Mohon tunggu...
Ina Tanaya
Ina Tanaya Mohon Tunggu... Penulis - Ex Banker

Blogger, Lifestyle Blogger https://www.inatanaya.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sudut Pandang Psikologi: Kasus Anak Remaja Bunuh Balita

8 Maret 2020   15:51 Diperbarui: 8 Maret 2020   16:02 6609
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika orangtua salah asuh, dia sering memberikan nasehat anak tanpa memperhatikan kebutuhan emosional dan perkembangan jiwa anak, jika dia sering menganggap anak adalah "orang yang bisa diperintah",  jika orangtua mengganggap anak sekedar "barang yang dapat dibanting",  maka kebutuhan jiwa anak itu tak terpenuhi.

Kesalahan  pola asuh orangtua kepada anak misalnya seperti di atas , bahkan ada yang menganggap anak adalah "barang cetak" atau "bullying"  sehingga tak memahami kondisi emosional dan psikologis anak.  Hal ini tentu membuat  anak tersudutkan dan terpinggirkan.  

Bagi seorang anak remaja berusia 15tahun adalah masa krisis.  Masa akil balik yang mencari identitas dirinya.  Apabila tidak ditangani dengan baik maka anak itu akan melakukan hal-hal yang di luar nalar kita sebagai orang normal.

Ketika anak punya hobby nonton suatu film horror "Chuky" seorang boneka yang suka membunuh. Anak itu dibiarkan terinspirasi nonton film horor tanpa pendampingan orangtua.  Perilaku manusia itu dibentuk dengan fungsi otak manusia (bawaan) dan situasi.  Untuk menentukan apakah pelaku ini bisa membunuh secara keji berdasarkan apa, diperlukan  bedah fungsi kerja otak si pelaku , juga situasi dimana pelaku suka menonton film horor tanpa ditemani oleh orang yang dewasa.      

Harapan orangtua tidak bisa diletakkan kepada anak itu sendiri.  Pola asuhlah yang jadi titik tolak dari semua perbuatan anak.

Faktor Lingungan:


Penting sekali bagi seorang remaja itu "happy" hidupnya.   Dia bisa diterima oleh keluarga maupun lingkungannya.  Dia bisa menceriterakan apa yang digumulinya, dirasakan (sedih, kecewa, benci) tanpa digurui oleh siapa pun.

Tika lebih lanjut mengatakan, apabila berasumsi si remaja tinggal dalam lingkungan buruk seperti di gang sempit, banyak pengangguran, perokok, maka anak pun akan melihat tidak sehatnya lingkungan dan dia mudah menirunya apa yang dilihat tentang kejahatan.

Sementara remaja yang tinggal dalam lingkungan baik, keluarga utuh, menyenangkan dan  dekat rumah ada taman-taman yang untuk beristirahat.

Ketika lingkungan yang  tidak peduli dengan apa yang dilakukan oleh mereka yang menyimpang, Contohnya nonton horor yang membuat terexpose pikiran sampai keinginan untuk melakukan

Pelajaran yang dapat diambil agar tidak terjadi pelaku yang keji, maka stakeholder 7 pendekar seperti RT, RW, Teman, Kerabat, Komunitas Taruna, Tokoh Masyarakat   terus ikut membantu anak-anak yang punya masalah kejiwaan dengan jadi pendengar dan memberikan solusi untuk membawanya kepada psiakter atau psikolog

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun