Mohon tunggu...
Oki lukito
Oki lukito Mohon Tunggu... Penulis - penulis

Insan Bahari

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kontroversi Pengamanan Laut

21 November 2015   20:51 Diperbarui: 31 Desember 2015   03:55 476
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Soal pengamanan laut ini sebelumnya Presiden telah menerbitkan Perpres Nomor 178/2014 tentang Badan Keamanan Laut (Bakamla), dua bulan setelah disahkannya Undang-Undang (UU) No 32 Tahun 2014 tentang Kelautan.

Kehadiran Bakamla (sebelumnya Bakorkamla) tugas dan wewenangnya adalah melakukan patroli keamanan dan keselamatan diwilayah perairan dan kelautan dalam yurisdiksi Indonesia. Kehadirannya juga mencuatkan polemik menyangkut tugas, kewenangan maupun personil yang duduk di dalamnya.

Kedua Perpres tersebut dianggap saling menabrak dan tumpang-tindih dengan kebijakan yang telah ada sebelumnya. Antara lain Perpres Nomor 63/2015 tentang Kementerian Kelautan dan Perikanan, UU Nomor 32/2014 tentang Kelautan, UU Nomor 45/2009 Tentang Perikanan,

Peraturan Presiden Nomor 178/2015 Tentang Badan Keamanan Laut, UU 34 Tahun 2004 Tentang Tentara Nasional Indonesia, UU No 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara, UU Nomor 17 tahun 2008 Tentang Pelayaran, serta tidak sesuai dengan KUHAP. (Indonesia Institute For Maritime Studies).

Dalam catatan penulis berdasarkan kondisi saat ini, penjagaan laut seluas 5,8 juta kilometer persegi dikawal oleh 13 instansi yang memiliki wewenang penegakan hukum di laut dan pantai sesuai undang-undang masing-masing yang jumlahnya 26 undang-undang.

Jumlah kapalnyapun cukup banyak, TNI-AL memiliki 160 unit armada, Kepolisian Air 678 unit, Kesatuan penjaga laut dan Pantai di bawah naungan Kemenhub 326 unit kapal patroli, Kementerian Kelautan 326 unit, Ditjen Bea Cukai 114 unit dan Bakamla 10 unit.


Jika dicermati lebih jauh, sebetulnya hambatan terbesar dalam penangkapan kapal illegal fishing berkaitan dengan anggaran yang besar, estimasi setiap pengoperasian satu kapal patroli TNI-AL membutuhkan biaya konon Rp 900 juta per jam.

Sebagian besar anggaran tersebut digunakan untuk bahan bakar minyak (BBM). Hambatan lain yang kerap terjadi adalah kapal asing pencuri ikan itu memiliki teknologi yang lebih canggih daripada milik TNI-AL. Misalnya, radar mereka lebih modern dan kecepatan kapal lebih tinggi.

Meresahkan Pelayaran

Perlu dicatat Indonesia adalah negara di dunia yang mempunyai lebih dari satu coast guard. Bakamla mengklaim sebagai Indonesia Coast Guard yang pembentukannya berdasarkan amanat UU Kelautan. Sementara Kesatuan Pengamanan Laut dan Pantai (KPLP) di bawah naungan Kementerian Perhubungan beranggapan pembentukanIndonesia Sea Coast Guard (ISGS) berdasarkan perintah UU No 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.

Tumpang tindihnya pengamanan laut dan pantai itu menimbulkan kegerahan bisnis pelayaran. Karena setiap instansi tersebut dikeluhkan kerap kali melakukan pemeriksaan ke atas kapal, sehingga akhirnya mengakibatkan perusahaan pelayaran sulit tepat waktu dalam mengirimkan barang kiriman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun