Mohon tunggu...
Jafar Werfete
Jafar Werfete Mohon Tunggu... Penulis - Tour Guide of Fishing, Diving, and Adventure

Saya Jafar Werfete, dulu kuliah di FISIP UNCEN Jayapura, sekarang bekerja di Pemkab Kaimana dan mengelola sebuah tour operator local untuk trip mancing, diving, dan landbased tour di Kaimana, Papua Barat dan sekitarnya

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Indahnya Danau Manami di Distrik Yamor

17 September 2022   08:56 Diperbarui: 20 September 2022   13:31 928
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sesekali kami menemui penduduk lokal dari Kampung Nariki maupun Kampung Paparo yang meramu sagu di tepi sungai atau tinggal di camp-camp di sepanjang sungai. Dengan gubuk-gubuk panggung beratap daun sagu dan  dinding apa adanya, pen

dsc-0338-jpg-63266de804dff01bde59a4e4.jpg
dsc-0338-jpg-63266de804dff01bde59a4e4.jpg
duduk lokal di danau ini tinggal dan menggantungkan hidup mereka  pada sungai Omba, rawa,  serta hutan di sekitarnya. Penduduk lokal, terutama yang tinggal di pemukiman di sepanjang sungai Omba yang lebih dekat ke Danau Manami adalah mereka yang berasal dari Kampung Paparo. Penduduk Paparo ini, sudah lebih dari dua tahun memilih tinggal di tepi sungai untuk memudahkan akses masuk dan keluar kampung daripada tinggal di Kampung Paparo yang lebih sulit aksesnya. Selama dua tahun di tepi sungai Omba, anak-anak mereka tidak bersekolah dan jarang memperoleh pelayanan kesehatan.

Tepat Pukul 12.00 wit kami mulai melihat pepohonan di tepi sungai yang sudah lebih kecil dan homogen, terhampar di sepanjang pinggiran sungai serta rawa-rawa yang luas jauh di pandang mata. Hutan di tepi sungai ini merupakan hutan sekunder yang terbentuk dari aluvial endapan sungai yang kadang berubah mengikuti alur air sungai. Ini pertanda bahwa kami mulai dekat ke Danau Yamor Kecil. Longboat kami kemudian  berhenti di tepi danau untuk memberi kesempatan kepada tamu beristirahat sejenak, sekedar melemaskan otot, pipis, dan merokok. Perjalanan pun dilanjutkan. 

Kali ini kami mulai lebih sering menemui penduduk lokal dalam gubuk-gubuk kecil sepanjang sungai. Mereka adalah orang-orang Kampung Paparo yang saya maksudkan di atas. Kegiatan rutin penduduk sepanjang sungai ini adalah meramu sagu, mencari ikan, berkebun di tepi sungai dan danau, serta berburu binatang atau menangkap binatang dengan jerat. Hasil buruan mereka biasa dibawa setiap hari Selasa ke Yamor Besar atau ke Hauma, di mana di sana akan datang pembeli daging dari Nabire untuk membeli hasil buruan mereka.  Puluhan bahkan ratusan ekor rusa baik hidup maupun mati setiap minggu dijual oleh penduduk Yamor ke pembeli dari Nabire. 

Inilah satu-satunya mata pencaharian yang bisa diandalkan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, terutama untuk membeli barang-barang yang tidak dapat mereka hasilkan sendiri seperti beras, garam, gula, kopi, rokok, minyak goreng dan lainnya. Penduduk di sini juga biasa menangkap buaya untuk dijual kulitnya bila ada permintaan dari pembeli. Namun perburuan buaya saat ini sudah jarang dilakukan karena sangat jarang ada pesanan kulit buaya dari pembeli.

Pukul 12.45 longboat kami mulai memasuki Danau Yamor, tepatnya di pintu Mutapo, sebuah pertigaan alur sungai antara danau Mutapo di depan Kampung Paparo  dan Danau Urema di sisi selatan. Suasana danau yang indah mulai tanpak, beberapa gubuk kecil penduduk terlihat di tepi danau, dikelilingi tanaman singkong, ubi manis, dan beberapa pohon pisang yang masih kecil. Suasana danau yang tenang, dihiasi burung-burung rawa dan bunga eceng gondok di tepi danau serta suara burung-burung khas Papua yang masih terdengar dari hutan di bukit sekitar danau, nemambah semakin sempurnanya kecantikan danau Yamor Kecil.

Kami memilih melewati danau kecil di depan Kampung Paparo atau Danau Mutapo menuju anak sungai kecil yang nantinya akan membawa kami hingga tembus ke Kampung Hairapara atau Etahima.

Tepat Pukul 1.30 wit kami tiba di pertigaan antara alur sungai kecil yang akan masuk ke Kampung Hairapara dan sungai besar yang menuju ke Yamor Besar atau ke Urubika. Perbedaan tanpak mencolok, air yang keluar dari danau di Kampung Etahima lebih tenang dan bening sedangkan air yang dari arah Yamor Besar berarus dan berwarna cokelat muda seperti warna teh susu atau kopi susu.  Sesaat setelah longboat kami lepas dari rerumputan di muara Hairapara, terlihat suasana kampung yang tenang bersahaja. Kampung yang dikelilingi hutan hujan tropis Papua yang masih original, dibalut sekelumit asap kebiru-biruan dari beberapa dapur penduduk yang beratap rumbia membumbung berpadu dengan pepohonan bak sebuah wallpaper yang sempurna. Sambutan hangat warga pun menyeruak Ketika longboat kami sandar di tepi danau. Tanpa disuruh, barang-barang kami pun diangkut ke rumah pak Leo Urmata, tempat di mana kami akan tinggal. Dengan dikoordinir oleh Pak Hendrik Awujani, sekejap barang-barang kami, baik logistik makanan, peralatan pancing, dan persediaan BBM pun tiba di rumah Pak Leo. Saya kemudian meminta Pak Hendrik untuk mengatur pertemuan singkat dengan tokoh masyarakat Pemilik Petuanan untuk menyampaikan maksud kedatangan kami. Setelah mengetahui maksud dan tujuan kami untuk memancing di danau, tokoh-tokoh masyarakat tersebut sepakat menerima kami. Beberapa lembar uang, rokok, sirih dan pinang, kami serahkan sebagai adat "pembuka pintu" atas kedatangan kami. Selanjutnya pengorganisasian kegiatan pemancingan pun kami lakukan bersama Pak Hendrik dan beberapa orang pemilik longboat. Setelah makan siang, kami pun mencoba peruntungan hari pertama di Danau Manami.

dsc-0263-jpg-632663874addee61a105dbd2.jpg
dsc-0263-jpg-632663874addee61a105dbd2.jpg
Hari menjelang sore, Pukul 15.35 wit kami meluncur dengan tiga longboat kecil untuk memancing. Saya ikut dalam sebuah longboat yang membawa dua anak muda China, yang salah satunya memperkenalkan namanya kepada saya sebagai Abubakar, saya pun terkejut atas namanya yang aneh bagi saya tersebut, tetapi kemudian dia menjelaskan kalau dia sudah memeluk Islam beberapa tahun sebelumnya. 

Hari semakin sore, matahari mulai tanpak di atas bukit sebelah barat Kampung Hairapara, di sisi timur, cahaya matahari masih menyinari perbukitan yang mengelilingi sisi timur hingga utara danau Manami. Sambil bercerita tentang perjalanan tamu-tamu tersebut hingga tiba di Kaimana, tiba-tiba Abubakar tersentak dan menarik keras jorannya, tanpaknya seekor blackbass pertama sudah menyambar. 

Dalam semenit, Abubakarpun mengakhiri perlawanan atas blackbass berukuran sekitar 6 kg tersebut. Sore mulai mendung dan 3 ekor blackbass sudah kami dapatkan. Ikan-ikan yang kami dapatkan kemudian dilepas lagi ke dalam air setelah difoto dan ditimbang beratnya. Kami di Kaimana Trip memang mengelola wisata yang ramah lingkungan atau ekowisata sehingga seluruh aktivitas wisata bersama tamu-tamu kami selalu mengedepankan kelestarian alam, kelestarian budaya dan kearifan lokal, serta kepedulian berbagi kepada masyarakat sebagai pemilik dan atau penjaga atraksi alam yang kita nikmati.

Danau Manami, adalah nama untuk danau kecil di depan Kampung Hairapara atau dulu bernama Kampung Etahima. Danau Manami ini airnya tetap jernih sepanjang tahun karena danau ini terpisah dari aliran sungai yang keruh. Danau Manami ini memiliki sumber mata air yang banyak yang terus memompa air ke dalam danau sepanjang tahun. Mata air yang menjadi sumber pemasok air danau berasal dari lubang-lubang sumur bawah danau yang menampakkan gelembung-gelembung air yang besar di beberapa titik. Selain itu ada beberapa yang terdapat di bebatuan kasrt di tepi danau. Karena sumber air danau ini bukan merupakan sungai di atas permukaan bumi, maka kualitas airnya tetap terjaga bersih atau bebas dari polusi dan erosi. Setelah ikut memancing beberapa hari pertama, selanjutnya saya memilih tidak ikut memancing tetapi mengeksplore beberapa sisi danau ini dengan menggunakan longboat penduduk setempat.

Danau ini memang memiliki sejumlah pesona yang mengagumkan. Pertama, airnya yang jernih dan tak pernah keruh sepanjang tahun karena sumber airnya berasal dari sumur-sumur di dalam danau itu sendiri yang bebas dari polusi. Kedua, dikelilingi oleh savana dan hutan hujan tropis Papua yang masih asli. Ketiga, sebagai tempat pemancingan ikan blackbass terbaik karena tidak pernah mengalami kekeruhan. Keempat, merupakaan tempat memancing freshwater yang paling indah. Kelima, memiliki buaya yang banyak tetapi aman bagi penduduknya. Keenam, dihuni oleh penduduk yang ramah dan carefull. Petualangan memancing kamipun diakhiri setelah 20 hari memancing non stop.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun