Mohon tunggu...
Didik Prasetyo
Didik Prasetyo Mohon Tunggu... Live - Love - Life

Menulis adalah cara untuk menyulam hidup dan mengabadikan kasih yang tak lekang oleh waktu.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Pertemuan yang Tak Pernah Selesai

23 April 2025   12:43 Diperbarui: 23 April 2025   12:43 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pertemuan yang Tak Pernah Selesai | pixabay

LAGU YANG TAK SELESAI

Bab 15 Pertemuan yang Tak Pernah Selesai

Suasana aula kecil di Semarang itu tak lebih dari gereja tua yang disulap untuk menjadi tempat sidang saksi. Dindingnya masih menyimpan bau lilin dan kayu lapuk. Namun hari itu, bangku-bangkunya penuh. Wartawan dari negeri asing, relawan Palang Merah dan sejumlah wajah dari masa lalu duduk diam, seperti sedang menanti liturgi yang tak biasa selain kesaksian dari mereka yang pernah dikurung bukan hanya secara fisik tapi juga secara batin.

Nora duduk di depan, mengenakan gaun abu-abu sederhana, rambutnya diikat rendah. Wajahnya terlihat begitu letih, tak sebanding dengan muda usianya. Sorot matanya menyimpan api yang tidak pernah padam. Ia membuka map lusuh yang ia genggam erat sejak pagi dan berkata dengan suara jernih:

"Saya bukan datang untuk menuntut. Saya datang membawa suara-suara yang dulu tidak sempat bicara.

Kami, para interniran, bukan hanya bilangan angka dalam laporan perang. Kami adalah manusia yang menyanyikan lagu pengantar tidur di tengah deru bom. Kami adalah para ibu yang mengajari anak-anaknya berdoa meski tanpa lilin.

Dan kami adalah saksi bahwa cinta tidak mati di tempat tergelap. Bahkan ketika roti dibagi menjadi empat, dan pelukan diganti dengan isyarat mata."

Semua yang hadir terdiam. Beberapa mencatat dengan terburu-buru. Yang lain menyeka mata mereka diam-diam. Tapi satu orang berdiri tak berkedip di pintu aula : Pambudi.

Ia datang terlambat. Karena bis dari Ambarawa rusak setengah jalan. Karena jalanan berlumpur. Karena, seperti biasa, hidup tak pernah memberi waktu sempurna bagi dua hati yang setia menanti.

Namun ia datang. Dan matanya tak lepas dari sosok itu, wanita yang ia kira akan disambutnya dengan peluk. Tapi tak ada cukup waktu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun