LAGU YANG TAK SELESAI
Epilog : Lagu yang Kembali Dinyanyikan
Ambarawa, masa terkini.
Ruang tamu itu diam, hanya desah angin yang sesekali menyentuh tirai jendela, menggerakkannya pelan seolah ingin membisikkan sesuatu dari masa lalu. Sore di Ambarawa menggantung sendu seperti lukisan yang belum selesai, menunggu satu goresan terakhir.
Elena duduk bersila di lantai, di hadapannya kotak kayu tua terbuka. Isinya: sepucuk surat, foto-foto bernuansa kelam, selembar renda tua, dan buku harian bersampul lusuh. Halaman terakhir terbuka di pangkuannya, dan tulisan tangan itu, rapuh namun tetap elegan, berbunyi:
'Aku tak tahu apakah Pambudi masih menatap langit yang sama denganku. Tapi jika hidup tak memberi kami waktu untuk kembali, biarlah kisah ini mengalir dalam darah yang kami wariskan. Barangkali, yang tak selesai bukan untuk dilupakan, melainkan untuk ditemukan... di waktu yang berbeda.'
Lazarus berdiri di belakangnya. Diam. Ada sesuatu yang menggantung di kerongkongannya sejak tadi, seberat nama yang tak pernah ia mengerti. Matanya memandangi foto hitam-putih Noura yang masih muda, wajah yang asing namun anehnya terasa dekat. Seperti bayangan yang selama ini tinggal di balik kaca jendela keluarganya sendiri.
Dengan gerakan hati-hati, ia mengeluarkan kalung tua dari saku jasnya. Liontin kecil berukir "N&P" menggantung di ujung rantai tipis. Permukaannya sudah pudar, tapi masih cukup jelas untuk dikenang.
"Aku menemukannya di rumah masa kecil nenekku di Salatiga," katanya perlahan. "Dan... surat. Dari seseorang bernama Pambudi. Waktu kecil, aku sering melihat namanya di rak buku tua. Dulu kupikir itu hanya cerita orang dewasa. Sampai hari ini..."
Suara Lazarus goyah, dan ia berhenti sejenak, menelan nafas yang berat.