Mohon tunggu...
Farah Dzakiyah
Farah Dzakiyah Mohon Tunggu... Penulis - jeki si manusia biasa

panggil aja dzaki, pemalu yang punya mimpi besar sebanyak benda angkasa. punya mimpi bisa dapet beasiswa dan bisa keliling dunia bersama keluarga tercinta. bisa mati syahid di jalan Allah, sangat ingin bisa bersahabat dengan semua orang tapi dengan kelakuanku yang terkadang tidak bersahabat, semoga dzaki bisa selalu memperbaiki diri sendiri. suka buat puisi, kata2 gajelas, berharap bisa bermanfaat untuk sesama.. Alhamdulillah masuk jurusan dibangku kuliah yang bikin gabetah, tapi temen2nya bikin betah.. dari smk to Sastra, Uin Yogyakarta.. semangat dan terus berbuat baik dengan siapapun itu..

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Empang Ali dan Si Lokal Rudi

22 Oktober 2021   22:21 Diperbarui: 22 Oktober 2021   22:34 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Jika sudah berkubu-kubu seperti itu, sekilas kita akan tau mana yang lebih banyak pendukungnya. Hakim agung berdiri diatas podium dan membuka acara tersebut, para pendukung bersorak gila mengelu-elukan pemimpin masing-masing. 

Suasana sudah tidak kondusif, entah darimana datangnya, telur-telur ayam terbang kekanan dan kekiri serta membuat masing-masing orang yang berkerumun itu belepotan dan bau telur. 

Bahkan sandal pun melayang tidak karuan mendarat ke wajah masyarakat kampung 'gelas'. Hingga seorang bocah laki-laki berusia sekitar delapan tahun tiba-tiba muncul dan berdiri diatas podium, ia berteriak "HOOOUUUMMMAAANNN...!!!"

Awalnya para masyarakat kampung melirik kepodium, namun kubu Rudi menyangka ia memanggil Hanoman, sedangkan kubu Ali menyangka ia berteriak 'tuman' yang bisa diartikan sebagai perbuatan tidak baik yang sering dilakukan, hanya beberapa detik mereka melihat ke podium hingga akhirnya berseteru lagi.

Anak kecil diatas podium itupun tak berhenti berteriak, ia menyanyikan lagu kebangsaan kampung 'gelas' sambil terisak-isak, namun tetap tidak terdengar. Ia naikan lagi suaranya, hingga warga kampung gelas pun memperhatikan. Mereka ikut menyanyikan lagu kebangsaannya.

Diatas podium, bocah kecil itu sedikit berkhotbah "beberapa hari yang lalu aku pindah dari tempat perang terburuk didunia di negeri sebelah, aku pindah ke kampung gelas karena ingin ketenangan, namun nyatanya memang tenang diawal, tapi tetap saja kalian terpecah, hanya karena cuitan seorang bocah.

Maafkan aku masyarakat 'gelas', aku yang membuat cuitan dan akun palsu itu, akulah yang membuat kalian seperti ini, karena kemarin kalian konflik, adikku yang berjualan kopi di taman rimbun meninggal dunia, aku pikir aku akan mendapatkan uang yang banyak dari TUAN"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun