Mohon tunggu...
Ina Tanaya
Ina Tanaya Mohon Tunggu... Penulis - Ex Banker

Blogger, Lifestyle Blogger https://www.inatanaya.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Warisan Terbaik Apa untuk Anakmu?

18 November 2022   20:04 Diperbarui: 23 November 2022   23:24 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Photo by Ketut Subiyanto from Pexels)

Ada petuah dari orangtua yang sering kita dengar, "Aku tidak mewariskan uang kepada anakku, tetapi aku mewariskan pengetahuan dan akhlak untuk masa depan anak."

Apakah warisan pengetahuan itu relevan saat ini?

Meskipun filosofi tentang warisan dari orang tua itu datangnya sejak zaman kuno, boleh dibilang sejak orangtua saya dan nenek saya, tapi hal itu masih relevan banget di zaman digital ini. Kenapa masih relevan? 

Di saat yang sulit saat ini ketika mendapatkan pekerjaan juga sulit, kompetisi makin tinggi, semuanya hanya diukur dari apa yang kita miliki. Apa yang kita miliki dalam hal pengetahuan, soft skill dan hard skill.  

Jadi apabila orang tua itu memberikan kesempatan kepada anak-anaknya dengan mengurbankan uang atau semua harta yang dimilikinya untuk belajar baik di perguruan tinggi atau akademi, gunakan kesempatan yang sangat berharga itu.

Mengapa warisan pengetahuan jauh berharga ketimbang warisan uang?

Terlalu banyak cerita tentang warisan uang yang membuat keretakan keluarga besar atau keluarga inti. Apalagi ketika ayah atau ibunya meninggal, anak-anak seringkali menanggap bahwa harta ayah atau ibu yang meninggal itu harus segera dibagikan.

Padahal secara hukum waris, hal itu belum boleh dilakukan karena masih ada pasangan yang hidup yang masih berhak atas harta pasangan yang meninggal.

Demikian juga ketika anak itu memaksakan kehendak orang tua yang masih hidup untuk menjual harta orang tua yang meninggal, maka harta itu harus dibagikan sesuai waris. Sayangnya, ada banyak peristiwa yang menyedihkan ketika ada surat hibah atau wasiat yang telah dibuat oleh ayah atau ibunya tidak adil menurut anak-anaknya yang seorang mendapatkan lebih besar dari yang lainnya. 

Terjadilah pertengkaran, percekcokan dan kadang terjadilah hal-hal yang tak diinginkan seperti saling bunuh membunuh.

Mirisnya ketika warisan harta itu sudah dibagikan sesuai dengan hak waris, dana atau uang warisan itu begitu cepatnya ludes.   

Orang bijak mengatakan bahwa uang yang diterima dari hasil jernih payah orang lain, bisanya mudah dilepaskan atau digunakan untuk keperluan yang tidak primair.  

Contohnya baru dapat warisan segera membeli mobil baru atau jalan-jalan ke luar negeri. Begitu mobil baru tiba-tiba lupa asuransi dan tanpa disangka mendapat kecelakaan, biayanya sangat besar dan tidak mampu memperbaiknya.   

Ada pula yang pulang dari liburan mewah, dana habis dan tidak ada sisa uang yang bisa digunakan untuk kebutuhan yang produktif.

Itulah sebabnya warisan yang paling ideal adalah warisan pengetahuan yang didapatkan melalui pendidikan formal atau tidak formal.

Dengan pengetahuan itu, orang penerima warisan bisa mengembangkan diri melalui pekerjaan. Kebutuhan hard skill yang mumpuni karena banyaknya kompetisi.Untuk mendapatkannya tentu harus mengikuti kuliah,  training atau workshop.

Bukti warisan pengetahuan itu ampuh untuk melanjutkan kehidupan

Ada pepatah mengatakan, roda kehidupan bergerak terus, kadang di atas, kadang di bawah. Ketika kita tidak mengetahui kapan roda itu di atas dan kapan di bawah.

Solusi yang paling tepat tentunya saat perekonomian orang tua itu sedang kuat maka segara investasikan dana pendidikan untuk anak-anaknya. Ketika hal ini tak dilakukan maka masa depan anak-anak akan sulit dipertaruhkan.

Mirisnya saya melihat kehidupan suatu keluarga dimana istri meninggal saat anak-anak masih kecil. Sayangnya, ayah juga  lupa menyiapkan dana pendidikan anak-anaknya saat dia memiliki jabatan harta.  

Dia kehilangan momen itu ketika semua harta ludes karena tidak terkontrol. Akhirnya, ayah yang seharusnya jadi tulang punggung keluarga itu mengalami depresi dan kena stroke. Tak lama kemudian ayah pun meninggal dunia.

Tiga anak yang tak punya keluarga inti itu harus berjuang berat, mereka harus mencari pekerjaan sambil sekolah. Dalam kondisi yang tersulit itu anak-anak menyadari bahwa mereka bertekad keras untuk menyelesaikan kuliah dengan biaya yang dia kumpulkan sendiri. 

Kesulitan demi kesulitan diselesaikan dengan cara mereka . Misalnya saat uang kuliah harus dibayar sedangkan uang gaji belum didapatkan, mereka terpaksa mencari pekerjaan sambilan dengan menjadi programmer dadakan.

Akhir cerita itu membuktikan bahwa kedua anak itu telah melalui kehidupan keras tanpa warisan pengetahuan dari orang tua mereka, tapi harus mendanai sendiri. Modal utama pengetahuan dan pendidikan yang mereka raih itu menjadi warisan berharga bagi diri mereka sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun