Mohon tunggu...
A. Dardiri Zubairi
A. Dardiri Zubairi Mohon Tunggu... wiraswasta -

membangun pengetahuan dari pinggir(an) blog pribadi http://rampak-naong.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Menulis, Laku Spiritual?

5 November 2012   05:31 Diperbarui: 24 Juni 2015   21:57 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhir-akhir ini, karena factor kesibukan, interaksi saya di Kompasiana makin berkurang. Tidak seperti beberapa bulan yang lalu, saya biasanya konsisten menulis 1 hari 1 tulisan. Meski begitu, saya sempatkan membuka Kompasiana untuk membaca tulisan-tulisan Kompasianer, meski kadang dalam posisi silent rider.

Faktor kesibukan yang menyebabkan saya tidak punya waktu menulis, ternyata mengakibatkan efek samping. Saat ini saya seperti susah menulis. Ide-ide yang dulu berhamburan, saat ini seperti lenyap. Benar-benar buntu. Pikiran seperti terhenti. Kadang dipaksakan mulai, tapi tulisan tidak selesai-selesai. Atau ide tidak mengalir.

Saya sudah mencoba berpindah dari satu situs ke situs lain. Atau membaca tulisan lama, sekedar untuk memungut ide. Saya juga beli buku baru, berharap saya menemukan gagasan-gagasan inspiratif yang bisa tuangkan dalam tulisan. Saya juga membaca koran cetak. Tetap saja macet.

Akhirnya saya nikmati kebuntuan itu. Saya tidak perlu memaksakan diri. Dalam kebuntuan, saya tetap berusaha menjaga diri untuk membaca, berinteraksi dengan banyak keluarga, saudara, sahabat, dan tetangga. Dengan banyak silaturrahmi dan berinteraksi di dunia nyata, rohani saya menjadi sehat. Dari sini inspirasi kadang muncul, meski ternyata saya tetap mengalami kesulitan menuliskannya.

Tetapi saya sadar, kebuntuan menulis berdasar pengalaman saya saat ini, karena banyak hal.

Pertama, tentu karena kesibukan. Ketika sibuk pikiran kita seperti tak menemukan pintu lain, keculai focus pada kesibukan. Pikiran memang terus bergolak, meski akhirnya terjerambab lagi dalam kesibukan.

Kedua, makin lama tidak menulis ternyata menganggu “keterampilan” menulis. Keterampilan yang saya maksud termasuk soal menjaga situasi bathin dan semangat menulis, kepekaan menangkap ide, hingga keterampilan menuangkan ide. Keterampilan menulis persis seperti pisau, makin tidak diasah makin tumpul. Intinya, ritme menulis ternyata harus dijaga.

Ketiga, menulis ternyata tidak sekedar menyangkut passion, tapi juga kejernihan nurani, ketenangan bathin, dan kebeningan berpikir. Spirit keiklasan, kemauan berbagi melalu tulisan, menyebar kebaikan dan inspirasi melalui tulisan akan muncul dalam situasi bathin tenang, nurani yang jernih, dan pikiran yang bening. Saya tersentak ketika istri saya mengomentari kebuntuan menulis saya, “itu karena bathin baba gak tenang lagi,” katanya. Mungkin tak berlebihan jika saya mengatakan, menulis juga adalah “laku spiritual”.

Lepas dari itu, yang “mudah” bagi saya ketika buntu menulis, saya mulai dengan menulis pengalaman keseharian. Pengalaman keseharian, karena alurnya sudah dikuasai, lebih mudah menuangkannya ketimbang menulis dengan gagasan yang kontemplatif atau analisis-kritis, misalnya. Meski saya yakin, pengalaman keseharian yang saya tulis, jika tidak diletakkan dalam situasi bathin yang tenang, nurani yang jernih, dan pikiran yang bening terasa tidak hidup dan kurang menggigit. Barangkali saya butuh recharge bathin saya dengan laku spiritual.

Matorsakalangkong

Pulau Garam | 5 November 2012

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun