Mohon tunggu...
Ega Jalaludin
Ega Jalaludin Mohon Tunggu... -

just ordinary peaple tryng to exstra ordinary

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Peran Mahasiswa dalam Peradaban Pendidikan Bangsa

1 Mei 2013   19:32 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:17 1399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Peran Mahasiswa dalam Peradaban Pendidikan Bangsa
Oleh : Ega Jalaludin (Kang Jalal)

Penulis adalah Dosen di STIE Bina Bangsa Banten

Pendidikan Bangsa

“Seluruh Dunia tahu bahwa pendidikan di Indonesia mengalami akselerasi merosot tajam dalam lima  (terutama tiga) dekade terakhir di banding negara lain meski lebih kecil seperti Hongkong…..

…..Namun dengan alasan mengalahkan negara Hongkong-pun bukan ukuran keberhasilan pendidikan di Indonesia, tidak sekarang dan tidak kapanpun”.

Salah satu tujuan negara yang tertuang dalam UUD 1945 bahwa “…mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia….”. Terlepas dari segi Etimologi atau bukan memang harus kita yakini bahwa kecerdasan generasi bangsa menjadi tanggung jawab negara. Negara diharuskan terlibat penuh dalam pencerdasan kehidupan bangsa. Bahkan bisa dengan menutup mata kita menganggap bahwa negara yang baik adalah negara yang mampu menyelenggarakan pendidikan dengan layak seperti yang dilakukan oleh Jepang.

Ukuran keberhasilan pendidikan di setiap negara khususnya Indonesia ialah sejauh mana pendidikan nasional yang digeliatkan merupakan usaha yang relevan di tinjau dari amanah konstitusi untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Sejauh mana pendidikan mendatangkan kesejahteraan bagi bangsa. Sejauh mana pendidikan berhasil membangun sebuah bangsa yang bermartabat, kokoh dan maju. Selama itu semua belum tercapai, pendidikan nasional tidak bermakna apa-apa dan tidak patut di banggakan meski dengan mencatut manajemen pendidikan berbasis sekolah dari negara lain, tidak akan pernah sesuai dan sesubur benih aslinya karena yang dicontoh hanya bentuk lahirnya saja, tidak melalui penciptaan iklim dan ekologi yang kondusif.

Pendidikan diselenggarakan dalam rangka membebaskan manusia dari berbagai persoalan hidup yang melingkupinya. Akan tetapi, seperti kita ketahui bahwa model pendidikan (kampus_red) yang sekarang hanya membebani mahasiswa dengan hapalan-hapalan rumus, teori, sekedar mengerjakan soal, tapi seringkali tidak sanggup untuk menerjemahkan kedalam realitas sosial. Fenomena penyelenggaraan pendidikan yang hanya sekedar “transfer of knowledge“ sehingga kurang menyentuh aspek riil permasalahan masyarakat.

Pendidikan menjadi tercabut dari problem riil yang seharusnya mereka jawab dan selesaikan. Pendidikan kita selama ini hanya berfungsi untuk “membunuh” kreativitas siswa/mahasiswa, karena lebih mengedepankan aspek verbalisme. Verbalisme merupakan suatu asas pendidikan yang menekankan hapalan bukannya pemahaman, mengedepankan formulasi daripada substansi, parahnya lebih menyukai keseragaman bukannya kemandirian serta hura-hura klasikal bukannya petualangan intelektual. Model pendidikan seperti ini disebut sebagai banking education, yaitu suatu model pendidikan yang tidak kritis, karena hanya diarahkan untuk domestifikasi, penjinakan, penyesuaian sosial dengan keadaan penindasan.

Pendidikan merupakan aspek paling penting pada sebuah peradaban bangsa.  Dengan pendidikan yang berkualitas dan berkarakter dapat dipastikan sebuah bangsa dapat mengoptimalkan pembangunannya. Masalah-masalah sosial seperti kemiskinan, pengangguran,  yang berimplikasi pada kelaparan dan masalah lainnya bukan tidak mungkin bahkan diyakini dapat teratasi oleh sistem pendidikan yang terintegrasi dan memiliki visi yang  jelas meski tanpa menafikan faktor-faktor penunjang lainnya.

Kita mungkin masih ingat bahwa mengenai data Indeks Pembangunan Pendidikan Untuk Semua atau Education For All di Indonesia MENURUN. Jika pada 2010 lalu Indonesia berada di peringkat 65, tahun 2011 merosot ke peringkat 69.   Berdasarkan data dalam Education For All (EFA) Global Monitoring Report 2011:  The Hidden Crisis, Armed Conflict And Education yang dikeluarkan Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) yang diluncurkan di New York, Senin (1/3/2011), Indeks Pembangunan Pendidikan atau Education Development Index (EDI) berdasarkan data tahun 2008 adalah 0,934. Nilai itu menempatkan Indonesia di posisi ke-69 dari 127 negara di dunia. EDI dikatakan tinggi jika mencapai 0,95-1. Kategori medium berada di atas 0,80, sedangkan kategori rendah di bawah 0,80.  Total nilai EDI itu diperoleh dari rangkuman perolehan empat kategori penilaian, diantaranya angka partisipasi pendidikan dasar, angka melek huruf pada usia 15 tahun ke atas, angka partisipasi menurut kesetaraan jender, dan angka bertahan siswa hingga kelas V sekolah dasar (SD).

Gambaran diatas mengesankan bahwa pendidikan di Indonesia sangat tertinggal jauh di bawah Malaysia apalagi Jepang. Meski Indonesia saat ini masih jauh lebih baik dari Filipina (85), Kamboja (102), India (107), dan Laos (109).

Banyak hal yang menyebabkan kondisi pendidikan di Indonesia terpuruk seperti ini. Sistem pendidikan di Indonesia yang tidak stabil, anggaran pendidikan yang kurang tepat sasaran, kualitas sumber daya pengajar yang kurang diperhatikan, serta Infrastuktur pendidikan yang belum memadai menjadi penyebab selanjutnya. Jika Indonesia hanya pulau Jawa, tingkat pembangunan infrastuktur bidang pendidikan bisa dibilang bagus. Akan tetapi, Sulawesi, Sumatra, Irian Jaya juga merupakan bagian dari Indonesia. Sudahkah infrastuktur pendidikan di sana memadai? Hal ini juga berdampak pada ketidakmerataan tingkat pendidikan di Indonesia.

Peran Mahasiswa

Pernah suatu ketika sebuah mata kuliah dosen pengampu saya berkata bahwa yang melekatkan kata “Maha” di dunia ini hanya ada beberapa. Diantaranya; Maha Kuasa (Tuhan), Maha guru (Ahli) dan Mahasiswa (Pelajar Perguruan Tinggi). Memang tak dipungkiri bahwa peletakan kata “maha” adalah bentuk penghargaan tertinggi terhadap mahasiswa (meski masih belajar).  Kita semua telah memahami satu hal bahwa mahasiswa memiliki posisi penting di masyarakat dan bangsa ini. Mahasiswa-pun adalah fase manusia yang paling optimal dengan kekuatan fisik, kematangan pikiran, intelektualitas, seluruhnya sudah terdapat pada fase mahasiswa. Maka sudah sepantasnya-lah mahasiswa mampu memiliki kepekaan yang tinggi. Kepekaan terhadap kondisi kekinian bangsa, kepekaan terhadap perbaikan terhadap kemunduran paradigma dan dituntut memiliki kecenderungan untuk peduli terhadap banyak aspek di negara ini, salah satunya adalah aspek pendidikan.

Mahasiswa adalah generasi penerus bangsa, ditangan para pemuda (mahasiswa)-lah masa depan sebuah bangsa (al-hadits), mahasiswa dituntut untuk mampu meng-ejawantahkan pemahaman dan kompetensinya serta ikut serta mengatasi keterpurukan yang tengah dialami bangsa ini. Mahasiswa-pun diharapkan peka menanggapi masalah seputar pendidikan, karena pada hakekatnya, mahasiswa adalah jembatan intelektualisme dari pemahaman konsep menuju peng-ejawantahan pada tatanan realitas. Mahasiswa merupakan entitas yang bisa menikmati nikmatnya konsep intelektualisme di tingkat perguruan tinggi. Oleh karena itu, bukan saatnya lagi bagi mahasiswa untuk bersifat egois, melakukan demonstrasi atas kebijakan pendidikan di kampus saja (terkadang anarkis). Sekarang saatnya mahasiswa harus memikirkan solusi atas permasalahan di dunia pendidikan ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun