Mohon tunggu...
Haniffa Iffa
Haniffa Iffa Mohon Tunggu... Editor - Penulis dan Editor

"Mimpi adalah sebuah keyakinan kepada Tuhanmu, jika kau mempunyai keyakinan yang baik kepada Tuhanmu, maka kau akan bertemu dengan mimpimu." #Haniffa Iffa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Merpati pun Menangis

11 Januari 2019   23:37 Diperbarui: 11 Januari 2019   23:57 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
hajingfai.blogspot.com

Pukul 13.00 WIB aku berangkat, sampai di Malang sekitar pukul setengah enam sore. Ku ambil air wudhu untuk sejenak menundukkan hati pada-Nya. Selesai memohon do'a, ku buka catatan-catatan untuk kuliah besok, ku teliti, mungkin ada tugas yang terlewat dari ingatanku. Memang saat itu hatiku gelisah, entah kenapa. Ku rebahkan badanku, namun masih saja tak bisa memejamkan mata. Saat itu aku benar-benar tak mengerti. Ada apa Tuhan? Apa yang sesungguhnya terjadi?

Sekitar pukul 09.30 malam, tiba-tiba ada telfon, "Assalamu'alaikum fa, besok sampean pulang yaa" saat itu mama yang menelfonku. "wonten nopo ma?" jawabku. "ibu pulang ke Rahmatullah", ibu adalah panggilan mama kepada mbah uti, dan aku pun memanggilnya demikian. Sontak kemudian aku menangis, bahkan setelah itu aku tak bisa berkata apapun. Tatapanku kosong. Di ajak bicara pun sama sekali tidak nyambung.

*****

Dalam hatiku masih saja berkata, bagaimana bisa, bagaimana bisa Tuhan. Kabar yang begitu mendadak membuatku shock dan sulit untuk mempercayainya. Menerima kabar itu, aku seperti orang linglung. Aku ingin pulang sekarang, malam ini. Namun bagaimana bisa, bagaimana mungkin ada kendaraan di tengah malam seperti ini. Ku coba tuk menenangkan hatiku sendiri. Ku ambil air wudhu, ku bacakan Surat Yasin. Allah, Allah, Allah, semua Milik-Mu dan akan kembali Pada-Mu. Sekali lagi, ku tarik nafasku dalam-dalam. Allah Maha Besar.

Sampai detik inipun aku belum bisa mempercayainya. Tuhan, ku yakin tiada kekuatan yang lebih besar melebihi Cinta-Mu, namun bukan berarti kami sanggup menahan kerapuhan ini tanpa dirinya. Hamparan luas Kasih Sayang-Mu, membuatku mengerti tentang sebuah pelajaran dalam kehidupan. Kini ku menyadari bahwa semua hanyalah milik-Mu dan akan kembali pada-Mu. Tak ada yang bisa mengembalikannya lagi, Tuhan lebih mencintainya. Iya, Tuhan sangat mencintainya, dan Tuhan ingin mbah uti lebih dekat dengan-Nya.

Meskipun mbah uti lupa dengan segalanya, namun tak pernah sedikitpun lupa dengan waktu shalat. Jika dengan mbah kung saja tidak ingat, makanpun menjadi tidak teratur, namun tidak demikian dengan shalat, dengan ibadah kepada-Nya. Tanpa diingatkan, beliau selalu hafal waktu shalat. Entahlah, seperti inikah tanda hamba-hamba yang Kau Cintai Ya Rabb? Mbah uti sangat menyukai ayat kursi dan Surat Yasin, meskipun beliau terkena demensia, selalu saja terdengar bacaan ayat kursi ataupun Surat Yasin terdengar dari lisan beliau.

Selalu ingat apa yang dikatakan mbah kung, "semakin tua itu Cintanya semakin kuat, bukan malah semakin pudar". Meskipun mbah uti didiagnosa terkena demensia (pikun), bahkan tak mengenali mbah kung sebagai suaminya, dengan penuh kesabaran, mbah kung tetap mencintainya. Kadang aku iri, betapa bahagianya dicintai seperti ini. Tiada sedikitpun keluh kesah dari mbah kung. Meskipun kadang dianggap sebagai orang lain di rumahnya sendiri, tidak menjadikan cinta mbah kung menjadi berkurang sedikitpun, justru cinta beliau semakin kuat.

Bahkan jalan pikiranku menjadi buntu. Ku dekatkan hati ini pada-Nya. Segala yang ditentukan Allah adalah yang terbaik, terbaik, dan terbaik. Ku tengadahkan tanganku, ku pejamkan mataku, diam-diam tetesan embun itu telah membasahi hatiku. Tuhan, bahkan aku tak sanggup berpaling dari-Mu. Sekali lagi ini kenyataan, bukan mimpi. Iya, nyata. Kenyataan yang tidak mudah untuk diterima. Mengapa begitu cepat Tuhan? Kami masih ingin melakukan ziarah wali bersama. Kami masih ingin berkumpul bersama dengan canda tawanya yang khas.

            *****

            29 September 2015

Pagi itu, ku temani mbah kung ke makam mbah uti. Setiap pagi dan sore sang merpati selalu menyempatkan untuk bertemu dengan kekasihnya. Aku tak pernah tau seberapa besar cintanya. "iki sengojo tak pesen gawe aku mbesok"(ini sengaja aku pesan untukku nanti) dawuh mbah kung selepas kami membaca Yasin Tahlil dan berdo'a, sambil menunjuk ke tanah kosong dekat makam mbah uti. Aku mengerti maksudnya, bahkan dalam matipun, mbah kung tidak ingin jauh dari mbah uti. Adakah lagi keinginan untuk dicintai melebihi cinta mbah kung seperti ini?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun