yang harus kita miliki. Seperti kasus-kasus yang sempat disinggung di atas mengenai banyak pengangguran para sarjana adalah contoh kasus bahwa skill masih belum disadari sebagai kapasitas pendukung di lapangan. Apabila keilmuwan dan skill kita sudah ada, bisa dipastikan kita sudah bisa melangkah ke arah yang lebih jauh, salah satunya adalah mampu menciptakan sesuatu untuk orang lain, yakni lapangan kerja.

Pemuda, Yuk Jadi Enterpreneur!

Menjadi bagian kekinian sudah selayaknya kita tidak mati kutu. Banyak mendengar dan membaca, bertemu orang-orang baru, dan meningkatkan kapasitas diri dengan berbagai keterampilan adalah salah satu kunci menuju kesuksesan. Hal ini dikarena mengingat lapangan kerja tidak selamanya menuntut nilai dalam merekrut pekerja, melainkan kapasitas yang lebih dalam. Banyak orang memiliki nilai bagus, namun belum tentu mampu mengaplikasikannya dengan baik di dunia sosial. Oleh sebab itu, bergerak dan membaca lingkungan adalah cara yang tepat untuk mengembangkan diri.

Tahun ini menjadi tahun yang sangat baik buat saya pribadi. Salah satu mata kuliah enterpreneurship menjadi mata kuliah wajib untuk diikuti. Awalnya saya mengira tidak ada hubungannya antara jurusan saya sebagai mahasiswa filsafat Islam dengan enterpreneurship. Namun asumsi tersebut berubah saat dosen mata kuliah saya memberikan pandangannya mengapa kita harus membangun jiwa enterpreneur, terutama sebagai anak-anak muda. Menurutnya, negera-negara di luar sana memiliki jumlah pengusaha yang cukup signifikan sehingga memberikan kontribusi besar bagi perkembangan ekonominya. Dan akan lebih baik lagi apabila pelaku ekonomi tersebut didominasi oleh usia produktif, dikarenakan persaingan pasar yang semakin hari semakin menuntut kekreatifan.

Selama belajar enterpreneurship, saya diarahkan bagaimana membangun jiwa enterpreneur yang dituntut untuk kreatif dan inovatif, dengan mengedepankan nilai-nilai sosial yang tinggi. Dalam hal ini, kita diminta menjadi pribadi yang tahu akan eksistensi penciptaan lapangan kerja bagi orang lain serta didukung dengan mental pemberani. Selain itu, belajar mata kuliah enterpreneurship juga diajarkan bagaimana melakukan mapping, analisa pasar, market research, mencari investor, dan komponen-komponen lainnya. Dari sini, saya pun mengamati bahwa kampus paham betul mempersiapkan mahasiswanya setelah lulus nanti.

Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP HIPMI) Bahlil Lahadalia yang saya kutip dari Suara.com (Senin, 9 Mei 2016) mengatakan bahwa saat ini Indonesia baru memiliki 1,5 persen pengusaha dari sekitar 252 juta penduduk Tanah Air. Indonesia masih membutuhkan sekitar 1,7 juta pengusaha untuk mencapai angka dua persen. Sedangkan di negara Asean seperti Singapura tercatat sebanyak 7 persen, Malaysia 5 persen, Thailand 4,5 persen, dan Vietnam 3,3 persen jumlah pengusahanya. Tak hanya sekedar melipatgandakan jumlah pengusaha, Indonesia juga perlu menciptakan pengusaha baru yang berkualitas dan terdidik yakni dari kalangan mahasiswa. Pengusaha berlatarbelakang sarjana menurutnya akan mampu meningkatkan kapasitas usahanya serta akan kuat menghadapi persaingan yang semakin ketat di era masyarakat ekonomi Asean (MEA).

“Daya saing mereka akan kuat, sebab secara pendidikan jauh lebih mumpuni,” tutup Bahlil.

Secara pribadi, saya pun juga melihat kalau mata kuliah enterpreneurship ini diajarkan di luar keilmuan mahasiswa, maka mampu menjadi bekal yang cukup baik bagi keberlangsungan hidup para sarjana. Dan ada kemungkinan, target untuk meningkatkan jumlah pengusaha Indonesia hingga 2% akan terealisasi. Jadi, mari kita bangun kesadaran enterpreneurship sejak dini!

Facebook: https://www.facebook.com/tainrubm

Twitter: https://twitter.com/MBurniat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun