Mohon tunggu...
M.Dahlan Abubakar
M.Dahlan Abubakar Mohon Tunggu... Administrasi - Purnabakti Dosen Universitas Hasanuddin
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Dosen Fakultas Sastra Universitas Hasanuddin

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Ady Setiawan ke Timnas, Obsesi Kusnadi Tertunai

5 Mei 2021   23:33 Diperbarui: 5 Mei 2021   23:43 753
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ady Setiawan menanduk bola dan gol pada Turnamen Piala Menpora  2021. (Foto:Istimewa)/

 

            Hiruk pikuk anak-anak remaja di pojok selatan timur lapangan Karebosi Makassar, 17 Februari 2011 sore, tidak mengganggu konsentrasi seorang pria berkulit gelap yang mengenakan topi warna abu-abu di pinggir lapangan sebelah selatan. Dia serius menyaksikan anak-anak remaja sedang melakukan "game" sesama temannya sendiri, sementara di luar lapangan sebelah barat, puluhan murid sekolah dasar berkostum sepakbola asyik men'"drible" bola.  

            "Hallo... seniooor.....,"teriaknya ketika ekor matanya menangkap sosok saya yang berjalan dengan kamera di tangan di sebelah barat lapangan .

            Dia segera berjalan ke arah saya dan menyalami dengan erat.

"Bagaimana kabar? Lama tidak bertemu," katanya pendek.

 Kami memang sudah lama baru bertemu lagi. Sudah enam tahun (sejak 2005) saya tak lagi muncul di lapangan Stadion Mattoanging, kapok setelah terkena kerikil yang "terbang" dari tribun selatan dan tepat mengenai kepala saya. Untungnya batu yang mendarat itu sangat mungil, sehingga tidak cukup kuat membuat luka di kepala. Lagipula, ketika duduk sekitar 2 m di belakang garis gawang,  saya tertolong oleh topi yang melengket di kepala. 

            "Bagaimana kabar yang lain?," sapa Kusnadi, putra mendiang Kamaluddin, pria bertubuh kurus dan ringkih yang menghabiskan sisa-sisa hidupnya membina anak-anak remaja berlatih sepakbola di lapangan, tempat pria itu melanjutkan kegiatan ayahnya. Waktu itu, ayahnya memang sudah sangat sepuh, sehingga Kusnadi mengambil alih kesinambungan pembinaan para pemain usia dini.

            "Ya, baik, Sudah lama ya, kita baru bertemu lagi. Habis, saya sudah jarang meliput PSM, hanya selalu menontonnya melalui siaran langsung di TV," kata saya.

             Kusnadi, yang  meninggal 7 Agustus 2014 sore tercatat sebagai pelatih Sekolah Sepakbola (SSB) Bangau Putra yang pernah tampil sebagai juara Danone Nations Cup Zona Sulsel 2014. Selain pernah memperkuat PSM, almarhum kemudian memperkuat kesebelasan Galatama Makassar Utama (MU) yang didirikan akhir tahun 1979 oleh M.Jusuf Kalla. Kusnadi bersama kakaknya Karman Kamaluddin  Yopie Lumoindong, Syamsuddin Umar, Sangkala Rowa, Donny Pattisarani,  Pieter Fernandez, Hamid Ahmad, Hafied Ali, Jhoni Kamban, Albert Kaperek, Rohandi Yusuf, Abdi Tunggal, Rijal Mappa dan Musdan Latandang bermain di bawah bendera MU.  Materi pemain memang mayoritas berasal dari PSM Makassar.

Pada  dua musim pertamanya, MU mengandalkan Syamsuddin Umar, Musdan Latandang, Hamid Achmad, Yohannes Deong, Karman Kamaluddin, serta Donny Pattinasarany. Turut pula Rizal Mappa, Nasir Sarro, Abdi Tunggal, Hafid Ali, Johnny Kamban serta Albert Kaperek. Ilyas Haddade didapuk sebagai pelatih. Turut pula Nus Pattinasarany, ayah dari kakak beradik Ronny-Donny Pattinasarany, selaku manajer. Pada tahun 1990, Makassar Utama membubarkan diri, lenyap dari blantika sepakbola nasional.

            Jadi, Kusnadi termasuk pria berdarah bola yang turun dari ayahnya, yang meskipun tidak terlalu cemerlang, namun namanya kerap dikenang karena melahirkan pemain-pemain lapis dari sejumlah klub di Makassar, termasuk Bangau Putra dan PSM.

Bangau Putra, tim yang  dipelihara oleh Pak Kamaluddin didirikan oleh Pak Aminuddin Mahmud, salah seorang pejabat di Kakanwil Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Sulsel pada tahun 1970-an. Pak Kamal sendiri memperkuat PSM pada tahun 1950 bersama dengan Noorsalam dan Makmur Chaeruddin.

             Pak Kamal sebelum meninggal 1 Juni 2020, pernah tampil bersama dengan saya dan Keng Wie (Budi Widjaja, pemain PSM yang ikut merebut Piala Soeharto 1974) dalam suatu diskusi bola dan PSM yang diselenggarakan satu kelompok suporter PSM suatu malam di sebuah warung kopi di Jl. Andi Pangeran Petta Rani Makassar.  Semasa hidupnya, dia sudah banyak melahirkan pemain hebat, di antaranya Rohandi Yusuf (almarhum), Karman (putranya) Tony Ho (pernah jadi pelatih PSM), Hanafing (masuk tim nasional), Syamsul Bachri Chaeruddin (beberaoa tahun membela  tim nasional),  Mustafa, Taufik Ris Nyeppo, Burhanuddin. Dia melatih para pemain muda di Karebosi dan baru menjelang magrib menuju rumahnya di Jl. G.Lompobattang yang berjarak sekitar 300 m.

            Jadi kalau Ady bergabung dengan SSB Bangau Putra merupakan pilihan yang tepat karena sekolah sepakbola ini sudah banyak melahirkan pemain hebat.  

            "Kus, saya minta tolong. Titip ponakan saya di sini," kata saya yang sempat menyentakkan dan membuat wajah Kusnadi berubah serius.

            "Siapa, ponakannya Senior?,"  sergapnya segera dengan serius.

            "Itu, Ady., Ady Setiawan, yang tinggi sana," kata saya sembari menunjuk Ady yang sedang "game" bersama teman-temannya.

            "Oh...itu ponakannya Senior?," Kusnadi balik bertanya.

            "Iya, dia satu-satunya pemain sepakbola dari kampung kelahiran saya, Kus. Dia khusus ke Makassar hanya ingin bermain bola,"saya menjelaskan.

            Ady memang pernah saya tawarkan masuk kuliah ke Fakultas Sastra lewat jalur prestasi. Bahkan Dekan Fakultas Sastra Unhas ketika itu, Prof.Drs. Burhanuddin Arafah, M.Hum, Ph.D. sudah saya kontak. Beliau bahkan siap menerima dan menyediakan beasiswa buat Ady.  Tetapi rupanya, pemain dengan tinggi sekitar 175 cm ini lebih memilih bermain bola.

            "Oh..Ady.. Saya lebih baik berhenti jadi pelatih kalau anak ini tidak jadi pemain," kata Kusnadi yang membuat saya kaget.

            Saya sudah memastikan, jika seorang mantan pemain PSM dan pelatih seperti Kusnadi menjamin seperti itu, jelas dia sudah melihat potensi yang dimiliki seorang pemain. Saya yakin dia sudah melihat "pergerakan" Ady dalam bermain bola selama beberapa hari bergabung dengan PS Bangau Putra Makassar  latihan di Karebosi.

            Saya membaca berita di media sosial whatsapp (WA) dan memperoleh informasi dari adik Kaharuddin Rabu (5/5/2021) malam, Ady yang baru semalam di Parado Bima, langsung balik dan terbang ke Jakarta karena harus bergabung dengan tim nasional Garuda Muda yang dilatih Shin Tae-yong dari Korea Selatan. Berita yang tersiar "335 menit cukup bikin Shin Tae-yong terkesan".

Begitu mendengar Ady dipanggil bergabung ke "Training Center" (TC) tim nasional, saya tiba-tiba teringat obsesi mendiang Kurnadi Kamaluddin itu.

            "Saya mundur sebagai pelatih jika anak ini tidak jadi pemain," katanya tiga tahun sebelum dia pergi untuk selama-lamanya. Kini, tujuh tahun setelah Kusnadi Kamaluddin, Ady betul-betul mewujudkan janji pelatih pertamanya di Makassar itu. Al Fatihah untuk almarhum Kusnadi Kamaluddin dan ayahnya Pak Kamaluddin dan juga buat ayah Ady, Pak Abdurrahman. Aamiin.

Rekam Jejak

            Lahir dengan nama Wawan Ardiansah tanggal 10 September 1994 di Parado Bima, NTB dari pasangan Abdurrahman (alm., meninggal tahun 2021)-Muktaman, kini dia lebih dikenal dengan nama Ady Setiawan. Sejak kecil, Ady sudah menunjukkan bakat dan kecintaan luar biasa pada sepakbola, meskipun tidak ada jejak keturunan keluarga bola di kalangan keluarganya. Ayahnya, seorang karyawan di Puskemas Parado, sementara ibunya seorang ibu rumah tangga.

            Pemain yang memilih Cristiano Ronaldo sebagai fans beratnya ini terus bermain bola tanpa kenal lelah. CR7, tidak hanya dianggap sebagai idolanya, namun Ady menempatkannya sebagai pelatih secara "in absentia"(secara tidak hadir).

Kemunculan Ady di lapangan hijau terasa lucu juga, Soalnya, sebelum mengikuti pertandingan sepakbola tahun 2006, pada tahun 2005, dia malah menjadi atlet Catur pada kejuaraan tingkat Provinsi NTB.

Sebagai pemain bola, pada tahun 2006, dia bersama timnya tampil sebagai Juara I Tingkat Provinsi NTB. Setahun kemudian (2007) juara II ASEAN Primary School Sport Olympiad (APSSO) dan menjadi tim terbaik nasional Pekan Olahraga Nasional pelajar dan juara I Tingkat Provinsi NTB.

Pada APSSO 2008, tim yang diperkuat Ady meraih juara II, Meraih juara I Tingkat Nasional Olimpiade Olahraga Siswa Nasional (O2SN, setelah tampil sebagai juara I pada kegiatan yang sama di tingkat provinsi.

Pada Pekan Olahraga dan Seni (Porseni) 2009 tingkat Provinsi NTB, tim SMP  yang diperkuat Ady meraih Juara III. Dia bersama timnya meraih juara II Tingkat SMA se-NTB pada tahun 2011.

Setelah tiga tahun berlatih di lapangan Karebosi, Ady kemudian bergabung dengan kesebelasan Pekan Olahraga Daerah (Porda) XV Kota Makassar ketika berlaga di Porda XV Kabupaten Bantaeng 2014. Ayah, H.Abubakar H.Yakub, adik Kaharuddin, dan Syamsuddin yang diantar Haryadi (Hery) putra saya, sempat menyaksikan partai final antara tim Kota Makassar berhadapan dengan tuan rumah Bantaeng yang berlangsung kurang tertib. Kesebelasan Bantaeng meraih medali emas, dan Makassar harus puas mengantongi  medali perak.

Ternyata setelah Porda XV Bantaeng, Ady digaet Martapura FC guna menghadapi Turnamen Piala Presiden. Meskipun memperkuat tim dari daerah tambang intan permata itu, Ady tetap terdaftar sebagai pemain PON XIX Sulsel.  

Ady kemudian masuk dalam pemain yang terpantau memperkuat Sulawesi Selatan pada PON XIX Jawa Barat 2016. Penampilan Ady sempat memukau Andi Darussalam Tabusalla, pria maniak bola  yang ketika itu menjabat Ketua KONI Sulawesi Selatan.  Kepada saya,  Andi Darussalam mengatakan, permainan Ady sangat memberi prospek kariernya ke depan.

"Lan, you bilang saja, ponakanmu itu mau main ke klub mana saja. Nanti saya beritahu yang punya klub," Andi Darussalam yang sangat terpandang dalam komunitas sepakbola nasional memberi jaminan setelah melihat penampilan Ady.

Pada PON XIX Jawa Barat, kesebelasan PON Sulsel mencatat prestasi sangat gemilang. Dalam beberapa PON terakhir, biasanya kesebelasan Sulsel sudah angkat koper sebelum pembukaan PON dilaksanakan. Kali ini di bawah asuhan pelatih Syamsuddin Umar, yang pernah membawa PSM Juara Perserikatan 1992 dan juara Liga 2000,  tim yang diperkuat Ady cukup memberi harapan besar. Bahkan, Andi Darussalam berjanji kepada Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo akan memberikan \kejutan dan yang terbaik dengan kesebelasan Sulsel ini.   

Pada pertandingan pertama 14 September 2016 Sulawesi Selatan mengalahkan Sumatera Utara yang termasuk tim kuat dengan angka 2-1. Sumut unggul lebih 1-0, kemudian disamakan Sulsel 1-1 hingga Sulsel unggul 2-1.  Saat melawan Bangka Belitung, Sulsel menang 3-2 dalam pertandingan di Stadion Patriot Bekasi, lokasi pertandingan babak pendahuluan grup..

Pada pertandingan kedua giliran Sumatera Selatan yang dilatih mantan pemain Persebaya Rudy Keltjes menaklukkan  Sulsel 2-0. Pada pertandingan melawan Jawa Barat, Sulsel juga ketinggalan 2-4. Namun Sulsel unggul 1-0 atas Kalimantan Selatan, sekaligus mengantarnya ke per delapan final. Para pemain pun dimotivasi agar jangan sampai kalah tiga kali.

Pada pertandingan semi final, Sulawesi Selatan kembali bertemu dengan Sumatera Selatan yang mengalahkannya pada babak pendahuluan Grup D. Di atas kertas banyak yang mengunggulkan Sumsel dengan melihat hasil pertandingan pertama tanpa balas itu. Namun "bola bundar", Syam bisa membalikkan keadaan, menjegal Sumatera Selatan melaju ke final dengan angka sama, saat mereka mengalahkan Sulsel, 2-0.

Setelah tampil gemilang mengalahkan Sumsel 2-0, seluruh pemain Sulsel dites doping. Panitia doping mencurigai karena melihat para pemain Sulsel tampil brilian di semi final,  Akibatnya, para pemain baru meninggalkan Bekasi pukul 01.00 dan tiba pagi di Bandung guna menghadapi persiapan pertandingan final melawan tuan rumah, Jawa Barat  yang bermain di Stadion Pakansari Bogor berhasil menang 3-1 atas Papua sekaligus memastikan masuk final setelah selama 12 tahun absen di final pertandingan sepakbola PON.

            Banyak yang memprediksi, di atas kertas, Jawa Barat tentu sangat diunggulkan meraih medali emas mengingat posisinya sebagai tuan rumah dan didukung penonton Stadion Jalak si Harupat, lokasi pertandingan final. Bukan tanpa sebab, mereka sukses meraih rekor kemenangan beruntun sejak awal babak pertama cabang olahraga sepak bola PON XIX Jabar 2016. Bila melihat materi pemain yang dimiliki oleh Lukas Tumbuan, terdapat beberapa pemain bintang. Sebut saja, Gian Zola, Angga Febriyanto, Febri Hariyadi, hingga Erwin Ramdani.

              Meremehkan Sulawesi Selatan bisa jadi bunuh diri bagi Jaba Barat.  Sebab, saat itu Sulawesi Selatan  tengah dalam kepercayaan diri yang tinggi. Anak asuhan Syam ini sukses melangkah ke partai puncak untuk kali pertama sepanjang sejarah keikutsertaan di sepak bola PON setengah abad lebih terakhir ini. Tim yang tak diunggulkan ini  bertekad  membalaskan dendam kepada Jabar yang mengalahkannnya di babak 8-besar.

 Menghadapi babak puncak, Sulsel  berharap bisa melanjutkan daya kejutnya. Dengan pemain seperti Wasyiat Hasbullah, Asnawi Mangku Alam, dan Ady, mereka bisa saja melejit. Asnawi sendiri disorot pada ajang PON ini. Bahkan, dialah yang sukses membawa Sulsel ke final. Sebab, satu golnya ke gawang Kaltim pada babak 8-besar meloloskan Sulsel ke semifinal dan memompa semangat rekan-rekannya.

Perebutan medali emas cabang sepakbola akhirnya harus diselesaikan melalui adu penalti yang berakhir 5-4, setelah kedua tim bermain imbang 0-0, dalam 2x45 menit di Stadion Jalak Harupat, Soreang Jawa Barat.  Syam memang menargetkan pertandingan berujung dengan adu penalti.

Namun penonton stasion TV yang menikmati dengan tegang  siaran langsung pertandingan final Jawa Barat vs Sulawesi Selatan tersebut menyaksikan bagaimana kecurangan terjadi. Gawang Sulawesi Selatan yang dikawal Syaiful "diberondong" sinar laser berwarna merah guna mengganggu konsentrasinya.

Kecurangan penonton tuan rumah itu membuat para pemain Sulawesi Selatan menolak menerima medali emas saat penghormatan pemenang yang dirangkaikan dengan upacara penutupan PON XIX/2016 Jawa Barat. Meskipun Sulawesi Selatan berhasil meraih medali perak, namun ini merupakan prestasi terbaik yang diraih setelah beberapa PON berlangsung, saat seorang Ady.Setiawan bergabung di dalam tim ini.

Kembali dari PON XIX, Ady tidak kembali ke Makassar, tetapi terbang ke Martapura yang resmi mengontraknya pada tahun 2017. Selama 48 kali tampil di bawah bendera tim ini, Ady melesatkan 4 gol ke jala lawan selaku pemain gelandang serang. Ady akhirnya mampu mengantar Martapura FC ke semifinal Liga 2.

Pada tahun 2018, Ady memutuskan hengkang Ke Barito Putra yang sudah berlaga di Liga I.  Dalam 23 kali turun ke lapangan, Ady hanya menyumbang dua gol.  Dia selalu diturunkan pada partai-partai penting dihadapi Barito Putra.

Pada tahun 2020, Ady memutuskan pindah ke Persela Lamongan dan setelah itu memperkuat Persebaya Surabaya pada laga Piala Menpora. Aji Santoso, pelatih Persebaya sangat gembira Ady dipilih sebagai salah seorang yang ikut pemusatan latihan tim nasional besutan pelatih dari Negeri Ginseng tersebut.

Sukses Ady ke tim nasional membuat saya terharu. Dua orang yang sangat berjasa terhadap karier bola Ady, Abdurrahman, ayahnya, dan Kusnadi Kamaluddin pelatihnya, tidak sempat menyaksikan sukses ini. (MDA).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun