Mohon tunggu...
Meylina Hidayanti
Meylina Hidayanti Mohon Tunggu... Guru

Guru IPS SMA IIBS Az-Zahra Hanyalah insan yang sedang belajar dalam sebuah perjalanan kehidupan dan mencoba untuk berbagi dengan apa yang telah Ia beri. Situs : https://qifasmartmedia.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Kesantunan Intuisi dalam Berbahasa

14 Maret 2013   06:12 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:48 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1363241375537812532

Diriwayat oleh Ibnu Ishaq bahwa begitu keras usaha kaum musyrik untuk mencegah kaum muslim untuk  berhijrah ke Habasyah. Amr bin Al Ash dan Abdullah bin Abu Rabi’ah sebagai utusan kaum musyrik kala itu membawa berbagai macam hadiah untuk dipersembahkan kepada Raja Najasyi melalui para uskup. Amr bin Al Ash dan Abdullah bin Abu Rabi’ah mengajukan beberapa alasan agar mereka mengusir kaum muslimin dari sana. Setelah para uskup menyetujui, para uskup menemui Raja Najasyi seraya berkata, “Wahai Tuan Raja, sesungguhnya ada beberapa orang bodoh yang telah menyusup ke negeri tuan. Mereka datang sambil membawa agama baru yang mereka ciptakan sendiri. Kami tidak mengetahuinya secara persis, sebagaimana tuan. Kami diutus para pembesar kaum mereka, dari bapak-bapak, paman, dan keluarga mereka untuk menemui tuan, agar tuan berkenan mengembalikan orang-orang ini kepada mereka. Sebab mereka lebih berhak terhadap orang-orang tersebut dan lebih tahu apa yang telah mendorong orang-orang tersebut mencela dan memaki mereka”.

Namun Raja Najasyi merasa perlu untuk meneliti lebih detail dan mendengarkan dari masing-masing pihak sebelum mengambil keputusan. Kemudian Raja Najasyi mengirim utusan untuk menemui orang-orang muslim dan memerintahkan untuk mendatangkan mereka ke hadapannya.

Berikut percakapan antara Raja Najasyi dan Ja’far bin Abu Thalib sebagai juru bicara orang-orang muslim :

Raja Najasyi        : “Macam apakah agama kalian, yang karena agama itu kalian memecah belah kaum kalian, dan kalian juga tidak masuk agama kalian serta tidak satupun agama-agama ini?”

Ja’far                  : “Wahai Tuan Raja, dulu kami adalah pemeluk agama jahiliyah. Kami menyembah berhala-hala, memakan bangkai, berbuat mesum, memutuskan tali persaudaraan, menyakiti tetangga dan yang kuat diantara kita memakan yang lemah. Begitulah gambaran kami dahulu, hingga Allah mengutus seorang Rasul dari kalangan kami sendiri, yang kami ketahui nasab, kejujuran, amanah dan kesucian dirinya. Beliau menyeru kami kepada Allah untuk mengesakan dan menyembahNya serta meninggalkan penyembahan kami dan bapak-bapak kami terhadap batu dan patung.Beliau juga memerintahkan kepada kami untuk berkata jujur, melaksanakan amanat, menjalin hubungan kekerabatan, berbuat baik kepada tetangga, menghormati hal-hal yang disucikan dan darah. Beliau melarang kami berbuat mesum, berkata palsu, mengambil harta anak yatim dan menuduh wanita-wanita suci. Beliau memerintahkan kami untuk menyembah Allah semata, tidak menyekutukan sesuatu pun denganNya, memerintahkan kami mengerjakan shalat, mengeluarkan zakat dan berpuasa. Lalu kami membenarkan, beriman, dan mengikuti beliau atas apapun dari agama Allah. Lalu kami menyembah Allah semata, tidak menyekutukan sesuatu denganNya, kami mengharamkan apapun yang diharamkan atas kami, menghalalkan apapun yang dihalalkan bagi kami. Lalu kaum kami memusuhi kami, menyiksa kami dan menimbulkan cobaan terhadap agama kami, dengan tujuan untuk mengembalikan kami kepada penyembahan terhadap patung, tanpa diperbolehkan menyembah Allah agar kami menghalalkan berbagai macam keburukan seperti dahulu. Setelah mereka menekan, berbuat semena-mena, mempersempit gerak kami dan menghalangi diri kami dari agama kami, maka kami pun pergi ke negeri tuan dan memilih tuan daripada orang lain. Kami gembira mendapat perlindungan tuan dan kami tetap berharap agar kami tidak didzalimi di sisi Tuan, wahai Tuan Raja”

Raja Najasyi        : ”Apakah engkau bisa membacakan sedikit ajaran dari Allah yang dibawa Rasulullah?”

Ja’far                     : “Ya”

Raja Najasyi        : “Kalau begitu bacakanlah kepadaku”,

Lalu Ja’far membacakan “Kaf Ha’ Ya’ ‘Ain Shad…” dari surat Maryam. Demi Allah, Raja Najasyi menangis hingga membasahi jenggotnya, begitu pula para uskupnya. Kemudian Raja Najasyi berkata,“Sesungguhnya ini yang dibawa Isa dan benar-benar keluar dari satu miskyat. Pergilah kalian berdua. Demi Allah aku tidak akan menyerahkan mereka kepada kalian berdua dan sama sekali tidak”. Kerasnya upaya kaum musyrik untuk mencegah kaum muslimin hijrah ke Habasyah pun tidak membuahkan hasil. Hingga pada akhirnya Raja Najasyi mengembalikan seluruh hadiah yang dibawa kedua utusan kaum musyrik tersebut kepada mereka.

Kesantunan intuisi Berbahasa sebagai Pengikat Jiwa…

Kecerdasan Ja’far mengurai kalimat dalam menjawab segala rasa keingintahuan Raja Najasyi, mampu menghantarkan islam pada pintu gerbang kejayaan. Dengan kecerdasan intuisi dalam berbahasa Ja’far bin Abu Thalib, sehingga mampu menaklukkan hati Raja Najasyi untuk memilih melindungi kaum muslimin dari jeratan kaum kuffar.

Seiring dengan perubahan social budaya, menjadikan sebagian dari kita cenderung mengalami penurunan kesantunan dalam berbahasa. Seolah kita mulai terlupa, bahwa kesantunan dalam bahasa adalah pengikat jiwa yang mampu menggetarkan hati orang yang mendengarkan ataupun membacanya. Sebagaimana Firman Allah dalam QS. Az Zumar : 23,

“Allah telah menurunkan perkataan yang baik yaitu Al Qur’an yang serupa lagi berulang-ulang, gemetar karena kulit orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah…”

“Kaf Ha’ Ya’ ‘Ain Shad…” dari surat Maryam.mampu menjadikan Raja Najasyi menangis hingga membasahi jenggotnya, begitu pula para uskupnya, dan semakin bertambah yakin Raja Najasyi untuk melindungi kaum muslimin. Sebagaimana pula Umar bin Khatab sang “Singa Padang Pasir” yang bermaksud membunuh Nabi Muhammad saw kala itu, mampu luruh dan mengucapkan dua kalimat syahadat dengan keindahan ayat-ayat suci Al Qur’an yang ia dengarkan.

Adakalanya menjadi tolak ukur…

Dikisahkan ketika Khalid bin Walid membantai Bani Jadzimah. Seluruh kaum muslimin mencelanya, namun Rasulullah saw mengguatkan hatinya seraya berkata, “Jangan kau hardik khalid, sesungguhnya ia adalah salah satu pedang Allah yang terhunus kepada kaum musyrikin”.

Sebagaimana pula kisah keinginan taubatan nashuha seorang panglima perang yang telah membunuh 99 orang, karena kurangnya kesantunan dalam berbahasa seseorang ditengah perjalanan taubatnya, mengakibatkan kemarahan sang panglima hingga menggenapkan dengan membunuh 100 orang.

Kesantunan dalam berbahasa sebagai pengikat jiwa mampu menguatkan kembali bagi jiwa-jiwa yang mulai rapuh, dan kurangnya intuisi kesantunan dalam berbahasa, mampu menjadikan jiwa yang telah kuat menjadi rapuh.

Dalam HR. Muslim diriwayatkan, Ada seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah saw,“Siapakah orang muslim yang paling baik?”. Beliau menjawab,  “Seseorang yang orang muslim yang lain selamat dari gangguan lisan dan tangannya”

Dikisahkan pula pada suatu hari seorang lelaki datang ke rumah Umar bin Khattab r.a hendak mengadu tentang keburukan istrinya. Namun setiba dirumahnya, ia mendengar istri Umar bin Khattab r.a berkata keras kepadanya. Akhirnya orang tersebut membatalkan niatnya dan kembali pulang. Ketika lelaki tersebut hendak berbalik pulang, Umar baru saja keluar dari pintu rumahnya. Umar pun memanggil lelaki tersebut, dan berkata kepadanya, “Engkau datang kepadaku tentu hendak menyampaikan berita penting”. Lelaki tersebutpun berterus terang tentang keinginannya mengadukan keburukan istrinya, namun kemudian mengurungkan niatnya ketika ia mendengar istri Umar berkata kasar dan Umar diam saja. Mendengar pengkuan tersebut, Umar tersenyum seraya berkata, “Wahai saudaraku, istriku telah memasakkan makanan untukku, dan mengasuh anak-anakku tiada henti-hentinya, maka jika ia membuat satu-dua kesalahan, tak layak kita mengenangnya,…”. Kesantunan berbahasa Umar bin Khattab dalam kemarahan istrinya yang ia sampaikan pada lelaki tersebut, mampu meredakan niat lelaki tersebut dalam melihat keburukan istrinya.

Sebagaimana pula ketika Allah memerintahkan nabi Musa as dan ditemani oleh nabi Harun as untuk menemui Fir’aun, Allah memerintahkah untuk tetap menjaga kesantunan dalam berbahasa, sebagaimana firmanNya dalam QS. At Thaha :43-44,

“Pergilah kamu berdua kepada Fir’aun, sesungguhnya ia telah melampaui batas. Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat dan takut”

Kesantunan intuisi dalam berbahasa bukan berarti tidak tegas, melainkan dengan sikap dan cara yang santun dalam menyampaikan disertai dengan bahasa yang lembut, tidak menghakimi, santun, jujur dan tegas.

"Serulah manusia kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalanNya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk". [QS. An Nahl:125]

Rasulullah saw bersabda, "Berikan kemudahan, jangan membuat kesulitan. Sampaikan kabar gembira, jangan membuat orang lari dari islam". [HR. Bukhari].

Rasulullah saw bersabda, "Katakanlah yang benar itu walaupun pahit". [Hadits hasan diriwayatkan oleh Ahmad Adl bin Hamid dalam tafsirnya, dan Tabrani dalam Mu'jam Al Kabiir]. Serta dalam hadits hasan lainnya yang diriwayatkan oleh Hibban dan Al Baihaqi, "Tidak ada shadaqakah yang paling disukai kecuali perkataan yang haq".

Sesungguhnya Allah mengajarkan kepada umatnya untuk senantiasa mengedepankan kesantunan dalam berbahasa. Kesantunan berbahasa sebagaimana yang terdapat dalam firman-firmanNya. Dikarenakan keengganan hamba-hambaNya dalam membaca firmanNya, menjadikan ia kurang mampu dalam mengelola kesantunan dalam berbahasa sebagaimana yang telah Ia firmankan. Adakalanya kecerdasan dan kesantunan dalam berbahasa, mampu menjadi tolak ukur sejauh mana seseorang mengenal kitabnya. [written by Meylina Hidayanti]

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun