Mohon tunggu...
Deny Nofriansyah
Deny Nofriansyah Mohon Tunggu... lainnya -

Trouble is a friend....... Kalian akan menemukan sebagian biografi ku di beberapa tautan : - Facebook : Deny Nofriansyah - denyllg.blogspot.com - denyllg@gmail.com - http://twitter.com/#!/deny_bkl - http://www.friendster.com/deny - deny_bkl@Ro-Young-Idealism - http://deny-bkl.blog.friendster.com/ - grup face book: Warung Bude - http://www.plurk.com/DenyNof TAPI AKU BUKANLAH APA-APA HANYA ZERO AND NOTHING. AKU HANYALAH HAMBA YANG ME-DENY...... SALAM KOMPASIANA

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Buku Baru : Pluralitas Parpol Islam, Pengantar oleh Bupati H.Ridwan Mukti

6 Januari 2013   12:09 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:27 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1357473958778949687

SEBUAH PENGANTAR

Oleh : H. Ridwan Mukti *

Semenjak reformasi digulirkan di akhir masa pemerintahan Orde Baru, dinamika sistem perpolitikan di Indonesia pun bergerak cepat dan berubah. Hal yang paling signifikan tentu saja adalah menjamurnya Partai Politik, baik yang berhaluan nasionalis maupun religius. Gambaran Golkar sebagai partai yang memonopoli dengan jargon single majority telah tergeser menjadi pilihan partai politik yang bebas sebebasnya. Partai politik yang tumbuh bak jamur di musim hujan adalah representasi permintaan masyarakat dengan dalih untuk menyalurkan aspirasi. Tetapi faktanya telah terungkap dalam buku ini bahwa tidak selamanya partai politik menyerap aspirasi masyarakat, tetapi hanya merebut kekuasaan dan kental politicking. Disini, parpol membohongi konsituennya dan sebaliknya konstituen juga membohongi parpol (buku pertama Deny “Ketika Caleg Dibohongi Rakyat”), merupakan realitas yang terjadi sebagai wujud kecerdasan masyarakat dalam memanfaatkan peluang bukan menyampaikan aspirasinya, sehingga yang terjadi adalah hukum kausalitas adanya sesuatu karena sesuatu.

Partai politik adalah salah satu alat dalam berpolitik. Seyogya dalam berpolitik setiap Partai Politik beserta kadernya harus memerankan dan menampilkan perilaku politik tingkat tinggi. Politik tingkat tinggi di sini maksudnya adalah politik non sistemik yaitu perilaku politik baru yang bertarung tanpa melukai. Perilaku yang membentuk tatanan politik baru tanpa permusuhan. Setelah membaca buku kedua yang ditulis Deny Nofriansyah ini memberikan gambaran akan pentingnya pluralitas kita di dalam berpolitik. Buku ini memberi cakrawala kepada setiap pembacanya tentang kondisi riil fakta sosial yang terjadi di masyarakat. Fakta yang ditampilkan menggambarkan bahwa kondisi sudah tidak sin quanon lagi akan tetapi mengalami perubahan sosial yang dahsyat.Kadangkala konsep yang tertuang dalam das sollen sangat berbeda sekali dengan fakta nyata seperti yang tersaji dalam isi buku ini.

Sering terlihat adanya inkonsistensi dan kesenjangan antara idealisme politik dengan perilaku politik terkait pertarungan kekuasaan. Simbol dan sinyal keislaman yang ditampilkan oleh sebagian Partai Politik di Indonesia ternyata tidak berbanding lurus dengan potensi sumber daya manusia pemilih pemilu yang didominasi oleh umat Islam. Sejak Pemilu masa pasca-Soeharto (1999, 2004, dan 2009), parpol Islam selalu gagal memperoleh suara yang signifikan. Pemenang dalam ketiga Pemilu di atas adalah partai dengan kategori nasionalis atau non-religious based parties, seperti PDI-P, Partai Golkar, dan Partai Demokrat. Bahkan prediksi kemerosotan parpol Islam juga bisa terjadi di Pemilu 2014. Bayangkan saja menurut pengamat politik Ray Rangkuti di Kompas.com (1 Agustus 2012), sejak era Pemilu Reformasi 1999 hingga sekarang, sudah sekitar 30 partai politik (parpol) berlandaskan Islam yang tinggal sejarah. Memang tidak sepenuhnya partai politik berlandaskan Islam itu seketika langsung tinggal nama, tapi pelan-pelan menghilang lalu benar-benar tinggal nama.

Ironis memang jika melihat bagaimana kedekatan kepada Islam di kalangan kaum Muslim Indonesia yang terus meningkat bahkan dikaderisasi di beberapa organisasi kepemudaan Islam. Fenomena sosial yang terjadi menunjukkan terus terjadinya penguatan orientasi kepada Islam tetapi ternyata tidak dalam hal politik. Meski banyak pemilih Muslim sangat setia kepada Islam tetapi ketika sampai pada Pemilu mereka tidak memberikan suaranya kepada parpol-parpol Islam, tidak kepada parpol-parpol berbasis agama. Menurut Prof.Azyumardi Azra dalam Republika.co.id (27 Agustus 2012) ada beberapa faktor yang menyebabkan makin merosotnya perolehan suara parpol Islam dalam Pemilu, termasuk prediksi Pemilu 2014, yaitu : Pertama, para pemilih umumnya tidak melihat distingsi yang khas dari parpol-parpol Islam. Dari berbagai segi, khususnya dalam perilaku politik, tidak terlihat kekhasan nyata parpol-parpol Islam. Mereka tidak berbeda banyak dengan parpol-parpol yang tidak berbasis agama.

Kedua, parpol-parpol Islam tidak menampilkan integritas dan karakter yang kuat. Sebaliknya, mereka masuk ke dalam persekutuan politik lewat berbagai koalisi yang tidak selalu berorientasi pada kepentingan publik. Persekutuan politik itu lebih untuk mengamankan status quo kekuasaan dengan mengorbankan kepentingan masyarakat. Ketiga, parpol-parpol Islam dalam banyak kasus lebih menempuh politik pragmatis dan bahkan oportunistis daripada politik idealistis untuk tidak mengatakan politik ideologis. Baik dalam pertarungan politik di tingkat nasional maupun daerah,seperti tercermin dalam pemilukada,parpol-parpol Islam lebih mendahulukan kepentingan pragmatis tersebut dengan mengorbankan integritas diri dan partai.

Selain ketiga faktor tersebut, masih bisa ditambah lagi beberapa faktor lain semacam kelemahan kepemimpinan, ketiadaan figur menonjol, program kerja yang tidak jelas, dan kekurangan pendanaan. Semua faktor ini memberikan kontribusi bagi kelemahan internal parpol-parpol Islam sehingga pada gilirannya membuat mereka tidak menarik di mata banyak pemilih. Namun menurut saya fenomena sosial di atas tidak hanya terjadi pada parpol Islam tetapi hampir terjadi di semua Parpol di Indonesia. Semua Parpol idealnya harus menampilkan visi kerakyatan dan kebangsaan yang jelas dan terbuka untuk semua umat, rahmatan lil alamin. Sebagaimana yang diungkapkan Deny di dalam buku ini bahwa dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara visi politik Islam adalah visi kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan, bukan visi keagamaan. Sebab, keislaman sebuah lembaga politik tidak sama dengan keislaman individu. Dalam perspektif ini maka hanya partai Islam pluralis dan demokratis yang akan didukung oleh rakyat Indonesia karena sangat relevan dengan kondisi bangsa Indonesia yang sangat plural.

Berangkat dari pemahaman bahwa pluralitas adalah sunatullah dan keberagaman merupakan rahmat maka sangat pantas buku ini mendapat apresiasi yang luar biasa terkait dengan isi yang dikandung. Pengalaman sebagai penulis aktif di media massa, aktivis serta sarjana dalam bidang ilmu politik menjadikan buku Deny ini sebagai bahan referensi penting untuk didiskusikan lebih lanjut. Namun untuk membaca buku ini seseorang harus mempunyai sikap dasar yang terbuka sehingga segala sesuatu yang muncul dari dalamnya, yang digali dari berbagai sumber yang relevan, bisa memberi masukan nilai tambah yang mulia bagi kita dalam berpolitik.

Selaku salah seorang muslim dan politisi, saya bangga atas kreativitas dan inisiatif penulis (Deny) untuk mengolah kembali hasil penelitian skripsi beliau dan selanjutnya menerbitkannya dalam bentuk sebuah buku. Saya jadi teringat dengan buah pemikiran tentang pluralitas dan pluralisme dari beberapa tokoh seperti Nurcholis Madjid (Cak Nur), Gus Dur, Dawam Rahardjo, Ahmad Wahib, Akbar Tanjung, dan lain-lain. Tokoh-tokoh besar tersebut telah melahirkan pemikiran dan mencerminkan perilaku politik yang amat begitu plural. Meski pasca wafatnya Cak Nur hampir tidak ada lagi pemikiran-pemikiran besar mengenai Islam, pembaruan dan politik kekinian di Indonesia. Kita membutuhkan mereka yang sederhana berpenampilan namun kaya pemikiran dan kearifan, sebagaimana slogannya yang pernah booming “Islam Yes-Partai Islam No” akhirnya hari ini kita tersadar ternyata pemikiran Cak Nur mampu melewati batas ruang dan waktu. Semoga Deny bersama pemikiran-pemikirannya mampu membuat kita menggeliat lagi berdiskusi mengenai keberislaman kita baik dalam konteks individu maupun sosial. Saya percaya bahwa buku ini sangat bermanfaat bagi semua kalangan terutama politisi dan akademisi untuk memperluas wacana keilmuan dan pengetahuan praktis dalam memahami dinamika sosial politik di Indonesia. Buku ini adalah sebuah KADO POLITIK DARI DAERAH UNTUK BANGSA.

Lubuklinggau, 8 Oktober 2012

H. Ridwan Mukti

Mahasiswa S3 Program Doktoral Ilmu Hukum

University Of Sriwijaya (UNSRI)

*Penulis adalah Bupati Musi Rawas (2005-2010 dan 2010-2015), Anggota DPR/MPR RI (1999-2004 dan 2004-2005), Wakil Bendahara Umum DPP Partai Golkar, Ketua Umum ICMI Sumsel, Ketua Dewan Pakar KAHMI Sumsel, Plt Ketua Umum DPP GAKPI, Ketua Umum Alumni Perguruan Tinggi Islam Swasta Indonesia, Ketua Alumni Universitas Islam Indonesia Sumsel, Ketua PP IKAL Target Bela Negara, Pengurus Pusat ISEI, Ketua Umum Yayasan Sriwijaya FC.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun