Mohon tunggu...
Ina Tanaya
Ina Tanaya Mohon Tunggu... Penulis - Ex Banker

Blogger, Lifestyle Blogger https://www.inatanaya.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sudut Pandang Psikologi: Kasus Anak Remaja Bunuh Balita

8 Maret 2020   15:51 Diperbarui: 8 Maret 2020   16:02 6609
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seorang Remaja perempuan (NF)  berusia 15 tahun, bertempat tinggal di bilangan Sawah besar.    Dia sangat tega membunuh teman adiknya  yang berusia 4 tahun bernama APA.  APA itu tinggal bersama orangtuanya dan menjadi tetangga  NF.

Pembunuhan yang dilakukan seorang anak remaja itu boleh dikatakan sangat keji.   Rumah NF sepi, ketika APA sedang bermain dengan adiknya, dia membawa APA ke kamar mandi dan menenggelamkan ke dalam bak kamar mandi.  Tidak Cuma berhenti di situ, NF mencekik  leher NF sehingga korban mati lemas . Setelah meninggal pun NF teganya mengikatkan korban dan memasukkan ke dalam lemari.

Apa yang terlihat di permukaan tidak menampilkan wajah sesungguhnya:

Sekilas apabila melihat karakter NF, seorang remaja pendiam dan tidak pernah melakukan kejahatan yang tidak baik.  Orang tidak menyangka bahwa seorang remaja dengan karakter tanpa kejahatan itu bisa melakukan hal yang  keji, sadis dan brutal.

Belum diketahui dengan jelas bagaimana relasi antara orangtua NF dengan dirinya.  Ibu bercerai dengan ayahnya.

Hanya ditemukan diary dan gambar-gambar karikatur perempuan yang akan dijadikan korbannya. Dari diary itu seharusnya orangtua bisa mengetahui keluhan dalam diri NF.   Mengapa dia menggambar korbannya sebelum melakukan pembunuhan (apakah terinspirasi oleh film Chuky yang digandrunginya). Jika melihat dari gambar-gambar seorang perempuan, dia merasa ingin melakukan dan tidak bisa tahan untuk melakukannya.

Ketika NF ditangkap oleh polisi pun tidak ada wajah penyesalan yang menyertainya (cognitive empathy). Terlihat sangat tenang .  Ketika ditanyakan apakah dia menyadari apa yang dilakukannya, dia menjawab Ya.  Ketika dia menanyakan apakah menyesal atas perbuatannya, dijawab "tidak".   

Jika ditinjau dari usia remaja,  para psikater kriminologi, mengatakan tidak mudah mendakwanya sebagai psikopat,  justru jika pelaku sudah dewasa, langsung bisa didakwa sebagai psikopat , mudah melakukan hal yang sama pada waktu yang akan datang.

Peringatan keras bagi Pola Asuh Anak:

Tika Wibisono, seorang Psikolog, konsultan, dosen  mengatakan bahwa remaja usia 15 tahun itu membunuh balita itu sungguh kejadian yang luar biasa  mengejutkan .   Dia   memberikan gambaran bahwa usia anak 5 tahun itu adalah first golden years bagi orangtua untuk mendidik dan menerapkan karakter yang baik bagi anaknya.

Second golden years adalah sampai usia 10 tahun, dimana waktu yang sangat tepat bagi orangtua untuk menentukan pola asuh yang baik karena usia ini dianggap paling krusial bagi seorang anak remaja.  Anak remaja yang butuh pengakuan, butuh dukungan/support, butuh untuk didengarkan, butuh jawaban atas pencarian identitasnya.

Jika orangtua salah asuh, dia sering memberikan nasehat anak tanpa memperhatikan kebutuhan emosional dan perkembangan jiwa anak, jika dia sering menganggap anak adalah "orang yang bisa diperintah",  jika orangtua mengganggap anak sekedar "barang yang dapat dibanting",  maka kebutuhan jiwa anak itu tak terpenuhi.

Kesalahan  pola asuh orangtua kepada anak misalnya seperti di atas , bahkan ada yang menganggap anak adalah "barang cetak" atau "bullying"  sehingga tak memahami kondisi emosional dan psikologis anak.  Hal ini tentu membuat  anak tersudutkan dan terpinggirkan.  

Bagi seorang anak remaja berusia 15tahun adalah masa krisis.  Masa akil balik yang mencari identitas dirinya.  Apabila tidak ditangani dengan baik maka anak itu akan melakukan hal-hal yang di luar nalar kita sebagai orang normal.

Ketika anak punya hobby nonton suatu film horror "Chuky" seorang boneka yang suka membunuh. Anak itu dibiarkan terinspirasi nonton film horor tanpa pendampingan orangtua.  Perilaku manusia itu dibentuk dengan fungsi otak manusia (bawaan) dan situasi.  Untuk menentukan apakah pelaku ini bisa membunuh secara keji berdasarkan apa, diperlukan  bedah fungsi kerja otak si pelaku , juga situasi dimana pelaku suka menonton film horor tanpa ditemani oleh orang yang dewasa.      

Harapan orangtua tidak bisa diletakkan kepada anak itu sendiri.  Pola asuhlah yang jadi titik tolak dari semua perbuatan anak.

Faktor Lingungan:

Penting sekali bagi seorang remaja itu "happy" hidupnya.   Dia bisa diterima oleh keluarga maupun lingkungannya.  Dia bisa menceriterakan apa yang digumulinya, dirasakan (sedih, kecewa, benci) tanpa digurui oleh siapa pun.

Tika lebih lanjut mengatakan, apabila berasumsi si remaja tinggal dalam lingkungan buruk seperti di gang sempit, banyak pengangguran, perokok, maka anak pun akan melihat tidak sehatnya lingkungan dan dia mudah menirunya apa yang dilihat tentang kejahatan.

Sementara remaja yang tinggal dalam lingkungan baik, keluarga utuh, menyenangkan dan  dekat rumah ada taman-taman yang untuk beristirahat.

Ketika lingkungan yang  tidak peduli dengan apa yang dilakukan oleh mereka yang menyimpang, Contohnya nonton horor yang membuat terexpose pikiran sampai keinginan untuk melakukan

Pelajaran yang dapat diambil agar tidak terjadi pelaku yang keji, maka stakeholder 7 pendekar seperti RT, RW, Teman, Kerabat, Komunitas Taruna, Tokoh Masyarakat   terus ikut membantu anak-anak yang punya masalah kejiwaan dengan jadi pendengar dan memberikan solusi untuk membawanya kepada psiakter atau psikolog

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun